-->


Harapan Rakyat Aceh Singkil Untuk Pemimpin Kedepan

31 Desember, 2016, 14.41 WIB Last Updated 2016-12-31T07:41:23Z


KABUPATEN Aceh Singkil merupakan Kabupaten satu-satunya daerah tertinggal dan termiskin di Provinsi Aceh yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.

Aceh Singkil yang sudah berdiri selama 17 tahun, belum mampu bersaing dengan kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi Aceh. Dibandingkan dengan Kota Subulussalam, Aceh Singkil sangat jauh ketinggalan dilihat dari perekonomian masyarakat,  sumber daya manusia, sarana dan prasarana,  kemampuan keuangan daerah, serta aksesibilitas dan karakteristik daerahnya. Kota ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007, pada tanggal 2 Januari 2007. Merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil.

Dikeluarkannya PP No.131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019, timbul pertanyaan. Selama 17 tahun Aceh Singkil telah mandiri, kemana program pemerintahnya?

Aceh Singkil juga merupakan salah satu daerah rawan bencana khususnya banjir. Menurut M. Nur, penulis kutip dari laporan Dede Rosadi kepada Serambi, 6 november 2015 lalu. Potensi terjadinya banjir yang sangat parah disejumlah daerah, termasuk Aceh Singkil, itu terjadi karena banyaknya pengalihan lahan basah kelahan kering, menyangkut dengan wilayah pesisir yang merupakan lahan basah.

Saat ini belasan perusahaan kelapa sawit telah beroperasi di Kabupaten Aceh Singkil yang memakan lahan puluhan ribu hektar, sehingga Aceh Singkil menjadi daerah monokultur sawit. Menurut Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, M. Nasir, keberadaan perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil dapat merusak hutan rawa gambut. Mengingat ada perusahaan yang menanam kelapa sawit di hutan rawa gambut tersebut.

Aceh Singkil yang meliputi 11 kecamatan, 16 kemukiman, dan 120 desa, yang luasnya sekitar 1.857,88 kilometer persegi. Dari luasan tersebut, termasuk di dalamnya kawasan lindung, taman wisata alam, dan suaka margasatwa rawa Singkil. Sebagaimana yang dituturkan M. Natsir, sebanyak 36,65% lahan telah digunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Al-Hasil, Aceh Singkil yang dulunya banjir setahun 2 kali, saat ini bisa menjadi 5 kali dalam setahun.

Keberadaan perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil, bukan hanya memberikan potensi rawan banjir, namun kerap kali melahirkan Konflik sengketa lahan, antara masyarakat dengan Perusahaan. Pertanyaannya, Bagaimana Proses ijin HGU perusahaan di Kabupaten Aceh Singkil?

Secara teori, keberadaan perusahaan kelapa sawit di Aceh Singkil dapat membantu pertumbuhan prekonomian daerah, juga mengurangi pengangguran di Aceh Singkil. Namun sangat disayangkan hal ini tidak sesuai dengan penetapan PP No. 131 tentang penetapan daerah tertinggal dan termiskin. Masyarakat singkil, ibarat pepatah “Itik berenang, mati kehausan”.

Harapan rakyat Aceh Singkil untuk pemimpin kedepan periode 2017-2022

Dikeluarkannya PP No. 131 tentang  penetapan daerah tertinggal dan termiskin, ini menjadi PR yang sangat besar untuk pemerintah kedepannya. Kami yakin program-program yang dituangkan dalam visi-misi para kandidat, adalah program yang pro kepada rakyat. Dan kami yakin juga para kandidat adalah orang-orang pilihan, cendikiawan, orang yang amanah dan taat pada agama.

Harapan kami, program yang telah disusun dapat terealisasi dengan baik. Sehingga rakyat Aceh Singkil, betul-betul makmur dan sejahtera. Sehingga bebas dari pengangguran dan kemiskinan.

Harapan kami juga, masyarakat yang berada di daerah aliran sungai rawan terhadap bencana banjir, agar dapat diperhatikan dengan serius. Mengingat banjir yang sering terjadi menimbulkan kerugain-kerugian yang sangat besar. Mulai dari memakan korban dan kegagalan panen terhadap petani padi yang ada di Aceh Singkil.

Kami juga berharap kepada pemimpin kedepan, dalam proses ijin HGU perusahaan kelapa sawit yang ada di wilayah Aceh Singkil, agar diproses dengan benar dan pertimbangan-pertimbangan yang cukup matang. Sehingga kehadiran perusahaan tidak menimbulkan bencana bagi rakyat Aceh Singkil.

Penulis: Salihuddin Manik, SH (Alumni Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum, Prodi Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini