-->

GEMPUR: Terkait Pemecahan Areal HGU PT Parasawita di Seruway, Kenapa Mursil Diam?

11 Februari, 2017, 22.48 WIB Last Updated 2017-02-22T13:15:38Z
ACEH TAMIANG - LSM Gerakan Meusafat Peduli Untuk Rakyat (GEMPUR) mempertanyakan sikap 'aneh' mantan Ka.Kanwil BPN Provinsi Aceh, H. Mursil SH, M.Kn, yang terkesan tidak bersedia (enggan) memberikan hak jawabnya saat dikonfirmasi wartawan terkait permasalahan pemisahan/pemecahan areal perkebunan HGU PT. Parasawita sertifikat nomor: 28, di Desa Tanah Merah, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang.

"Sangatlah aneh jika seorang mantan Ka.Kanwil BPN Provinsi Aceh, Mursil terkesan enggan memberikan hak jawabnya ketika dikonfirmasi wartawan tentang permasalahan pemisahan/pemecahan areal perkebunan HGU PT. Parasawita, di Desa Tanah Merah," ungkap Ketua LSM Gerakan Meusafat Peduli Untuk Rakyat (GEMPUR), Mustafa Kamal kepada LintasAtjeh.com, Sabtu (11/02/2017).  


Menurut Mustafa, seharusnya saat ini adalah moment yang sangat tepat bagi Mursil untuk memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada masyarakat Aceh Tamiang tentang proses pemisahan/pemecahan beberapa areal dilokasi perkebunan atas nama HGU PT. Parasawita, bersertifikat nomor: 83.

Mustafa menegaskan, sebagai Ka.Kanwil BPN Aceh saat itu, Mursil harus berani jujur dan terbuka untuk memberi penjelasan tentang landasan hukum atas proses pemisahan/pemecahan areal perkebunan  HGU atas nama PT. Parasawita, bersertifikat nomor: 83, seluas 300 Hektar yang kabarnya dialihkan untuk perusahaan milik Boy Sati.

Tambahnya, Mursil juga tidak boleh takut membeberkan jelaskan secara transparan  tentang landasan hukum terhadap proses pemisahan/pemecahan areal perkebunan HGU atas nama PT. Parasawita, bersertifikat nomor: 83, seluas 127 Hektar dan 34,1 Hektar (Total: 161,1 Hektar) yang kabarnya telah dialihkan kepada perusahaan PT. Pulau Mantri Makmur.

"Ada dugaan bahwa perusahaan PT. Pulau Mantri Makmur adalah miliknya mantan Ka.Kanwil BPN Aceh, Mursil yang dikelola oleh keluarganya atau anaknya. Oleh karenanya, Mursil tidak boleh membisu dan harus berani bersuara. Sebab, jika benar perusahaan itu milik dirinya wajib terangkan kepada masyarakat Tamiang, tentang dasar hukumnya? Masyarakat juga harus tahu tentang proses amdal, SITU, SIUP, Izin usaha perkebunan serta pajaknya?" papar Mustafa. 

Mustafa turut mengingatkan Mursil bahwa perpanjangan izin HGU PT Parasawita telah melahirkan berbagai hal aneh yang sampai saat ini belum dapat terjawab secara benar oleh sebagian besar masyarakat di Aceh Tamiang, termasuk tentang keputusan aneh pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) Aceh yang mengalihkan izin HGU PT. Parasawita, masing-masing HGU nomor 168/2014 seluas 1.069,3 Hektar, dan HGU nomor 169/2014 seluas 39,3 Hektar kepada PT. Rapala pada 22 April 2014 s.d 30 Desember 2040, sedangkan izin HGU-nya baru berakhir pada 30 Desember 2015.

"Atas nama Ketua LSM GEMPUR, saya ingin menyampaikan kepada mantan Ka.Kanwil BPN Aceh, H. Mursil, SH, M.Kn, bahwa (UU) Undang-Undang No: 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) melindungi hak masyarakat untuk mengajukan permintaan informasi (secara tertulis atau tidak tertulis) dan berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan apabila mendapatkan hambatan atau kegagalan dalam memperoleh informasi publik," demikian pungkas Mustafa Kamal.[Zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini