IST |
JAKARTA -
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima
Yudhistira Adhinegara menyatakan bahwa dirinya sependapat dengan pernyataan
dari Otoritas Jasa Keuangan yang menilai kurang fleksibenya kredit usaha rakyat
(KUR) kepada para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diakibatkan
adanya kebijakan di masing-masing perbankan yang berbeda.
"Saya kira KUR yang
jadi masalah adalah kebijakan tiap bank yangg berbeda. Jadinya UMKM menjadi
tidak fleksibel. Misalnya aturan soal plafon di tiap bank yg dtunjuk
menyalurkan kredit juga beda, " kata Bhima, di Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Karena itu, Bhima
menyatakan sepakat jika OJK menilai bahwa kebijakanKUR kurang fleksibel bagi
para pelaku UMKM. Sehingga perlu adanya evaluasi penyaluran dan penerapan
kredit usaha rakyat (KUR) kepada para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM).
Bhima menyebutkan,
dominasi bank besar dalam penyaluran kredit masih terlihat. Dilapangan bersaing
dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan koperasi.
"Harusnya penyaluran
KUR juga melibatkan lembaga keuangan mikro," katanya.
Ia menyarankan perlu ada
penyaluran dan penerapan KUR disektor prioritas, misalnya di sektor pertanian
dan industri yang padat karya.
"Dua sektor itu yang
bisa dorong ekonomi dan penyerap tenaga
kerja paling besar," ujar Bhima.
Menurutnya, sektor
pertanian selama ini kurang dilirik bank. Bisa jadi penyaluran dan penerapan KUR bisa difokuskan
ke sektor pertanian.
Pihaknya mendukung jika ada KUR untuk usaha kreatif
atau digital. Namun harus berhati-hati dalam melakukan pengawasannya, sebab
banyak start up yang lebih cari valuta asing dibanding jualan produk riil.
"Kalo tidak
berhati-hati KUR digital bisa bikin bubble," katanya.[Rls]