-->


Banyak Keturunan Raja di Aceh, Kenapa Tidak Jadi Wali Nanggroe?

28 Januari, 2017, 19.39 WIB Last Updated 2017-01-28T15:28:44Z
LANGSA - Sejarah Aceh bukan dimulai oleh Hasan Tiro, disaat ia memproklamirkan Gerakan Aceh Merdeka, namun sejarah Aceh telah berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

Jangan sekali-kali melupakan sejarah yang panjang ini, perjuangan dan pengorbanan para Indatu patut diapresiasi dan mesti terus dilestarikan sebagai warisan bagi generasi masa kini dan masa yang akan datang.

Generasi yang akan datang harus diwarisi dengan kebenaran sejarah, Aceh tidak dimulai oleh perjuangan GAM dibawah kendali Hasan Tiro. Kesalahan ini yang harus diperbaiki dan diluruskan, jika tidak, generasi Aceh mendatang akan membangun sejarahnya sendiri tanpa landasan sejarah yang benar dari para pendahulunya.

"Pada akhirnya generasi ini tidak pernah belajar, justru hanya mengulang-ulang kesalahan yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulunya,“ demikian ditegaskan oleh Sayed Zahirsyah Almahdaly, Direktur Eksekutif Gadjah Puteh kepada LintasAtjeh.com, Sabtu (28/01/2017), di Langsa.

Sayed menambahkan, agar pemerintahan Aceh dan generasi saat ini untuk berhenti melakukan pembodohan sejarah. Karena hal ini dibuktikan dengan adanya Lembaga Wali Nanggroe yang dijabat oleh sosok yang bukan dari garis keturunan Raja Aceh.

Sangat ironi tentunya, padahal keberadaan keturunan raja Aceh masih ada hingga saat ini, namun pemerintah Aceh nyaris menafikannya. Para keturunan Raja Aceh ini masih terdata dan tersebar di beberapa wilayah Aceh, yaitu sembilan keturunan raja, masing-masing dari Kerajaan Pidie, Raja Nagan, Raja Negeri Daya, Raja Pasee, Raja Peurelak, Raja Aceh, Raja Trumon, Raja Tamiang, dan Raja Linge.

Lanjut dia, maka sepahit apapun sejarah harus dikemukakan apa adanya dengan benar. Tidak perlu dibelok-belokkan. Membuka kebenaran sejarah jangan dimaknai sebagai upaya menggetarkan luka lama dan melahirkan dendam, tapi justru harus disikapi secara dewasa agar tidak terjadi kesalahpahaman berkepanjangan.


"Padahal keturunan Raja Aceh masih ada, tapi kenapa Wali Nanggroe yang berkuasa. Wali Nanggroe yang semestiya sebagai pengayom kerukunan seluruh masyarakat Aceh justru menjadi mesin politik golongan tertentu saja. Sehingga lembaga yang tidak jelas fungsinya ini pun terus mendapat kecaman dan tudingan miring dari mayoritas masyarakat Aceh," timpal Sayed.[Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini