ACEH
TIMUR - Ketua DPC
Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA) Aceh Timur, Nasruddin meminta kepada
Perusahaan Perkebunan Sawit di Aceh segera hentikan praktek perbudakan terhadap
buruh.
Menurut Nasruddin, selama
ini masih ada perusahaan perkebunan sawit di Aceh Timur khususnya yang masih
mempekerjakan buruh tanpa dokumentasi perikatan kerja antara karyawan dengan
perkebunan.
"Kondisi seperti ini
mengaburkan pertanggungjawaban perusahaan dengan karyawan, sehingga dalan hal perlindungan
kesehatan, upah, kesejahteraan, dan hak hak normatif lainnya terabaikan,"
ujar Nasruddin kepada LintasAtjeh.com, Sabtu (18/3/2017).
Ia menjelaskan bahwa dari
hasil investigasi POSPERA, perusahaan perkebunan sawit menggunakan strategi
untuk menghindari tanggung jawab misalnya menggunakan cara borongan atau buruh harian lepas (BHL) dan buruh kontrak
tanpa jaminan tertulis/mekanisme formal dalam rangka peningkatan status,
sehingga upah murah berbasis target kerja.
"Sistem pengupahan
berbasis target kerja ini menyebabkan peluang besar terjadinya reduksi upah
yang sebenarnya sudah tidak layak," jelasnya.
Bahkan, lanjut dia,
minimnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga
potensi kecelakaan kerja di perkebunan cukup tinggi. Karena tidak adanya penyebaran informasi yang
cukup bagi buruh tentang resiko dan penanggulangan kecelakaan terutama
penyediaan P3K dan pondok berlindung ketika cuaca buruk serta pembiaran buruh bekerja tanpa menggunakan
peralatan perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan kenyataan
di perkebunan sawit.
Begitupun buruh perempuan,
sambugnya, terutama yang bekerja dibagian pemupukan dan penyemprotan sangat rentan menderita
penyakit akibat kerja seperti, terkena tetesan dan terhirup racun pestisida,
herbisida, fungisida dan insektisida adalah resiko bagi pekerjaan yang
berhubungan dengan penyemprotan. Hal tersebut terjadi dikarenakan pihak
perusahaan tidak memberikan alat keselamatan kepada pekerja.
Padahal kalau merujuk ketentuan mengenai hubungan kerja antara si
pekerja dan si pemberi kerja beserta akibat hukumnya diatur di dalam UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) beserta peraturan pelaksanaannya. Di
dalam UUK, kita mengenal dua bentuk perjanjian kerja yaitu pertama, Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan kedua, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) sebagaimana disebutkan dan diatur di dalam Pasal 56 ayat (1) UUK.
Dan diperkuat kembali
dengan KEPMEN No. 100 Tahun 2004, merupakan peraturan pelaksanaan dari UUK mengenai PKWT, yang di dalamnya
mengatur juga mengenaiPerjanjian Kerja Harian Lepas. Dengan demikian,
Perjanjian Kerja Harian Lepas menurut KEPMEN ini merupakan bagian dari PKWT
(lihat Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004).
“Maka dari itu, saya
meminta kepada Dinas Tenaga Kerja dan DPRK Aceh Timur segera membentuk tim
pansus, demi terpenuhi hak-hak buruh di
Aceh Timur dan bagi perusahaan yang nakal dapat diberikan sanksi tegas,” pungkasnya.[Sm/Tj]