-->

Pilkada Jakarta, Gladiresik Agus Yudhoyono Menuju Pemilu 2019

23 September, 2016, 11.07 WIB Last Updated 2016-09-23T04:08:01Z

BOGOR - Jakarta adalah episentrum Republik Indonesia. Hal itu kian tak terbantahkan kala Poros Cikeas menurunkan putra mahkota Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, untuk melawan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Lobi politik tingkat tinggi berlangsung dua hari penuh di kediaman SBY, Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lobi alot juga berlangsung di rumah keluarga besar Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Gerindra yang sejak awal berkeras memajukan Sandiaga Uno, hingga detik terakhir tampak masih kesulitan dan kebingungan mencarikan pasangan bagi pengusaha yang kini menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu.

Poros Cikeas luar biasa serius mencari lawan bagi Ahok, terlebih setelah sang petahana didukung partai penguasa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sokongan PDIP membuat Ahok, berdasarkan hitung-hitungan di atas kertas, menang bahkan sebelum Pilkada DKI Jakarta dimulai.

Ahok yang memang unggul di berbagai survei, kini mempunyai mesin politik kuat untuk mendorongnya kembali mencengkeram kursi gubernur. Di sisi lain, Sandiaga Uno yang “dijual” Gerindra untuk menantang Ahok, dianggap banyak partai sebagai kartu mati, siapapun calon wakil gubernur yang bakal mendampinginya.

Pada saat-saat akhir penentuan calon, PDIP maupun Poros Cikeas sama-sama memutuskan tak mendukung Sandiaga. Pagi hari sebelum PDIP mengumumkan calon gubernurnya, Selasa (20/9), Sandiaga bahkan telah mendapat pesan dari utusan partai itu. Isi pesannya: jangan berharap.

Poros Cikeas berpendapat serupa. Sekeras apapun niat Gerindra mengusung Sandiaga, elektabilitas orang terkaya ke-29 di Indonesia tahun 2009 versi Forbes itu dipandang tak dapat menyaingi agresivitas Ahok di berbagai lini.

Maka Poros Cikeas berpikir keras, dan setelah “bertapa” dua hari dua malam menyodorkan kartu as mereka: Agus Harimurti Yudhoyono.

Putra sulung SBY yang memiliki karier militer cemerlang di TNI Angkatan Darat itu selama ini dianggap serbabisa. Tahun lalu, Agus menyelesaikan pendidikan militer di US Army Command and General Staff College, Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat, dengan Indeks Prestasi Kumulatif 4.

Pada saat bersamaan, ia juga meraih gelar Master of Arts dari George Herbert Walker School of Business and Technology, Webster University, juga dengan IPK 4. Ini cuma secuil kecil dari deretan prestasi Agus Yudhoyono di dunia akademis dan militer.

Nama Agus, menurut Sekretaris Jenderal Demokrat Hinca Panjaitan, diajukan oleh tiga partai anggota Poros Cikeas Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa sehingga mengejutkan Demokrat.

Namun akhirnya, kesediaan Agus untuk maju pada Pilkada DKI Jakarta tahun depan, langsung melibas delapan nama lain yang sebelumnya ikut penjaringan calon gubernur Partai Demokrat.

Demokrat dari mula memang bertekad mengusung calon lain di luar Ahok. Instruksi “asal bukan Ahok” itu, menurut Wakil Ketua Demokrat Syarif Hasan, merupakan instruksi langsung SBY selaku ketua umum.

“Yang jelas bukan Ahok. Kami mau yang lebih baik,” kata Syarif, akhir Agustus.

Pertarungan politik di Jakarta sejak 2012 selalu berlangsung keras. Terlebih karena gubernur terpilih pada Pilkada DKI Jakarta 2012, Joko Widodo, sukses diboyong PDIP ke Istana menjadi Presiden, hanya dua tahun setelah memimpin Jakarta.

Jakarta sontak menjadi barometer kekuatan politik nasional. Siapa menguasai Jakarta, berpotensi besar menguasai Indonesia.

PDIP menganut prinsip ini, dan karenanya tak mau ambil risiko dengan mendukung calon yang memiliki elektabilitas meragukan. Meski berbuah mundurnya kader partai seperti Boy Bernardi Sadikin –mantan ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Jakarta dan putra mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin, PDIP konsisten memosisikan diri sebagai partai penguasa yang tak mau dikalahkan.

Sejak awal hal itu telah diramalkan oleh pengamat politik Universitas Indonesia, Cecep Hidayat. “Pilihan PDIP akan mempertimbangkan faktor Pemilu 2019.”

Bukan artinya Ahok akan diusung PDIP untuk melaju pada Pemilu 2019, namun untuk mengamankan posisi Jokowi di pemilu yang bakal berlangsung dua tahun setelah gelaran Pilkada DKI Jakarta.

PDIP dan Jokowi, menurut Cecep, tak ingin Jakarta dipimpin oleh orang yang berpotensi menjadi pesaing pada Pemilu Presiden 2019. Ahok yang selama ini dipercaya Jokowi, disebut Cecep belum akan menjadi rival Jokowi pada 2019.

Demokrat juga tahu arti penting menguasai Jakarta. Apalagi jika mereka berniat “memupuk” tokoh yang bisa diproyeksikan menjadi pemimpin Republik Indonesia di masa depan, tak cuma untuk Pemilu 2019.

Maka Agus Yudhoyono menjadi pertaruhan besar Demokrat. Terlebih sang perwira militer belum pernah sekalipun terjun ke dunia politik dan memimpin pemerintahan. Kompetensinya baru terlihat di sektor militer dan dunia akademis, belum manajemen pemerintahan yang kerap penuh intrik.

Jakarta menjadi pertarungan pertama Agus. Popularitas saja (santun, cerdas, bersih, dan good looking menurut Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Ramadhan Pohan) tak bisa menjamin ia bakal mengelola ibu kota dengan benar.

Oleh sebab itu, Poros Cikeas memilihkan wakil birokrat karier Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sylviana Murni, sebagai pendampingnya. Sylviana kini menjabat sebagai Deputi Gubernur DKI Bidang Kepariwisataan dan Kebudayaan. Ia juga pernah menjadi wali kota Jakarta Pusat.

Popularitas Agus Yudhoyono yang diharapkan Poros Cikeas juga mengerek elektabilitasnya digabung dengan pengalaman dan kompetensi Sylviana mengatur pemerintahan kota, dianggap berpotensi mengobrak-abrik kedigdayaan Ahok dan PDIP.

Sejumlah sumber misalnya mengatakan kemunculan Agus berpotensi membuat internal partai yang bergabung dalam koalisi Ahok terpecah.

Poster kampanye atas nama Agus pun dengan cepat beredar di dunia maya, antara lain berbunyi, “Pemimpin muda untuk Jakarta telah datang untuk kita semua.” “Pemimpin muda pemimpin santun untuk Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) DKI 1-2017.[CNN Indonesia]
Komentar

Tampilkan

Terkini