IST |
JAKARTA -
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menyebutkan bahwa Keuangan Syariah
bisa menjadi salah satu solusi dunia dalam mencapai target Sustainable
Development Goals (SDGs) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
“Prinsip-prinsip khas
keuangan syariah yang memihak pada pemerataan pendapatan dan berorientasi pada
kegiatan sosial lingkungan, menjadikan pengembangan sistem keuangan syariah
menjadi sangat relevan dengan pencapaian target-target SDGs,” kata Muliaman.
Muliaman menyampaikan
pandangannya itu saat menjadi pembicara dalam Seminar Keuangan Syariah di
Washington DC, Amerika Serikat yang diselenggarakan oleh World Bank dan Islamic
Financial Services Board, Jumat (7/10/2016) lalu.
Keuangan syariah, juga
tidak hanya bisa menjangkau aspek pemberantasan kemiskinan tetapi juga mencakup
peningkatan kesehatan, penyediaan pendidikan yang berkualitas, kesetaraan
gender, pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, antisipasi perubahan
iklim dan juga penurunan tingkat ketimpangan tingkat pendapatan.
OJK sebagai otoritas
sektor jasa keuangan di Indonesia terus mendorong perkembangan sektor keuangan
syariah mulai dari sektor perbankan syariah, IKNB syariah dan pasar modal
syariah.
Share industri perbankan
syariah terhadap industri perbankan nasional menunjukkan kenaikan bila
dibandingkan tahun sebelumnya, meningkat dari 4,60% di Juli 2015 menjadi 4,81%
di Juli 2016. Share dimaksud diperkirakan akan mencapai sekitar 5,13% apabila
turut memperhitungkan hasil konversi BPD Aceh menjadi Bank Umum Syariah.
Sejalan dengan
perkembangan share tersebut, terjadi kenaikan aset perbankan syariah (BUS dan
UUS) sebesar 18,49% (YOY), dari Rp272,6 triliun (Juli 2015) menjadi Rp305,5
triliun (Juli 2016). Kenaikan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya
penghimpunan dana pihak ketiga sebesar 12,54% (YOY), dari Rp216 triliun (Juli
2015) menjadi Rp243 triliun (Juli 2016) yang selanjutnya telah mendorong
penyaluran pembiayaan tumbuh sebesar 7,47% (YOY), dari Rp204,8 triliun (Juli
2015) menjadi Rp220,1 triliun.
Dari sisi kualitas
pembiayaan, NPF gross mengalami penurunan (YOY) dari 4,89% (Juli 2015) menjadi
4,81% (Juli 2016). Sementara profitabilitas yang tercermin dari rasio ROA
meningkat dari 0,91% (Juli 2015) menjadi 1,06% (Juli 2016). Sedangkan rasio
BOPO membaik dari 94,19% (Juli 2015) menjadi 92,78% (Juli 2016).
Selain itu, terjadi
peningkatan kecukupan permodalan
perbankan syariah yang tercermin dari kenaikan rasio CAR, yaitu dari 14,47%
(Juli 2015) menjadi 14,86% (Juli 2016).
“Sementara untuk pasar
modal syariah, persentase nilai masing-masing efek syariah dari total efek per
tanggal 23 September 2016 adalah sebagai berikut, saham syariah sebesar 55,97%,
sukuk korporasi sebesar 3,88%, reksa dana syariah sebesar 3,76% dan sukuk
negara sebesar 15,08%,” terangnya.
Sedangkan perkembangan
industri keuangan non bank (IKNB) Syariah sampai Juli 2016, total aset IKNB
Syariah meningkat sebesar 23,18% menjadi Rp80,1 triliun. Pertumbuhan aset
didominasi oleh penambahan pelaku usaha serta pengembangan produk dan layanan
IKNB Syariah.
Sementara itu, sukuk
Indonesia di lingkup global telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan
yang mencapai sekitar 23,3%, atau sekitar 10,15 miliar dolar AS dari total
penerbitan sovereign sukuk internasional. Indonesia juga Negara pertama yang
memiliki sukuk retail.
Muliaman menyampaikan
bahwa pasar modal syariah juga bisa berperan signifikan dalam membantu
pembiayaan proyek-proyek infrastruktur pemerintah, terutama melalui
pengembangan pasar sukuk.
Dalam seminar ini
mengemuka bahwa konflik politik dan bencana alam akhir-akhir ini mengakibatkan
1 miliar populasi dunia masih berada pada jurang kemiskinan; 1,1 milar penduduk
dunia hidup tanpa listrik; dan 2,5 miliar penduduk tanpa sanitasi yang layak.
“Sebagian dari populasi
tersebut berada di negara dengan mayoritas penduduk muslim dengan Indonesia
menyumbang sekitar 28 juta orang penduduk miskin dunia,” tutupnya.[Rls]