-->

Soal Minuman Beralkohol, NasDem Pilih Pengendalian

06 Oktober, 2016, 01.44 WIB Last Updated 2016-10-05T18:45:12Z
JAKARTA - Sampai saat ini pembahasan RUU Minuman Beralkohol (Minol) antara pemerintah yang diwakili Kementerian Perdagangan dengan DPR belum masuk tahap finalisasi. Hal ini disebabkan masih terdapat perbedaan pandangan dalam pembahasan antar fraksi, diantaranya tentang poin kata ‘pengendalian’, ‘pengawasan’, dan ‘pelarangan’ dalam RUU tersebut.

Hal ini seperti disampaikan anggota Panja RUU Minol dari Fraksi NasDem Zulfan Lindan saat menerima audiensi perwakilan Forum Komunikasi Pedagang Minuman Beralkohol Seluruh Indonesia (FKPMBSI), di Ruang Fraksi Partai NasDem, Kompleks Senayan, Rabu (5/10/2016).

"Agar kehadiran RUU ini tidak hanya sebatas kata ya atau tidak, maka kita (Fraksi NasDem) mengusulkan RUU ini kepada 'pengendalian' dan 'pengawasan' bukan pelarangan," ungkapnya.

Pengendalian terhadap Minol sendiri, menurut Zulfan, lebih tepat diterapkan dalam konteks Indonesia yang menganut paham demokrasi dan berlandaskan Pancasila. Dengan kondisi yang multikultural, keberadaan minuman alkohol tidak bisa dilihat dari satu dimensi atau agama saja.

"Dalam ajaran yang saya anut (Islam) alkohol itu jelas haram, akan tetapi apakah ini bisa kita paksakan dalam negara Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika ini? Tentu tidak, dengan cara inilah kita memandang toleransi itu," terangnya.

Diakuinya, di beberapa daerah seperti Papua dan Aceh, pemerintah daerahnya menerapkan pelarangan terhadap minuman beralkohol.

Dia juga mengungkapkan saat Pansus RUU Minol ke Papua beberapa waktu lalu, didapati bahwa pelarangan minol di sana bukan karena berlandaskan ajaran agama tertentu. Pelarangan tersebut lebih karena maraknya kejahatan disebabkan oleh minol itu sendiri.

"Tentunya masing-masing daerah memiliki peraturan tersendiri dalam memandang minol ini," imbuhnya.

Di satu sisi, Zulfan melanjutkan, peraturan daerah tersebut tidak bisa dipaksakan di daerah lainnya yang menjadi objek tujuan wisatawan mancanegara seperti Bali.

"Tidak mungkin dong, disana kita larang. Tetapi minol ini bisa diatur penjualannya yang memang betul diperuntukkannya bagi wisatawan luar negeri," paparnya.

Politisi NasDem ini menambahkan, membahas RUU Minol ini tidak hanya satu atau dua faktor saja yang diperhatikan. Lebih dari itu, banyak faktor yang dilihat dan dipertimbangkan. Hal ini agar saat RUU disahkan, ia tidak hanya mementingkan satu kepentingan atau pihak saja.

"Kita juga harus melihat dari sisi ekonomi. Apalagi, keberadaan bapak-bapak sebagai pedagang minuman beralkohol yang menggantungkan ekonomi dari situ, harus juga tetap kita perhitungkan jangan malah mematikan," ujarnya mantap.

Yang terpenting, menurut Zulfan, adalah adanya payung hukum yang jelas terkait keberadaan minuman beralkohol ini.

"Kita mendorong terus agar ini segera diselesaikan. Sehingga dengan lahirnya nanti, RUU ini akan jelas ada kepastian hukumnya. Dimana bapak boleh atau tidak menjualnya, dan jenis kadar minum beralkohol apa yang boleh diperjualkan. Karena jika tidak ada payung hukumnya, ini (penjualan minol) malah jadi alat pemerasaan oleh pihak tertentu, ini yang perlu dikhawatirkan dan dicegah," ujarnya tegas.

Dalam kesempatan itu, perwakilan FKPMBSI, Nur Hasan, mengharapkan agar Fraksi NasDem memperjuangkan aspirasi mereka di RUU Minol ini. Dia juga menyampaikan rasa khawatir dari kurang lebih 3.000 pedagang yang tergabung dalam forum yang didirikan pada 2015 lalu ini.

"Kalau dilarang, bagaimana kelangsungan selanjutnya perekonomian kami yang bersumber dari sini. Kami yang jelas tidak menolak untuk diatur tetapi jangan dilarang karena itu akan mematikan usaha kami, Pak," pinta Ketua FKPMBSI ini.[Rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini