JAKARTA -
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Armanatha Nasir, mengungkapkan bahwa
saat ini diplomat muda Indonesia Nara Masista Rakhmati mengalami tekanan dan
intimidasi dari pihak separatis Papua Merdeka.
Hal itu tidak lepas dari
munculnya nama Nara dari pemberitaan dan media sosial mengenai perannya saat
Sidang Umum PBB.
"Facebook-nya,
twitter-nya dia, email-nya dia, semua saya dilihatin sama dia dan semuanya
memperlihatkan intimidasi dari kelompok tidak bertanggung jawab," jelas
Armanatha saat ditemui di kantor Kemenlu RI kawasan Cikini, Jakarta, Kamis
(29/9/2016).
Nara pada saat sidang umum
PBB menjawab tegas pertanyaan dari beberapa kepala negara dan pemerintahan enam
negara di sekitar Pasifik mengenai adanya isu dugaan pelanggaran HAM di Papua
dari gerakan separatis Papua (UMLWP).
Gerakan tersebut kemudian
mempengaruhi negara-negara seperti Nauru, Kepulauan Marshall, Kepulauan
Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tuvalu dan Tonga yang mempertanyakan tentang
kedaulatan Indonesia saat sidang PBB berlangsung.
Gerakan separatis UMLWP
akhirnya saat ini mengetahui sosok Nara yang begitu gencar diberitakan di
media, sehingga mengetahui tentang data diri diplomat tersebut.
"Iya akhirnya
terungkap, siapa dia, kapan dia jadi diplomat, kapan masuk ke Kemenlu dan itu
diketahui oleh gerakan separatis," kata Armanatha.
Diberitakan sebelumnya,
Indonesia melalui Nara mengkritik keras tudingan pelanggaran HAM di Papua Barat
dalam forum resmi PBB.
Dalam Sesi ke-71 KTT PBB
yang digelar 13 - 26 September itu, pemimpin enam negara Pasifik mendesak
respons PBB terhadap keadaan di Papua.
Mereka membahas soal
kekhawatiran akan keadaan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi
di Papua Barat.
Namun, desakan dan
pembahasan itu dikritik keras oleh diplomat perwakilan Indonesia untuk misi
tetap PBB, Nara Masista Rakhmatia.
Menurut Nara, desakan dan
komentar itu hanya berlatar politik dan sengaja diutarakan untuk mengalihkan
perhatian dari masalah di negara-negara lain.
Bahkan, perempuan cantik
ini mengatakan dengan berkomentar seperti itu, secara tidak langsung kedaulatan
Indonesia telah diganggu gugat.[Tribunnews]