![]() |
IST |
JAKARTA -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam UU
No.21/2011 sedang menyiapkan sejumlah aturan untuk mengatur dan mengawasi
perkembangan jenis usaha sektor jasa keuangan yang menggunakan kemajuan
teknologi atau disebut financial technology (Fintech).
OJK sudah membentuk “Tim
Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan” yang terdiri dari
gabungan sejumlah satuan kerja di OJK untuk mengkaji dan mempelajari perkembangan
Fintech dan menyiapkan peraturan serta strategi pengembangannya.
“OJK secara intensif terus
mempelajari perkembangan fenomena Fintech ini, agar OJK dapat mengawal evolusi
ekonomi ini supaya mampu mendukung perkembangan industri jasa keuangan ke depan
dan terus menjamin perlindungan konsumen,” kata Wakil Ketua Dewan Kom isioner
OJK Rahmat Waluyanto, di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Kehadiran Fintech, bagi
OJK sebagai otoritas di industri jasa keuangan merupakan peluang untuk terus
meningkatkan perkembangan sektor jasa keuangan termasuk mendorong program
inklusi keuangan. Namun juga menjadi tantangan bagi OJK untuk memastikan
keandalan, efisiensi dan keamanan dari transaksi online tersebut agar tidak
merugikan konsumen.
Dalam waktu dekat, OJK
memiliki beberapa rencana untuk mendukung berkembangnya industri fintech antara
lain:
1. Peluncuran Fintech
Innovation Hub sebagai sentra pengembangan dan menjadi one stop contact
Fintech nasional untuk berhubungan dan bekerjasama dengan institusi dan lembaga
yang menjadi pendukung ekosistem keuangan digital.
2. Menindaklanjuti perjanjian
bersama KOMINFO, OJK menyiapkan CA (certificate authority) di sektor
jasa keuangan. CA sebagai penerbit sertifikat suatu tanda tangan digital pelaku
jasa keuangan, dapat menjamin bahwa suatu transaksi elektronik yang
ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum sesuai
ketentuan yang ada di Indonesia.
3. Penerbitan sandbox
regulatory untuk Fintech.
Peraturan ini mengatur hal-hal yang minimal agar tumbuh kembang Fintech
memiliki landasan hukum untuk menarik investasi, efisiensi, melindungi
kepentingan konsumen dan tumbuh berkelanjutan.
4. Kajian mengenai
implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri
Fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi
di Industri jasa keuangan.
5. Kajian Vulnerability
Assessment (VA) Tersentralisasi di industri jasa keuangan untuk memastikan
postur serta kematangan/kesiapan penanganan keamanan informasi selalu terjaga
guna menekan risiko serta ancaman keamanan informasi pada industri jasa
keuangan
Perkembangan sementara
dari kajian yang dilakukan oleh “Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan
Keuangan” OJK, klasifikasi perusahaan Fintech yang masuk dalam
otorisasi OJK bisa terdiri dari berbagai jenis usaha seperti perbankan,
asuransi, investasi, pembiayaan, pinjam meminjam (peer to peer lending), crowd
funding, chanelling kredit dan lain sebagainya.
“Klasifikasi perusahaan
Fintech itu di luar jenis usaha Fintech di bidang sistem pembayaran yang akan
diatur Bank Indonesia,” kata Rahmat.
Dari kajian OJK, jumlah
sementara perusahaan Fintech yang masuk dalam otorisasi OJK sebanyak 120
perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Sedangkan ruang lingkup
aturan yang sedang disiapkan di bidang Fintech ini, sementara ini adalah aturan
di bidang permodalan, aturan model bisnis, aturan perlindungan konsumen dan
aturan manajemen risiko minimal.[Rls]