Hal itu disampaikan langsung
oleh Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin, melalui pesan
Whatsapp (WA) kepada LintasAtjeh.com, Selasa (14/3/2017).
Menurut Nasruddin, rencana
yang dimunculkan oleh Sayed Zainal terkait pengajuan permohonan informasi
secara resmi kepada Panwaslih Aceh Tamiang adalah langkah 'cerdas' yang
nantinya akan melahirkan pengetahuan bersama bagi seluruh komponen kehidupan
berbangsa dan bernegara di kabupaten tersebut.
Masyarakat (publik) di
Kabupaten Aceh Tamiang akan mendapatkan pencerahan ilmu sehingga sadar dan
paham bahwa setiap warga negara, baik sebagai individu, kelompok orang atau
organisasi yang memiliki badan hukum memiliki hak untuk mengajukan informasi
yang dibutuhkan dari badan publik dengan berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor: 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Selain itu, kata
Nasruddin, Ketua Panwaslih Kabupaten Aceh Tamiang, Muhammad Khuwailid S.Sos,
diyakini akan berusaha melakukan perubahan sikap yang sebelumnya terindikasi
agak 'tertutup', namun kedepan, mau tidak mau, dirinya akan berubah menjadi
pejabat publik yang akan terbuka terhadap publik, bahkan diduga akan terus
belajar tentang esensi dari segala ketentuan yang telah diamanahkan oleh
Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dengan demikian, upaya perbaikan diri yang akan dilakukan oleh Khuwailid, akan
diikuti oleh para pejabat lembaga/badan publik lainnya yang ada di Kabupaten
Aceh Tamiang.
"Jikapun nantinya
masih ada sejumlah oknum pejabat di badan/lembaga publik yang masih nekad untuk
melakukan pembangkangan terhadap ketentuan yang diamanahkan oleh Undang-Undang
Nomor: 14 Tahun 2008, maka ditengarai, cepat atau lambat, satu persatu dari mereka
akan tereliminasi oleh seleksi alam. Bahkan di-indikasikan akan ada yang
tersandung oleh ketentuan pidana seperti yang telah diatur dalam UU KIP Bab XI
Pasal 51 sampai dengan Pasal 57," demikian ungkap Nasruddin.
Sekedar informasi untuk
pengetahuan bersama, perlu dijelaskan juga tentang sejumlah tahapan atau proses
yang akan dilalui untuk sampai kepada hukuman sanksi pidana UU KIP. Namun
sebelumnya, patut dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian dari badan
publik. Berdasarkan penjelasan yang tercantum pada Bab I dan pasal 1 dari
Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),
badan publik yakni sejumlah lembaga pemerintahan yang terdiri dari lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan juga badan lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari pemerintah. Ataupun organisasi non pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pemerintah, dan/atau sumbangan
masyarakat, dan/atau dari luar negeri.
Badan publik yang tidak
mau terbuka dan tidak melayani permintaan informasi, maka sidang sengketa
informasi (ajudikasi nonlitigasi) akan memerintahkan badan publik tersebut
untuk membuka atau memberikan informasinya yang masuk dalam kategori informasi
terbuka dan dapat diakses. Tentunya terlebih dahulu harus melalui proses
permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan oleh publik, baik sebagai
individu, kelompok orang atau organisasi yang memiliki badan hukum.
Proses permohonan penyelesaian
sengketa informasi, dapat dilaporkan ke Komisi Informasi (KI) dengan syarat,
jika sudah melalui tahap-tahap skema waktu tertentu yang telah diatur dalam UU
KIP. Seperti yang tercantum dalam Bab VI yang mengatur tentang mekanisme
memperoleh informasi, pada pasal 21 dan 22, khususnya ayat (7) yang menyatakan
bahwa paling lambat 10 hari kerja sejak diterimanya permintaan informasi dari
masyarakat.
Badan Publik yang
bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis atau menjawab permintaan
tersebut. Selanjutnya ayat (8) menyebutkan bahwa Badan Publik dapat
memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (7), paling lambat 7 hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan
tertulis. Jika permohonan permintaan informasi tidak juga mendapat tanggapan
selama 17 hari kerja, maka pemohon informasi dapat mengajukan keberatan secara
tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) atau
pimpinan Badan Publik yang bersangkutan berdasarkan berbagai alasan seperti
yang tercantum pada pasal 35 ayat (1) dalam Bab VIII yang mengatur tentang
keberatan dan penyelesaian sengketa.
Selanjutnya, pasal 36 ayat
(1) yang menyatakan bahwa keberatan diajukan oleh pemohon informasi publik
dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja dan pada ayat (2) menyatakan
bahwa atasan pejabat memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh
pemohon informasi publik dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak
diterimanya keberatan secara tertulis. Jika semua kurun waktu 10 - 7 - 30
diatas tidak direspon oleh Badan Publik, maka publik (masyarakat) sebagai
pemohon informasi dapat menyengketakannya ke kantor Komisi Informasi.
Apabila Badan Publik yang telah diperintahkan oleh
Komisi Informasi untuk membuka informasinya lewat putusan sidang Ajudikasi
nonlitigasi yang telah inkrah atau setelah melalui proses upaya hukum ke PTUN
dan MK lalu inkrah, tetapi Badan Publik tetap bersikukuh tidak mau
menjalankannya atau memberi informasi ke pemohon, maka tahap selanjutnya
pemohon informasi dapat mengajukan eksekusi ke Pengadilan Umum dengan dasar
dokumen putusan sidang Ajudikasi nonlitigasi Komisi Informasi.
Jika Badan Publik tetap
saja mempertahankan egonya dan tidak mau memberikan informasi yang sudah
diputuskan inkrah sebagai informasi terbuka dan enggan mematuhi perintah
pengadilan, Badan Publik tersebut, maka pemohon informasi (masyarakat) bisa
mengajukan pidana ke pihak kepolisian/Polri. Pada pasal 52 Undang-Undang Nomor:
14 Tahun 2008, disebutkan bahwa Badan Publik yang dengan sengaja tidak
menyediakan, tidak memberikan dan/atau tidak menerbitkan informasi publik yang
wajib diumumkan secara serta merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap
saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008 dan mengakibatkan kerugian
bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).
Demikianlah informasi
tentang tahapan proses yang akan dilalui untuk sampai kepada hukuman sanksi
pidana. Semoga dapat memberikan edukasi dan menambah wawasan kita semua tentang
pentingnya keterbukaan informasi publik. Dengan harapan dapat membantu kita
untuk mengubah pola pikir, tindakan dan sikap kita ke arah penyadaran diri
serta dapat melapangkan hak masyarakat umum/publik untuk tahu akan informasi.
Hal tersebut juga merupakan ibadah.[Zf]