-->

Ombudsman RI Aceh: Stop Pungli di Sekolah

02 Desember, 2016, 01.37 WIB Last Updated 2016-12-01T19:55:49Z
BANDA ACEH - Kepala Ombudsman RI Aceh, Dr. Taqwaddin merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012 menegaskan bahwa tidak boleh ada pungutan apapun di sekolah.

Senada dengan ketentuan di atas, dalam Pasal 7 ayat (1)c Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, juga tegas ditentukan bahwa setiap penduduk Aceh berhak mendapat pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut biaya operasional sekolah untuk usia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Ini artinya, sama dengan wajib belajar 12 (dua belas) tahun, yaitu dari sekolah dasar hingga menengah atas adalah tanpa pungutan biaya apapun.

Pungutan menurut ketentuan Permendikbud tersebut adalah penerimaan biaya pendidikan berupa uang dan/atau barang/jasa yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu yang pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.

Kepala Ombudsman RI Aceh yang juga Ketua Pokja Pencegahan Satgas Saber Pungli Aceh mempertanyakan mengapa dana pendidikan Aceh yang demikian besar tidak banyak menetes ke sekolah/madrasah, sehingga bagi sekolah/madrasah tertentu yang ingin memberikan pelayanan optimal harus melakukan pungutan-pungutan, yang sebetulnya tidak dibenarkan, alias pungli.

“Kemana dana besar tersebut mengalir? Mengapa dana besar tersebut belum relevan menaikkan peringkat mutu guru dan mutu peserta didik kita?” ungkap Taqwaddin dalam pertemuan  konsultasi antara para kepala madrasah di Banda Aceh dengan Ombudsman RI Aceh di Lamgugob, Rabu (30/11/2016).

Dr. Taqwaddin yang didampingi oleh Asisten Ombudsman M Fadhil Rahmi dan Ayu Parmawati, menegaskan bahwa adanya Satuan Saber Pungli harus menjadi motivasi bagi kepala sekolah/madrasah untuk makin giat melakukan pelayanan pendidikan dengan efesiensi anggaran. Terhadap kebutuhan pembiayaan pendidikan yang tidak tercover dengan dana BOS dan anggaran DIPA madrasah, Kepala Ombudsman Aceh menawarkan solusi agar meminta sumbangan kepada wali murid, alumni, atau warga masyarakat yang menaruh peduli pada sekolah/madrasah tersebut.

“Sumbangan berbeda dengan pungutan,” jelas Taqwaddin, sembari menambahkan bahwa yang dilarang adalah melakukan pungutan sedangkan meminta sumbangan tidak dilarang. Karena  sumbangan bersifat suka rela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan jumlahnya tidak ditentukan. Jadi silahkan para kepala sekolah/madrasah melakukannya asal dapat dipertanggungjawabkan secara transparan, akuntabel, dan tidak meminta sumbangan terhadap pos anggaran yang telah ditanggung oleh dana BOS.

Dia menegaskan agar pihak sekolah/madrasah segera hentikan alias stop segala macam pungutan yang bersifat memaksa, mengikat, dan menentukan dalam jumlah tertentu.

"Jangan sampai para kepala madrasah menjadi sasaran OTT dari Satgas Saber Pungli," pungkas kepala Ombudsman Aceh yang diamini oleh Kepala Kankemenag Kota Banda Aceh, Drs. Amiruddin, MA.[Rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini