IST |
BANDA ACEH - Pelaksana
Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo akhirnya mengeluarkan Pergub
penetapan APBA 2017 pada Jumat (30/12/2016)
petang. Penetapan Pergub Aceh dilakukan setelah pagi dini hari tepat pukul
01.30 WIB, Plt Gubernur membaca Scedule pembahasan R-APBA yang dikirim oleh
Sekretaris Dewan DPRA ternyata sangat signifikan perbedaannya dengan apa yang
ditawarkan oleh Pemerintah Aceh sebelumnya.
Scedule ditetapkan
Legislatif dimulai tanggal 28 Desember 2016 hingga tanggal 25 Januari 2017 dan
bila diakumulatifkan jumlah harinya 20 hari, ironisnya itu baru penetapan
KUA-PPS, belum lagi rapat komisi, pembahasan dan sebagainya, sedangkan roundown
shedule yang diajukan Eksekutif dimulai pada tanggal 20 Desember 2016 hingga 7
Januari 2017 atau akumulatif hari yaitu
19 hari APBA 2017 sudah diparipurnakan untuk pengesahan. Paradigma ini
terhitung sejak KUA-PPS diserahkan tertanggal 19 Desember 2016.
“Makanya tidak ketemu, yang
satu sisi punya itikad baik untuk percepatan, yang satu sisi seperti punya
nawaitu (niat_red) melegalkan pelalaian pembahasan dengan berbagai argumentatif
yang tidak rasional,” demikian informasi Plt Gubernur Aceh yang diterima LintasAtjeh.com,
Sabtu (31/12/2016).
Kata dia, pada mulanya
kesepakatan pengesahan APBA 2017 adalah tanggal 31 Des 2016. dan hal ini tentu
sangat memungkinkan karena pada dasarnya semua konsep perencanaan sudah
disiapkan oleh Pemerintah Aceh (Eksekutif_red) seperti KUA-PPS dan RAK dan
lain-lain yang urgensi serta data-data terkait yang relevansi dengan R-APBA. Bahkan
saya sudah mengintruksikan para pimpinan SKPA dan Tim TAPA untuk tidak ada yang
keluar dari daerah selama masa pembahasan R-APBA 2017.
Upaya yang mendekati
kesempurnaan ini semata-mata kami laksanakan kerena itikad baik kami selaku Pemimpin
Eksekutif untuk merubah image Provinsi Aceh dimata Pemerintah Pusat, bahwa
Eksekutif dan Legislatif (stakeholders Pemerintah Aceh) mampu melaksanakan dan
melakukan pembahasan APBA, tepat pada waktu yang telah dideadlinekan.
Sehingga pada Minggu
pertama bulan Januari 2017 sudah bisa diimplementasikan Qanun APBA 2017 serta
Realiasi salah satu dengan indikator pelaksanaan Tender/Pelelangan
(Program-Program) Pemerintah yang sangat urgensi dan mendesak bisa diterapkan.
Kami tidak mau rakyat Aceh terus terpuruk dalam keadaan ekonomi yang tidak
menentu, dan para korban banjir musiman dimana setiap tahun di Zona Wilayah
Barat Selatan, Kabupaten Aceh Jaya hingga ke Kabupaten Singkil, dapat keluar
dari Bencana Banjir langganan setiap tahun. Salah satu program kami adalah
melakukan usaha pecegahan banjir selanjutnya yaitu dengan teknis meliputi pengerukan
kuala yang dangkal, pembuatan jembatan yang rusak akibat banjir serta hal-hal
yang terkait infrastuktur pendukung lainnya yang mendesak di lapangan.
Dan seperti yang kita
ketahui, bencana gempa bumi di Pidie Jaya 7 Desember 2016 telah meluluhlantakkan
infrastruktur, rumah rakyat, sekolah, pesantren, kantor pemerintah, jalan,
irigasi, dan berbagai fasilitas publik lainnya, yang memanggil kita untuk
melaksanakan program secara cepat, tepat dan terukur, agar duka para keluarga
korban yang telah berpulang tidak larut dan berkepanjangan, dan generasi
penerus bangsa, pesantren serta sekolah sekolah bisa segera mempunyai tempat
pendidikan yang layak dan standar.
Dan salah satu keuntungan
Aceh mengesahkan Qanun APBA 2017 tepat waktu, tentu akan terhindar dari SILPA
pada setiap akhir tahun, kurun waktu 13 tahun belakangan ini Aceh terus
mengalami SILPA anggaran.
Padahal bila mitra kami di
Legislatif (DPRA_red) menghilang interest yang tak patut, dan APBA disepakati akhir
Desember 2016. Tentu pada bulan Februari 2017 sudah dapat dimulai pelaksanaan
dan merealisasikan program-program pemerintah yang pro rakyat.
“Tetapi tidak bisa
dipungkiri, setiap insan personal tentu mempunyai target dan tujuan-tujuan
tertentu, ambisi dan tak terbantahkan kepentingan-kepentingan lain yang
seharusnya kita kesampingkan. Sehingga fakta sekarang, rakyat Aceh melihat
bahwa Qanun APBA 2017 yang sangat dinantikan untuk mengenjot perekonomian,
tidak bisa terbahas sesuai roundown yang diajukan Eksekutif dan tentu atas
kesepakatan Legislatif,” beber Soedarmo.
Dan kami telah mempelajari
scedule yang disusun oleh DPRA terlalu panjang memakan durasi waktu, yang
seharusnya bisa lebih diefisienkan. Maka dengan terpaksa kami di Pemerintah
Aceh dengan ini menyatakan "Dengan Tegas Menolak". Maka dengan itu, mutatis
mutandis akan Deadlock, atau dengan kata lain, roundown waktu saja kita tidak
ada titik temu, belum lagi bicara lebih dalam terhadap komposisi R-APBA itu
sendiri.
Tanpa mengesampingkan peran
dan maha karya teman-teman di DPRA periode 2014-2019 dengan terhadap
Qanun-Qanun Aceh, dari hati yang paling dalam kami sampaikan, kami akan
melakukan pilihan terakhir yaitu menetapkan "Peraturan Gubernur (Pergub)
terhadap APBA 2017".
“Jujur kami haturkan, kami
lelah serta menguras energi dan waktu yang tidak sedikit untuk negosiasi, dan
kami juga sudah sangat Toleran terhadap dinamika tarik ulur yang diperankan
anggota Dewan yang terhormat di DPRA demi kesepakatan pembahasan ini,” sebutnya.
Coba bayangkan jika scedule
DPRA saya ikuti, kapan akan diselesaikan, dan pasti program baru bisa
direalisasikan pada bulan Maret atau bahkan April 2017. Kasihan rakyat Aceh setiap
awal tahun harus menanggung beban atas tidak keseriusan para pihak pemerintahan
dan ikut merasakan penderitaan dengan kondisi yang tak seharusnya terjadi
seperti ini. Dan pola pengkavlingan pembangunan yang terbungkus dengan Zona
Aspiratif tentu Kontraproduktif dengan adanya Musrenbang, yang dimulai dari
tingkat kecamatan, kabupaten hingga provinsi. Dan ini berpotensi mengelompokkan
rakyat Aceh yang tersentuh APBA, pada Undang Undang menjamin uang rakyat adalah
Hak Rakyat secara integral dan holistik (menyeluruh).
“Harapan kami sebagai Plt
Gubernur Aceh bisa merubah kebiasaan keterlambatan dalam penetapan R-APBA,
setelah dibahas tepat waktu pada 13 tahun dulu. Bayangkan hampir 13 tahun lebih
tidak punya titik temu, dan dalam hati dan pikiran kami, terus bertanya. Kita
ini bekerja untuk siapa? Untuk personal? Atau komunal rakyat Aceh secara komperehensif,”
terang Soedarmo.
Dan sekali lagi kami
tegaskan bahwa kami tidak punya kepentingan pribadi atau kepentingan politik
apapun. Kami disini ada dan berada karena perintah undang-undang, dan
melaksanakan rutinitas dan terobosan pemerintahan sesuai dengan regulasi yang
berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, agar
pelaksanaan program-program SKPA tidak tertinggal larut oleh waktu dan masa
tahapan realisasi, terlambat dalam pembangunan serta tidak dapat terealisasikan
dan ujung-ujungnya SILPA yang merugikan rakyat Aceh.
Maka dengan hati yang
berat, kami mengambil keputusan, dan semoga ini diridhai oleh Allah SWT, hanya
semata-mata demi rakyat Aceh. Penetapan APBA 2017 ini akan ditetapkan melalui
"PERATURAN GUBERNUR".
“Sekali lagi, semoga
teman-teman mitra saya di Legislatif dapat memahami keputusan berat dan sulit
ini. Langkah konkret Penetapan APBA 2017 melalui Pergub, diambil dengan telaah
yang rinci, dan kajian yang mendalam. Dan amanah aturan peraturan perundang-undangan
dan tentu atas desakan rakyat Aceh, stakeholders tokoh-tokoh Aceh yang pro pembangunan,
serta para pemangku kepentingan yang prihatin dengan kondisi rakyat sekarang
ini. Dan sebagaimana kita ketahui sumber perekonomian Aceh transisi konflik pasca
rehab rekon tsunami adalah APBA,” pungkas Plt Gubernur Aceh.[Red]