BANDA ACEH - Sebelum
masa konflik Aceh hutan Aceh terus berkurang tapi selama konflik relative
stabil karena perkebunan tidak aktif dan juga sebagian besar petani petani yang
berkebunan di pinggir hutan juga tidak rajin kerja.
Tetapi, sesudah konflik
selesai dan masa kedamaian mulai, kondisi sebelumnya telah kembali dan
kerusakan dan kehilangan hutan terus terjadi lagi.
Kelihatanya juga
pemerintah Aceh tidak terlalu serius dan berkomitmen tinggi terhadap
kelestarian hutan dan konservasi, terbukti karena kawasan Strategis Nasional
Kawasan Ekosistem Leuser sampai sekarang tidak masuk sama sekali dalam RTRW
Aceh dan dengan keadaan Pergub yang jelaskan car acara untuk dapat izin konsesi
di dalam KEL.
Ancaman ancaman kepada
hutan Aceh saat ini terutama akibat dari konversi hutan untuk meluaskan
perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan energy, dan pembukaan jalan yang
membuka akses baru untuk perambahan dan konversi, untuk perburuan, dan memotong
habitat satwa melalui fragmentasi.
Tetapi, apa semua
kerusakan ini dapat di bilang “untunk kepentingan pengembangan ekonomi?” Cukup
banyak bukti bahwa tidak. Jumlah dan skala bencana di Aceh sangat signifikan
dan kehilangan dan kerugian ekonomi juga sangat signifikan. Sebenarnya, tidak
terbukti sama sekali bahwa konversi dan kerusakan ini menuntungkan ekonomi propinsi
maupun daerah.
Misalnya, Bank Dunia
mencatat kerugian ekonomi akibat banjir di akhir tahun 2006 di Aceh mencapai
USD 210 juta. Contoh lain, Bank Dunia juga mencatat kerugian ekonomi Pemerintah
Indonesia akibat kebakaran hutan di tahun 2015 mencapai USD 16,1 milyar
Sayang ini. Seharusnya
perencanaan dan penataan ruang selalu berbasis ilmiah dan fakta fakta/data data
yang benar, dan di Aceh sudah banyak data berkualitas tersedia, akibat kerja
beberapa instansi. Maka aneh dan saying bahwa sepertinya pemerintah abaiakan
semua data dan bantuan yang tersedia dalam proses perencanaan dan penataan
ruang.
Garis bahwa, jika merusak
semua asset dan jasa lingkungan untuk memaximalkan revenue dalam jangka pendek,
potensi Aceh dalam pengembangan ekonomi jangka panjang sangat terancam.
Penulis : Ian Singleton, Ph.D (Yayasan Ekosistem
Lestari-Program Konservasi Orangutan Sumatera)