LANGSA –
kerusakkan lingkungan diwilayah pesisir Aceh Tamiang khususnya di Desa Lubuk
Damar Kecamatan Seruway diduga karena adanya pembendungan dan perubahan fungsi dari
hutan mangrove menjadi areal pertambakan serta perkebunan kelapa sawit.
Banyaknya tanaman mati dan
hewan laut yang tidak dapat hidup di daerah tersebut diduga karena kurang
normalnya arus pasang-surut yang disebabkan adanya pembuatan bendungan oleh pemilik
perkebunan kelapa sawit serta adanya indikasi pembuangan limbah kedalam kawasan
hutan lindung mangrove.
Jenis hewan laut seperti
ikan, udang, kepiting dan lainnya tidak dapat hidup diwilayah ini, sehingga
menimbulkan keresahan bagi masyarakat Desa Lubuk Damar yang mayoritas
berprofesi sebagai nelayan.
Berdasarkan aduan
masyarakat desa, Kepala Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan Manggrove, Andi
Akhirman, S.Hut. membentuk tim untuk melakukan investigasi ke wilayah kerja RPH
Seruway.
Andi Akhirman, S.Hut. saat
ditemui LintasAtjeh.com. Minggu (11/3/2017), di Langsa mengatakan bahwa Tim
BKPH Mangrove KPHL Wilayah III Aceh melakukan orientasi wilayah kerja BKPH
Mangrove dan bekerjasama dengan beberapa masyarakat, pekerja dan pemilik dapur
arang.
“Pada wilayah kerja RPH
Seruway yang berbatas antara Propinsi Aceh dengan Propinsi Sumatera Utara, di
titik koordinat N 4° 18' 02.4" - E 98° 14' 46.0" telah ditemukan adanya
pembuangan limbah kedalam kawasan hutan lindung mangrove,” ujarnya.
Pada saat melakukan
investigasi ke wilayah Seruway, Lanjut Andi, Tim mendapati permukaan tanah berubah
warna kuning di area hutan lindung mangrove. Hal ini diduga menjadi penyebab
matinya hewan-hewan laut yang ada dikawasan tersebut.
“Untuk mencegah timbulnya kerusakkan
lingkungan yang meluas, maka sangatlah Perlu adanya kerjasama antara masyarakat
dengan dinas terkait dalam menangani hal ini,” tandasnya.
Sementara itu, Zulkarnen
yang merupakan warga Desa Lubuk Damar menyampaikan bahwa atas kerusakkan
lingkungan diwilayah ini, maka masyarakat minta supaya pihak Balai Pengamanan
dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat dapat menindaklanjuti
permasalahan tersebut.
“Bencana besar dapat
terjadi jika kerusakkan lingkungan kawasan hutan lindung mangrove ini
dibiarkan,” katanya.
“Untuk itu, kami sangat
berharap kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat agar dapat menangani permasalahan ini,” pungkasnya.[Sm/Zf]