ACEH TAMIANG - Enam bulan lalu, tepatnya bulan Juni 2016, mencuat kabar bahwa Datok Penghulu Kampung Paya Awe, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, bernama Edi Junaidi, didesak mundur oleh masyarakat setempat karena terindikasi melakukan kejahatan penyalahgunaan wewenang, pada saat pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran (TA) 2015.
Kepada LintasAtjeh.com, pada tanggal 16 Juni 2016 lalu, sejumlah perwakilan masyarakat Kampung Paya Awe, yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Pengawas Korupsi Republik Indonesia (LSM-KPK RI) Provinsi Aceh, meminta untuk mempublikasikan tentang indikasi kejahatan datok Edi Junaidi terkait perilaku dirinya yang telah semena-mena mengelola ADD TA 2015.
Saat itu, para perwakilan masyarakat tersebut juga menegaskan bahwa mereka akan segera melaporkan indikasi kejahatan korupsi yang dilakukan oleh datok Edi Junaidi pada saat pengelolaan ADD TA 2015, yang dikerjakan tanpa melibatkan partisipasi pihak masyarakat, tidak ada fungsi pengawasan, dan juga tanpa adanya laporan laporan tertulis.
Data yang dihimpun LintasAtjeh.com, pada saat digelar acara musyawarah kampung untuk menyelesaikan permasalah 'damai' atas segala indikasi kejahatan Datok Paya Awe, yang saat itu juga dihadiri oleh Camat Karang Baru, ada kesan bahwa penyelesaiannya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat Kampung Paya Awe. Bahkan sejumlah masyarakat yang sebelumnya terlihat sangat bersemangat menuntut keadilan atas doda datok Edi Junaidi, saat acara musyawarah tersebut sudah membisu dan tidak lagi berkoar.
Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin, pada saat mengikuti acara diskusi bersama, membedah tentang upaya pencegahan terhadap penyimpangan ADD, di Posko LembAhtari, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, Jum'at (30/12/2016), mengatakan bahwa dirinya merasa prihatin terhadap proses penyelesaian kasus Datok Kampung Paya Awe, karena terkesan tidak bermartabat, juga kurang membawa mamfa'at bagi para masyarakat serta kampung tersebut.
"Menurut saya, salah satu konsep yang bermartabat untuk penyelesaian damai terhadap indikasi kejahatan besar yang dilakukan Datok Paya Awe, yakni harus membuat pernyataan tertulis, yang ditanda tangani di atas materai 6000. Datok tersebut harus berani mengakui bahwa dirinya telah bersalah terhadap masyarakat, kampung dan negara, serta wajib meminta ma'af, juga harus mengembalikan seluruh kerugian negara yang disebabkan oleh dirinya. Jika bukan konsep seperti itu yang dijalankan, maka percayalah bahwa semakin hari akan semakin bertambah kasus di Kampung Paya Awe," demikian kata Ketua FPRM, Aceh.[Zf]