LANGSA -
Sejarah Aceh bukan dimulai oleh Hasan Tiro, disaat ia memproklamirkan Gerakan
Aceh Merdeka, namun sejarah Aceh telah berlangsung sejak masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda.
Jangan sekali-kali
melupakan sejarah yang panjang ini, perjuangan dan pengorbanan para Indatu
patut diapresiasi dan mesti terus dilestarikan sebagai warisan bagi generasi
masa kini dan masa yang akan datang.
Generasi yang akan datang
harus diwarisi dengan kebenaran sejarah, Aceh tidak dimulai oleh perjuangan GAM
dibawah kendali Hasan Tiro. Kesalahan ini yang harus diperbaiki dan diluruskan,
jika tidak, generasi Aceh mendatang akan membangun sejarahnya sendiri tanpa
landasan sejarah yang benar dari para pendahulunya.
"Pada akhirnya
generasi ini tidak pernah belajar, justru hanya mengulang-ulang kesalahan yang
sama sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulunya,“ demikian ditegaskan oleh
Sayed Zahirsyah Almahdaly, Direktur Eksekutif Gadjah Puteh kepada
LintasAtjeh.com, Sabtu (28/01/2017), di Langsa.
Sayed menambahkan, agar
pemerintahan Aceh dan generasi saat ini untuk berhenti melakukan pembodohan
sejarah. Karena hal ini dibuktikan dengan adanya Lembaga Wali Nanggroe yang
dijabat oleh sosok yang bukan dari garis keturunan Raja Aceh.
Sangat ironi tentunya, padahal
keberadaan keturunan raja Aceh masih ada hingga saat ini, namun pemerintah Aceh
nyaris menafikannya. Para keturunan Raja Aceh ini masih terdata dan tersebar di
beberapa wilayah Aceh, yaitu sembilan keturunan raja, masing-masing dari
Kerajaan Pidie, Raja Nagan, Raja Negeri Daya, Raja Pasee, Raja Peurelak, Raja
Aceh, Raja Trumon, Raja Tamiang, dan Raja Linge.
Lanjut dia, maka sepahit
apapun sejarah harus dikemukakan apa adanya dengan benar. Tidak perlu
dibelok-belokkan. Membuka kebenaran sejarah jangan dimaknai sebagai upaya
menggetarkan luka lama dan melahirkan dendam, tapi justru harus disikapi secara
dewasa agar tidak terjadi kesalahpahaman berkepanjangan.
"Padahal keturunan
Raja Aceh masih ada, tapi kenapa Wali Nanggroe yang berkuasa. Wali Nanggroe
yang semestiya sebagai pengayom kerukunan seluruh masyarakat Aceh justru
menjadi mesin politik golongan tertentu saja. Sehingga lembaga yang tidak jelas
fungsinya ini pun terus mendapat kecaman dan tudingan miring dari mayoritas
masyarakat Aceh," timpal Sayed.[Red]