BANDA
ACEH
- Implementasi UU Pilkada pertama di Provinsi Aceh banyak menuai masalah,
kandidat independen terancam gagal ikut pilkada. Ada banyak masalah yang jadi
temuan di lapangan dalam proses verifikasi factual yang kedua.
“Terkait perubahan cara
verifikasi yang disampaikan oleh KIP Aceh secara dadakan kepada pasangan calon,
kurang dari 5 hari sebelum verifikasi dilakukan dan pemberitahuan yang dadakan
juga menyulitkan pasangan calon untuk membangun komunikasi dengan pendukung
yang berjumlah ribuan orang," demikian kata Rektor Universitas Ubudiyah
Indonesia (UUI) Banda Aceh Prof. Adjunct. Marniati, SE, M.Kes, kepada
LintasAtjeh.com, Jum'at (21/10/2016).
Menurutnya, KIP menetapkan
peraturan bahwa setiap pasangan calon harus mengumpulkan masa dalam proses
verifikasi sebanyak KTP dukungan 12.741 KTP dalam waktu 6 hari saja.
“KIP aturannya itu tidak
masuk akal,'' ungkap paslon Walikota Banda Aceh jalur independen.
Lanjut dia, beberapa
kesulitan lainnya yang dihadapi selama di lapangan oleh tim pada verifikasi
hari pertama yang ditetapkan KIP tanggal
12 Oktober 2016. Tetapi tim paslon tidak dapat melakukan proses verifikasi
pertemuan dengan masyarakat dikarenakan PPS belum menerima data dari KIP
sehingga proses verifikasi terbuang satu hari.
“Bahkan pada hari kedua
banyak PPS yang masih belum melayani karena butuh waktu memeriksa data yang di
terima dari KIP. Belum lagi proses verifikasi factual tersebut diwajibkan
berjalan pada jam kerja yaitu jam 8.00-17.00 WIB. Sehingga banyak mengalami
kendala dalam mengumpulkan masyarakat pada jam kerja yang dukungannya berasal
dari berbagai macam profesi baik petani, nelayan, pedagang, Pegawai Bank dan
Dokter, sangat mustahil dapat mengumpulkan pekerja tersebut di PPS pada jam
kerja,” bebernya.
“Persoalan lainnya ada
petugas PPS di sebagian kecamatan di Banda Aceh yang berstatus pegawai negeri
sipil (PNS) sehingga tidak dapat melayani tim paslon untuk verifikasi. Oleh
karena itu, banyak mengalami hambatan di lapangan yang sangat tidak logika dan
KIP memaksa pasangan calon independen harus mengumpulkan dukungan dalam 5 hari
untuk menghubungi 12.741 orang pendukung,” ujarnya lagi.
Kata dia, saya rasa ada
yang salah dalam implementasi UU pilkada di Aceh, seharusnya waktu verifikasi KTP dengan cara mengumpulkan
masyarakat pada satu tempat membutuhkan waktu minimal satu bulan untuk 12.741
KTP, sama dengan waktu pengumpulan KTP dari rumah ke rumah.
“Untuk hal ini memberi
ruang yang luas bagi tim paslon independen untuk mendatangkan pendukung pada
waktu yang berbeda, akan tetapi dalam verifikasi ini tidak sampai satu minggu
waktu yang diberikan sangat tidak rasional,” bebernya.
Malah, sambungnya, justru kami
menilai KIP terkesan menganjal pasangan independen. Belum lagi muncul kendala dalam
proses verifikasi, dengan cuaca yang tidak mendukung di Kota Banda Aceh diguyur
hujan dalam beberapa hari terakhir untuk proses verifikasi di lapangan. Sehingga
tim dan PPS tidak dapat bekerja maksimal karena banyak warga tidak bisa keluar
rumah.
Pasangan IMAN (Ibu
Marniati dan Amiruddin) mengutarakan waktu verifikasi KTP yang diberikan KIP
sangat merugikan pasangan independen, ditambah dengan tidak diakuinya dukungan
KTP yang tidak ada dalam DPT tahun sebelumnya. Artinya tidak diakui pemilih
pemula walaupun sah sebagai warga negara
untuk memilih pada 2017 .
“Semoga hal ini jadi
pembelajaran untuk mengevaluasi kembali proses implementasi UU Pilkada tersebut
untuk menghindari carut marut pilkada pasangan independen 2019 nanti di
provinsi lain di seluruh Indonesia," pungkas Rektor UUI.[DW]