-->


Membudayakan Memakai Sarung dan Berpeci Ketika Shalat

16 Desember, 2016, 04.37 WIB Last Updated 2016-12-15T23:29:09Z
IST
AJARAN agama Islam pertama kali datang ketika pedagang arab berlabuh di pesisir pantai Sumatera yang terletak disekitar wilayah Lhoksmawe, Aceh Utara. Ajaran agama Islam meluas melalui perkawinan, pendidikan serta perdagangan. Kemudian berdiri sebuah kerajaan yang dikenal sebagai Kerjaan Islam pertama di Nusantara bernama Kerajaan Samudera Pasai. Raja-Raja yang memerintah diantaranya adalah Sultan Malik al Saleh dan Sultan Malik al Tahir.

Kerajaan Samudera Pasai ini mengalami kejayaan sekitar abad 13 diantaranya di masa pemerintahan Malikul Saleh. Kerjaaan ini sangat banyak mempengaruhi kebudayaan dan tata cara kehidupan di Aceh pada khususnya serta Indonesia pada khususnya. Kerajaan ini juga meninggalkan berbagi artefak dan seni budaya.

Setelah menurunnya kejayaan kerajaan Samudera Pasai tersebut, muncul pula satu kerajaan Islam baru yang bernama Kerajaan Aceh Darussalam yang berdiri di Kutaraja. Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda dengan masa kejayaan yang gemilang sampai ke Malaysia dan mempunyai hubungan baik dengan Turki, Inggris dan negara lainnya.

Pada masa kerajaan Aceh Darussalam ini pula, mulailah timbul budaya melayu di Aceh, dikarenakan kerajaan ini meningkatkan hubungan dengan bangsa Arab bai perdagangan, pernikahan sampai kepada maslah ilmu pengetahuan. Dan wilayah kerajaan Aceh Darussalam ini meliputi beberapa daerah di Malaysia seperti Pahang. kedua cara hidup itu diadopsi kedalam kehidupan masyarakat Aceh sehingga masyarakat Aceh pada saat itu sangat identik dengan Arab dan Melayu.
Membudayakan pakaian bersarung dan memakai peci ketika melaksanakan shalat dalam momentum keistimewaan Aceh dan kejayaan Aceh di masa lampau. 
Dengan sebab adanya dua kerajaan diatas, maka sangat wajar di Provinsi Aceh kental dengan ajaran Agama Islam mulai dari adanya kerajaan, masa penjajahan hingga sekarang. Aceh sekarang masih sangat kental dengan budaya Arab dan Melayu dengan cara hidup yang khas keIslamannya.

Melihat Aceh yang pernah berduka atas Konflik berkepanjangan dan bencana Tsunami yang menimpa, Aceh harus bisa bangkit dari duka yang telah menimpa itu dan menatap Aceh yang gemilang di masa yang akan datang, mengingat Aceh ini pernah berdiri dua kerajaan Islam yang berjaya.

Suatu kebanggan tersendiri tentunya bagi masyarakat Aceh, bahwa di Aceh pernah berdiri kerajaan Islam yang berjaya dan Aceh juga menjadi tempat berdirinya pertama sekali kerajaan Islam. Mengingat dimana bukan hanya Indonesia sendiri yang mengakui kentalnya Islam di Aceh, akan tetapi dunia juga mengakui kentalnya Islam di Aceh.

Di Aceh sendiri diberi keistimewaan oleh negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta kekhasan Islam seperti pelaksanaan Syariat Islam. Sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh tahun Nomor 11 tahun 2006 atas hasil dari MoU Helsinki yang ditandatangani oleh wakil Indonesia dan wakil Aceh.

Masyarakat Aceh sekarang setelah Konflik, Tsunami dan MoU Helsinki sudah mulai menatap masa depan yang menjanjikan baik dari segi pembangunan ekonomi maupun sumber daya manusia. Sebagaimana yang telah kita lihat bagaimana sarana prasarana Insfrastuktur yang mulai membaik serta senyum yang cerah masyarakat Aceh dalam kehidupan sosial dan kehidupan beragama.

Pemuda-pemudi masyarakat Aceh saat ini bisa tersenyum lagi setelah pernah meraskan duka yang menimpa, dengan semangat yang tinggi dan cita-cita yang tulus pemuda-pemudi Aceh kini sedang berjuang menuju Aceh di masa yang akan datang dimana merekalah yang akan mengendalikannya dikemudian hari. Dengan harapan bahwa pemuda-pemudi Aceh membanggakan diri karena tinggal di provinsi yang istimewa dan dengan Islam yang kental, maka Aceh dimasa yang akan datang sangat menjanjkan.

Pemuda-pemudi Aceh yang pada kenyataannya berada dibawah aturan Syariat Islam diharapkan dapat menjalankan aturan itu dengan bangga. Karena ini merupakan keistimewaan bagi daerah dan bagi umat muslim Aceh pada khususnya. Dengan melaksanakan aturan ini, pemuda-pemudi Aceh dapat lebih terjaga dari pengaruh global yang semakin menantang dan tentunya dengan melaksanakan aturan ini akan menjadikan pemuda-pemudi Aceh semakin mantap dalam meningkatkan keIslaman di daerahnya ditengah tantangan global.

Perkembangan global yang sangat pesat sekarang ini dikhawatirkan nantinya akan mengambil habis budaya dan cara pandang hidup di Aceh sehingga kekhasan Aceh itu sendiri pun hilang dan hanya menjadi sejarah saja. Oleh karena itu, pemuda-pemudi Aceh sebagai generasi penerus harus bisa mengendalikan diri dengan cara memfilter perkemabangan global itu, agar jangan sampai mempengaruhi secara buruk. Mengingat sekarang pengaruh global berimbas pada cara hidup masyarakat Aceh seperti cara berpakaian, penggunaan teknologi dan pemikiran barat serta lain sebagainya.

Ekstrimnya, jika nanti anak keturunan kita sudah mulai hidup dengan cara barat bagaimana dengan keIslman mereka?. Inilah yang kemudian seharusnya dipertimbangkan sejak dini, agar kemudian kekhasan Aceh (Islam) itu sendiri bertahan lama dan tidak tergoyahkan oleh perkembangan zaman yang ada. Memang benar, kita harus mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi harus lebih teliti dalam memahaminya sebelum mengadopsi kedalam kehidupan.

Karena ditakutkan nantinya perkembangan zaman ini juga akan berimbas kepada tata cara kehidupan beragama, mulai dengan munculnya pemikiran baru yang sekuler, liberal dan pemikiran yang salah lainnya. Bagaimana tidak, hal itu memungkinkan sekali karena dicampuri dengan urusan keduniawian yang berkepentingan.

Alangkah baiknya, pemuda-pemudi Aceh menerapkan ajaran Islam sesuai dengan budaya khas daerahnya disamping tentunya sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pemuda-pemudi itu harus bisa sejak dini mulai tekun dan tulus dalam menjaga budaya dan kehasan Aceh itu sendiri secara berkelanjutan sampai ke generasi selanjutnya.

Tidak bisa dipungkiri sekarang ini, masih banyak kita temui pemuda-pemudi Aceh yang ternyata juga masih melanggar aturan Syariat Islam seperti tidak memakai jilbab, main judi, mabuk-mabukan, pacaran dan pergaulan bebas lainnya. Ini menjadi koreksi bahwa masih kurangnya penekanan dan/atau kesadaran Pemerintah, Masyarakat Aceh dan pemuda-pemudi Aceh pada khususnya, hal ini mengatakan bahwa kualitas keIslaman di Aceh mulai sudah merosot.

Karena kualitas keIslaman yang merosotkan memungkinkan menimbulkan paham-paham yang mudah diserap kerana paham tersebut sejatinya memburu pemuda-pemudi yang sedang dalam masa pencarian jati diri dan pemahaman. Sebagai suatu tuntutan, pemuda-pemudi harus lebih memahami Al Qur’an dan Sunnah dengan diajarkan dari guru-guru yang dapat di percaya.

Kita dapat melihat hal-hal buruk yang terjadi dalam pengaplikasian Islam sekarang ini di masyarakat seperti bermunculan berbagai aliran-aliran radikal, jika pemuda-pemudi tidak memahami dan apatis terhadap Islam ini memungkinkan akan mengenainya secara tidak sadar.

Paham radikal dan paham sekuler merupakan suatu hal yang sangat ditakutkan menimpa masyarakat khususnya pemuda Aceh, karena ini merupakan paham yang sangat bertentangan dengan Agama dan Negara. Disamping, paham ini sekarang sangat mudah hadir ditengah-tengah masyarakat. Dan sekali lagi, Islam harus berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah.

Mengingat budaya Arab-Melayu dan kekhasan Islam di Aceh, sekarang ini sangat jarang kita menemui pemuda yang bersarung dan memakai peci ketika hendak Shalat, dan ini terjadi bukan hanya di kota saja akan tetapi sampai ke desa-desa. Ini merupakan suatu penurunan cara hidup di suatu masyarakat Aceh yang terkenal dengan Arab-Melayu nya. Bagaiman tidak, bersarung dan memakai peci itu suatu cara berpakaian ketika hendak Shalat yang sudah sangat lama ada di Aceh.

Ketika cara berpakaian hendak Shalat ini sudah mulai berubah, sudah barang tentu begitu juga dengan cara berpakaian dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang akan menjadi salah satu tolak ukur atas khas keIslaman di Aceh itu sendiri. Sehingga, lambat laun memungkinkan keIslaman di Aceh itu berubah kearah yang lebih liberal.

Lihatlah, betapa sejuknya dalam pandangan ketika setiap waktu azan, para pemuda-pemudi menuju masjid khususnya pemuda dengan pakaian yang khas dengan Aceh (bersarung dan memakai peci). Suatu pemandangan yang sangat didambakan para orang tua terhadap anaknya yang telah baligh pemandangan yang diharapkan guru terhadap murid. Sekali lagi yang harus selalu di ingat, Aceh khas dengan Islam dan itu sudah lama. Orang tua kita terdahulu telah berupaya mempertahankan kekhasan itu dan menjadi tanggung jawab kita sebagai generasi pada saat sekarang ini. Pemandangan seperti itu sangat memungkinkan, mengingat Aceh adalah provinsi yang kental dengan Islam. Namun kembali kepada pemuda-pemudi, apakah mereka bisa menerapkan atau menganggap itu hanya budaya orang terdahulu dan tampak ketinggalan zaman.

Jika pemuda-pemudi selalu mengingat khas keIslaman di Aceh dan bangga atas hal itu, maka sangat mudah pula pemuda-pemudi menerapkan dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika pemuda-pemudi itu merasa bangga namun sangat sulit untuk menerapkan ini merupakan tantangan bagi pemerintah. Namun jika pemuda-pemudi itu apatis bahkan merasa terganggu dengan kekhasan keIslaman itu, maka ini merupakan suatu kecelakaan di Aceh dan menjadi tugas keras dari pemerintah pada umumnya dan Orang Tua pada khususnya.

Dengan penerapan budaya bersarung dan memakai peci ketika hendak shalat bagi masyarakat Aceh dan khususnya pemuda akan menghasilkan budaya yang elook dan kuat dalam ciri khas. Sehingga, walaupun pemuda-pemudi Aceh hidup di zaman modern ini tetap terjaga budaya dan kekhasan Islamnya. Dan nanti dikemudian hari akan mempengaruhi masa depan Aceh.

Alangkah bangganya kita, jika ciri khas dengan tulus di laksanakan makan akan terjaga pula keistimewaan dan menjadi rujukan daerah lain dalam mendambakan kehidupan seperti itu. Karena ketulusan kita itu nantinya pasti membuahkan hasil yang manis yang dapat dirasakan sampai kapanpun. Ini masalah agama dan budaya, domana pastinya sangat berpengaruh juga dengan ekonomi, politik dan sosial yang sekarang ini tampak tidak baik.

Dengan melihat negara Brunei Darussalam sekarang ini, seharusnya dapat menjadi contoh kita dalam mengaplikasikan Islam. Dimana Melayu sangat kuat dan terjaga sampai sekarang ini di era modern, tanpa harus ketinggalan teknologi, ilmu pengetahuan dan persaingan global. Tanpa harus malu, Brunei Darussalam itu layak menjadi contoh bagi Aceh dalam membangun suatu daerah yang maju dan berjaya dari sektor ekonomi, sosial dan budaya.

Oleh karena itu, mulai dari sekarang pemerintah, masyarakat dan pemuda-pemudi harus lebih menenakankan kembali ciri khas derah Aceh ini yaitu islam. Mulai dari hukum, ilmu pengetahuan, pengenalan budaya sampai kepada budi pekerti agar Aceh dimasa yang datang akan lebih gemilang sesuai dengan harapan. Karena generasi yang baik akan menghasil generasi yang lebih baik pula.

Islam di Aceh ini merupakan kebanggan kita bersama, dan menjaganya adalah tugas kita bersama. Jangan karena pusat sudah memberi keistimewaan lantas kita langsung menganggap itu tanpa penjagaan yang khusus dari penduduk setempat. Sekali lagi, Aceh daerah istimewa yang sudah barang tentu banyak daerah ingin seperti Aceh.

Kejayaan kerajaan Islam yang pernah berdiri di Aceh akan bisa terjadi lagi dimasa yang akan datang, jika kita selalu mengingat sejarah dan mengenal kekhasan yang kita miliki. Pemuda-pemudi sebagai generasi yang sangat besar pengaruhnya atas kejayaan aceh yang lebih gemilang. Bangunlah Aceh dengan mentaati aturan yang ada dan berbuat lebihlah dalam membnagunnya dengan cara mencintai dengan tulus daerah itu sendiri, sehingga tidak ada kesempatan pengaruh buruk lain yang datang melanda.

Penulis: Suhardin (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini