IST |
STIGMA pengkhianat sering diucapkan kepada anggota GAM yang berbeda pandangan, pikiran serta pilihan dengan Partai Aceh. Terutama pada saat berlangsung Pemilukada. Status GAM langsung berubah ketika melepaskan sebagai kader partai.
Padahal partai politik hanya bagian intrumen politik yang bernaung di panji perjuangan GAM. Kalau diibaratkan adalah GAM merupakan sebuah rumah sedangkan partai hanya salah satu sekat kamar.
Seingat saya, GAM hanya memiliki pintu masuk yaitu sumpah perjuangan sedangkan pintu keluar hanya mati syahid atau menyerah kepada musuh atau penjajah.
Ada deretan petinggi dan anggota GAM berbeda pikiran dan pilihan seperti Bakhtiar Abdullah, Nur Djuli, Munawar Liza, Sofyan Dawood, Tgk. Nashiruddin Bin Ahmad, Abu Sanusi, dr. Zaini, Zakaria Saman, Irwandi, Nek Tu, Abu Syik di Pidie dan banyak lainnya.
Perbedaan pandangan dan pilihan tentu ada alasan kuat, apakah mereka tidak sepaham dengan partai atau pimpinan partai tidak bijak, cari tahu apa alasannya?
Penulis : Masri Djafar (Mantan Aktivis Front Pemuda Mahasiswa Anti Kekerasan Aceh Timur)