BANDA
ACEH - Kepala Ombudsman RI Aceh, Dr. Taqwaddin merujuk pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012
menegaskan bahwa tidak boleh ada pungutan apapun di sekolah.
Senada dengan ketentuan di
atas, dalam Pasal 7 ayat (1)c Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan, juga tegas ditentukan bahwa setiap penduduk Aceh
berhak mendapat pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut biaya operasional
sekolah untuk usia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Ini
artinya, sama dengan wajib belajar 12 (dua belas) tahun, yaitu dari sekolah
dasar hingga menengah atas adalah tanpa pungutan biaya apapun.
Pungutan menurut ketentuan
Permendikbud tersebut adalah penerimaan biaya pendidikan berupa uang dan/atau
barang/jasa yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung
bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu yang pemungutannya ditentukan
oleh satuan pendidikan dasar.
Kepala Ombudsman RI Aceh
yang juga Ketua Pokja Pencegahan Satgas Saber Pungli Aceh mempertanyakan
mengapa dana pendidikan Aceh yang demikian besar tidak banyak menetes ke
sekolah/madrasah, sehingga bagi sekolah/madrasah tertentu yang ingin memberikan
pelayanan optimal harus melakukan pungutan-pungutan, yang sebetulnya tidak
dibenarkan, alias pungli.
“Kemana dana besar
tersebut mengalir? Mengapa dana besar tersebut belum relevan menaikkan
peringkat mutu guru dan mutu peserta didik kita?” ungkap Taqwaddin dalam
pertemuan konsultasi antara para kepala
madrasah di Banda Aceh dengan Ombudsman RI Aceh di Lamgugob, Rabu (30/11/2016).
Dr. Taqwaddin yang
didampingi oleh Asisten Ombudsman M Fadhil Rahmi dan Ayu Parmawati, menegaskan
bahwa adanya Satuan Saber Pungli harus menjadi motivasi bagi kepala
sekolah/madrasah untuk makin giat melakukan pelayanan pendidikan dengan
efesiensi anggaran. Terhadap kebutuhan pembiayaan pendidikan yang tidak
tercover dengan dana BOS dan anggaran DIPA madrasah, Kepala Ombudsman Aceh
menawarkan solusi agar meminta sumbangan kepada wali murid, alumni, atau warga
masyarakat yang menaruh peduli pada sekolah/madrasah tersebut.
“Sumbangan berbeda dengan
pungutan,” jelas Taqwaddin, sembari menambahkan bahwa yang dilarang adalah
melakukan pungutan sedangkan meminta sumbangan tidak dilarang. Karena sumbangan bersifat suka rela, tidak memaksa,
tidak mengikat, dan jumlahnya tidak ditentukan. Jadi silahkan para kepala
sekolah/madrasah melakukannya asal dapat dipertanggungjawabkan secara transparan,
akuntabel, dan tidak meminta sumbangan terhadap pos anggaran yang telah
ditanggung oleh dana BOS.
Dia menegaskan agar pihak
sekolah/madrasah segera hentikan alias stop segala macam pungutan yang bersifat
memaksa, mengikat, dan menentukan dalam jumlah tertentu.
"Jangan sampai para
kepala madrasah menjadi sasaran OTT dari Satgas Saber Pungli," pungkas
kepala Ombudsman Aceh yang diamini oleh Kepala Kankemenag Kota Banda Aceh, Drs.
Amiruddin, MA.[Rls]