![]() |
IST |
BAGI
anda warga Aceh Besar yang mengaku diri pengamat politik, dan hari ini terlalu membanggakan diri lantas
ingin menjelekkan lawan politik anda, anda sehat?
Dalam berpolitik, kata kunci yang harus dipegang bahwa, "tidak ada gaya politik yang
waras". Artinya, kebanyakan pelaku
politik di tanah air kerap bertingkah liar,
hari ini bersumpah A, esok melanggar,
hari ini jadi kawan, esoknya jadi musuh, atau sebaliknya. Yah, namanya juga tidak waras, jadi jangan kaget
kalau anda menjadi korban dalam dunia perpolitikan.
Contohnya saja, hari ini beredar hembusan angin dari beberapa
akun FB pendukung salah satu paslon Bupati Aceh Besar yang gencar menyuarakan
penjelekan terhadap paslon lawan. Dalam pantauan saya, beberapa akun FB sangat mudah menjelekkan
pasangan Saifuddin Yahya-Juanda Djamal dengan berbagai argumen negatif.
Karena suasana black
campain terhadap pasangan yang disebut SAHAJA semakin tidak fair. Hal ini
menggerakkan saya untuk menganalisis sesuatu yang menurut saya menarik, dan
saya ingin membeberkan fakta unik bin aneh terhadap pasangan lawan yang hari
ini memiliki tim pendukung yang "bekerja" tidak fair di dunia sosial, bahkan di
kehidupan nyata.
Baik, perhatikan ulasan saya. Percaya
tidaknya, bukan urusan saya!
Bagi anda yang hari ini gencar melakukan serangan politik
terhadap cabub yang disapa Pakcek karena anda menganggap Mawardi Ali dan Waled
adalah sebagai "malaikat penyelamat".
Apakah anda yakin, bukankah dari awal
saya sudah mengatakan, bahwa tidak ada
gaya yang waras dalam dunia perpolitikan? Tolong, begoknya dijauhin. Berusahalah menaikkan
popularitas mereka berdua tanpa harus mengorbankan kebaikan Pakcek dan Bang
Juanda.
Baik, jika anda memang cerdas, coba putar ulang
kembali memori anda ke Pilkada 2012, dimana saat itu orang yang anda anggap
hari ini malaikat penyelamat, juga
menawarkan diri sebagai "bidadari kayangan" untuk kemajuan Aceh
Besar, ada Tgk. Marwan Abdullah yang mendampinginya kala itu. Dan karena Allah
masih sayang terhadap Aceh Besar, maka
Adun Mukhlis dan Pak Syamsul yang memimpin Aceh Besar hingga hari ini dan 2017
berakhir. Hemat saya juga, Allah masih menyelamatkan kemuliaan Baba, panggilan
lain Tengku Marwan.
Aceh Besar dibawah
kepemimpinan Adun, kalau menurut tinjauan lawan politiknya, tidak ada
perkembangan apa-apa. Dan lebih-lebih kalau ditinjau dari satelit luar
angkasa, maka sangat tidak berkemajuan.
Sekali lagi, kalau anda
tidak mau disebut orang munafik, maka
janganlah meninjau suatu hal dari satu sisi, apa lagi kalau sisi
berlawanan, sungguh itu akan mendapatkan
hasil yang tidak bagus. Kalau meninjau dari kejauhan satelit? Nyan metamah bangai lom.
Baik, mungkin pemerintahan
Adun Mukhlis Basyah yang hari ini mememperoleh WTP berturut-turut, Juara Umum
MTQ Provinsi Aceh, kesejahteraan petani,
kesejahteraan Tengku Imum dan Balai pengajian,
serta penambahan PAD yang terus meningkat, lantas masih tidak harga apa-apa dipandangan
pengamat lawan, maka wajar, kan yang sekarang menjadi wasit adalah orang
berlawanan, ya tentu jelas "Adun Mukhils selalu salah di mata
mereka".
Misalkan PSAP Versus
PERSIRAJA, wasit orang Grong-grong,
pasti ada udang di balik batu,
dan PSAP diuntungkan, atau
sebaliknya.
Dan lebih lucunya lagi,
Pak Cek yang hari ini maju dengan kendaraan partai yang sama dengan Adun
Mukhlis menjadi bahan cercaan dan kampanye hitam untuk tim lawan menjatuhkan
Pak Cek, membanding-bandingkan Pak
Cek, dan serangan negatif lainnya.
Kenapa Pak Cek yang harus jadi korban?.
Memangnya Mawardi siapa
hari ini? Insinyur asal Unsyiah ini hanya anggota DPRA bergelimang dana
aspirasi, ketika isu Aceh dan Aceh Besar mencuat di publik dan koran, kenapa
pak Mawardi sepi dari argumen?
Dan, kenapa anggota DPRA yang muncul di koran
hanya itu-itu saja? Apa juga kerja pak Mawardi? Apa prestasi, apa lebihnya dia
selama menjadi anggota DPRA? Apa kontribusi dia untuk Sabang, Banda Aceh dan
Aceh Besar? Hemm, ini patut dipertanyakan. Karena, jarang-jarang loh, politikus yang satu ini muncul di koran saat
ada isu hangat di tubuh DPRA.
Tapi, "haba
bangai" yang hari ini menjadi amunisi politik yang digemborkan tim
Mawardi, bahwa Pak Cek tidak berpengalaman,
Pak Cek PA, PA bla.bla.bla.
Atas dasar inilah saya
ingin membuka sedikit tabir yang telah menjadi rahasia awam, ketika Mawardi Ali
maju pada pilkada 2017, kemana para "Sahabat" lamanya di pilkada
2012?.
Kalau sudah bicara
ini, kita harus sedikit mundur ke Pemilu
legislatif 2014 lalu, dimana Tgk. Marwan Abdullah yang notabene pasangan, sahabat dan yang telah memenuhi hasrat Mawardi
untuk maju pilkada 2012 dengan menemaninya dan turut mengerahkan massa dayah
untuk mendongkrak suara MARWAH, namun pada 2014 menjadi tahun yang mengerikan
bagi Tgk. Marwan.
Bagaimana tidak, awal-awal
pendaftaran calon legislatif, tim pemenangan Tgk. Marwan telah berkomitmen
memajukan Tgk. Marwan ke calon anggota DAPIL 1 melalui PAN, mengingat bahwa
pada saat itu Mawardi diyakini tidak akan maju, karena jika Mawardi juga maju
di DPRA, sungguh Tgk. Marwan sebagai sahabatnya akan memahami dan memberi jalan
bagi Mawardi. Menimbang, mawardi lebih banyak uang untuk kampanye, dan lain-lain.
Namun apes, pada periode pencalonan tahap ke dua Pileg
2014, tiba-tiba muncul Mawardi untuk maju DPRA dengan PAN dan juga pada Dapil
yang sama dengan Tgk, Marwan. Hal ini, sungguh
bagai petir di siang hari bagi timses Tgk. Marwan, mengingat, mereka yang
sama-sama pernah bekerja untuk memenangkan MARWAH pada pilkada 2012 menjadi
dilema. Al hasil, Tgk. Marwan yang awalnya semangat mampu menggalang suara
banyak, tiba-tiba menjadi kacau karena
kejadian ini (Mawardi ikut bertarung melawan Tgk. Marwan), beliau pun gagal
maju ke DPRA, dan Mawardi yang menang.
Singkat cerita, Tgk.
Marwan yang merupakan salah satu ulama muda lulusan terbaik Dayah Ruhul Fata Seulimum
itu lagi-lagi menjadi korban ketidakwarasan politik. Bagi beliau yang
sehari-hari bertindak sebagai ulama, akan menerima dan menyadari ini dengan
lapang dada, lalu menjadi iktibar, bahwa politik ini jahat. Kita sebagai ulama
enggan berbuat jahat, maka otomatis
dijahatkan orang, kurang lebih, begitulah suasana perasaan Tengku asal Montasik
itu pada saat merasakan musibah "ditusuk" dari belakang oleh
sejawatnya. Kata iklan,"Jeruk makan Jeruk".
Bagi timses Pasangan
Putih, mungkin ini adalah aib yang harus dikubur dalam-dalam agar memuluskan
langkah Mawardi pada pilkada 2017, dan menurut
pantauan penulis pada mesin pencarian google, tidak ada lagi berita penting
dan gambar yang berkenaan dengan pasangan Marwah Aceh Besar 2012.
Dan ini gaya politik baru
di era informasi modern,menghapus jejak rekam di GOOGLE adalah sesuatu yang
sangat membantu, baik untuk isu positif,
maupun negatif.
Ditambah dengan kondisi
lapangan, Tgk. Marwan memilih diam diri pada pilkada 2017, dan menurut sebagian
isu dari orang terdekat beliau, Pak Cek adalah pilihannya untuk 2017 nanti.
Bukan masalah dendam, tapi Tgk. Marwan sangat tahu siapa itu Mawardi Ali.
Baik, untuk tim pemenangan
Mawardi pada pilkada 2017, kupasan ini tidak ada kaitannya dengan maksud
membuka aib Mawardi, tapi tulisan ini
termotivasi dengan celaan-celaan tim pasangan putih di panggung kampanye atau
media sosial terhadap lawan politiknya. Istilah anak muda jaman sekarang,
" lo jual, gue beli".
Kupasan bersambung dulu
ya. Tunggu season berikutnya. Dan
kupasan berikutnya akan lebih "panas", itu sesuai hujatan dan
perilaku tim pasangan putih terhadap lawannya.
Saran saya, majulah tanpa
harus ada yang tertindas. Siapapun pemenang,
kita tetap bersaudara.
Penulis : Akhi Fahi