-->

Korupsi Dermaga Sabang, Ruslan Dituntut 7 Tahun Penjara

27 Oktober, 2016, 02.34 WIB Last Updated 2016-10-26T19:36:21Z
IST

JAKARTA - Ruslan Abdul Gani (56) dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan atas dugaan korupsi di proyek pekerjaan pembangunan dermaga Bongkar Sabang tahun anggaran 2011. Bupati Bener Meriah, Provinsi Aceh, tersebut juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 4,36 miliar.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ruslan Abdul Gani dengan pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan pidana denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum pada KPK saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2016).

Selain itu, Ruslan juga dijatuhi pidana tambahan yakni membayar uang pengganti Rp 4.360.875.500. Jika Ruslan tidak bisa membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan sejak putusannya berkekuatan tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 3 tahun," jelas jaksa.

Ruslan juga diyakini melakukan penggelembungan anggaran dalam pengerjaan proyek pekerjaan pembangunan dermaha Bongkar Sabang TA 2011. Pada 11 Maret 2011, Ruslan meminta ke PT Ecoplan Rekabumi Interconsult selalu konsultan Detail Engineering Design (DED) Pelabuhan Internasional Hub Teluk Sabang untuk melakukan analisis teknis terkait kelanjutan pembangunan dermaga bongkar Sabang TA 2011.

Staf ahli PT ERI, Ananta Sofwan, menyebutkan diperlukan anggaran Rp 262.960.700.000 untuk pembangunan tersebut. Perkiraan anggaran yang dibuat Ananta selanjutnya dijadikan dasar PPK Ramadhan Ismy untuk menyusun harga perkiraan sendiri (HPS). Selanjutnya HPS ditetapkan Rp 264.761.900.000.

Ruslan juga melakukan penunjukkan langsung di proyek tersebut. Ia menunjuk langsung Nindya Sejati Jo sebagai pemenang lelang. Padahal, persyaratan untuk dilakukan penunjukkan langsung sebenarnya tidak terpenuhi.

"Disepakati harga penawaran sebesar Rp 262.765.300.000," kata jaksa.

Terhadap kontrak kemudian ada 3 kali addendum karena adanya penambahan volume pengerjaan. Nilai kontrak bertambah menjadi Rp 285.840.459.000.

Dalam pelaksanaannya, jaksa menjelaskan, Nindya Sejati Jo sama sekali tidak melaksanaan pekerjaan sebagaimana diatur dalam kontrak. Nindya Sejati Jo malah mengalihkan pengerjaan ke PT Budi Perkasa Alam, PT Mitra Mandala Jaya, dan PT Kemenangan.

"Terdakwan meminta komitmen fee dari nilai kontrak pekerjaan kepada Nindya Sejati Jo yang digunakan untuk terdakwa. Terdakwa menerima komitmen fee secara bertahap seluruhnya sebesar Rp 4.360.875.500," jelas jaksa.

Ruslan diyakini melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.[Detik]
Komentar

Tampilkan

Terkini