IST |
ACEH
BESAR - Kebiasaan negatif yang sudah membudaya saat ini
telah menjadikan daerah kita sulit berkembang dan maju, khususnya kita
masyarakat Aceh. Kebiasaan buruk ini telah merambat dan hidup subur dalam
kehidupan masyarakat sampai ke kampung-kampung.
Hal tersebut disampaikan
LSM Gempar, Sirathallah kepada LintasAtjeh.com, Kamis (29/12/2016), melalui
siaran persnya.
Apa itu? Pasti tidak akan
terkejut dan mungkin sangat terbiasa dengan kata-kata "pungli dan
setoran".
“Kebiasaan buruk yang
dibiasakan telah membudaya dan mengakar sangat sulit dihilangkan. Tapi bisa
saja kita tinggalkan jika ada kemauan untuk merubah pola hidup,” katanya.
Sambung dia, kita mulai
sajalah misalnya dari oknum keuchik yang tidak mau repot-repot dan kurang
ngerti dari pada salah terus membuat laporan dana desa. Walau sudah diberi
pelatihan, tapi peluang ini dimanfaatkan oleh jasa oknum tertentu dengan biaya
yang lumayan.
“Masih sangat banyak
proyek desa hanya pembangunan fisik saja yang berulang-ulang, banyak kualitas
rekonstruksinya kurang bermutu. Mungkin saja melalui program pembangunan
infrastruktur lebih mudah mencari
keuntungan,” bebernya.
Masih lanjut dia, kalau
melihat sedikit ke atas, mungkin sangat terbiasa bagi kaum pejabat untuk
mendapatkan jabatan kepala kantor harus membayar upeti. Siap-siap saja yang tidak
menyetor dipindahtugaskan atau dimutasi.
Yang lebih parah lagi,
kata Sirathallah, adalah ketika masyarakat acuh dan menganggap ini lumrah dan
"ah biasa itu". Sudah berapa milyar bahkan trilyunan dana untuk bantuan
pemberdayaan ekonomi rakyat.
“Kita minta 50 sapi, dapat
25 akhirnya kujual. Kita minta 100 kambing, dapat 50 kambing kujual. Kita minta
boat, boat kulelang karena tak layak. Mental kita sudah terjual demi uang,
semua tergantung diri kita mungkin sudah nyaman dengan hidup begini,” sindirnya.
"Sesungguhnya Allah
tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri
...," demikian kata Sirathallah.[Rls]