ACEH TAMIANG - Sejumlah lembaga sipil di Kabupaten Aceh Tamiang terlihat benar-benar
serius melakukan pengawalan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait
ganti rugi lahan untuk lokasi Gedung Politeknik yang terletak di Desa Sapta
Marga, Kecamatan Manyak Payed.
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada 11 Agustus 2016, LSM Gerakan
Meusafat Peduli Untuk Rakyat (GEMPUR) Kabupaten Aceh Tamiang telah melaporkan
kasus ganti rugi lahan yang seluas 22,2 hektare tersebut ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam upaya mempercepat proses hukum terhadap dugaan kejahatan yang
dilakukan oleh keluarga besar Bupati Hamdan Sati pada tahun 2010 lalu, Lembaga
Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) Aceh Tamiang kembali membuat laporan atas
kasus ganti rugi lahan yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
(APBA) senilai Rp31,5 miliar tersebut, Rabu (24/8/2016) lalu.
"Laporan tersebut tertuang dalam surat Nomor 18/L-LT/VIII/2016,
tertanggal 23 Agustus 2016 yang disampaikan langsung ke Mabes Polri pada 24 Agustus
2016 dan telah diterima oleh Mabes Polri dan KPK," demikian disampaikan
Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal M, SH, melalui siaran persnya
kepada LintasAtjeh.com, Rabu (31/8/2016).
Sayed menjelaskan, laporan tersebut telah disampaikan langsung ke Bareskrim
Polri dan KPK, serta telah mendapat registrasi. Harapannya semoga dalam
melakukan penyelidikan untuk mencari dan menemukan alat bukti terkait kasus
yang sebelumnya telah ditangani Polres Langsa dan sudah diambil alih
pemeriksaannya oleh Polda Aceh, tidak lagi ada upaya penghentian perkara di
tengah jalan.
Tambahnya, kasus tersebut diduga telah melanggar undang-undang dalam
menguasai dan mengalihkan hak dari tanah negara (hak guna usaha_red) menjadi
milik pribadi yang bersertifikat dan diterbitkan Badan Pertanahan Nasional
(BPN) pada tahun 2010 lalu, telah diganti rugi oleh Pemkab Aceh Tamiang.
Lanjutnya, lahan milik pemerintah eks HGU PT Alur Hitam yang berakhir
sebelum tahun 1985, yang bersebelahan dengan tanah yang dikuasai keluarga
Bupati Hamdan Sati tersebut telah digunakan oleh masyarakat untuk pemukiman.
Namun, kata Sayed, saat mengurus dan mengajukan sertifikat hak milik justru
ditolak oleh BPN Aceh Tamiang dengan alasan tanah yang dikuasai keluarga Bupati
Hamdan Sati dan diusulkan sertifikatnya tersebut adalah milik Pemkab Aceh
Tamiang.
Sayed Zainal mendesak kepolisian menindaklanjuti kasus ini sampai tuntas.
Ini mengingat izin politeknik di Aceh Tamiang sampai saat ini tidak bisa
diterbitkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemristek Dikti) kecuali mengubah pola dengan pendidikan di luar domisili.
"Dana pembangunan gedung politeknik tahap I-III yang menelan dana APBA
senilai Rp. 15 miliar tersebut bermasalah. Pada saat ini gedung Politeknik Aceh
Tamiang terbengkalai dan hanya dimanfaatkan secara pinjam pakai untuk kegiatan
belajar kampus oleh akademi komunitas," tuturnya.
Sayed mengaku prihatin terhadap kondisi yang terjadi karena sejauh ini
tidak ada keseriusan dari pihak pemkab setempat karena sampai saat ini aset
tanah serta gedung belum dihibahkan oleh Pemerintah Aceh ke Pemkab Aceh Tamiang
karena sumber keuangan adalah APBA.
"Berdasarkan konfirmasi LembAHtari kepada Kasat Reskrim dan Bagian
Penyidikan Polres Langsa, 26 Agustus 2016, akan digelar perkara kasus
politeknik ini di Polda Aceh apakah sudah cukup bukti atau belum karena masih
ada pihak lain yang belum dipanggil sesuai surat perintah penyelidikan No
SP.Lidik/105/III 2016," pungkasnya.[zf]