Rumah warga relokasi |
LANGSA
-
Siang hari matahari tepat diatas kepala, sengatan sang surya terasa sangat
perih mengenai kulit. Namun tak menyurutkan tim kuli tinta untuk melihat secara
langsung untuk menelusuri kebenaran informasi yang didapat tempat kondisi relokasi
warga eks penghuni rel KAI yang dipindakan ke Gampong Timbang Langsa, Kecamatan
Langsa Baro.
Tim pewarta yang terdiri
dari media online dan media cetak ini, mendengar
dan menyaksikan secara langsung tentang banyaknya keluh kesah warga yang
direlokasi ke tempat tersebut.
Dalam penelusuran
ini, tim pewarta bertemu dengan Semah
(50), seorang janda yang hidup sebatang kara. Semah yang sebelumnya tercatat sebagai
warga Blang Senibong, Kecamatan Langsa Kota, ikut dalam rombongan yang terkena
gusur oleh kebijakan Pemko Langsa. Ia harus hengkang dari tempat tinggal
lamanya untuk menempati relokasi baru.
Rumah Semah, yang kini
sedang dibangun berukuran 4x5 meter dengan berlantaikan tanah dan beratapkan
daun rumbia berdinding papan bekas rumah terdahulunya. Kalaulah kita liat
sepintas tempat tinggal Semah sekarang
ini seperti 'kandang sapi' yang tak layak dihuni. Tapi apa boleh buat, semuanya
sudah terjadi dan harus dilakoni oleh Semah dengan keterbatasan dana untuk bisa
membuat 'istana' lain.
Nasib rumah warga relokasi |
"Jangankan untuk
bangun yang lebih bagus, hanya sekedar membeli paku saja saya sudah tidak ada
uang," ujarnya dengan nada terbata-bata.
Cerita ini hanya potret
seorang janda, namun sekitar 250 KK lainnya juga bernasib demikian. Penderitaan
transmigrasi lokal ini harus disikapi oleh semua pihak terutama Pemko Langsa
yang dinilai pelbagai pihak hanya sukses merelokasi, namun tidak memikirkan
nasib mereka yang justru menimbulkan problema baru bagi warga.
Banyak pihak meragukan
Pemko Langsa yang hanya mampu merelokasi melalui tangan besinya, tetapi tidak
bisa menata perkampungan baru ini dengan baik. Saat ini, Pemko Langsa akan
menjadikan perkampungan kumuh jilid II yang notabenenya warga yang menempati
lahan relokasi baru ini, minim fasilitas seperti listrik, air, MCK dan lainnya.
Pemerintahan Umara Jilid
II ini sepertinya tak mampu merespon rintihan kesedihan warganya dan seakan
menciptakan opini berhasil membangun Kota Langsa tetapi tak mampu memberikan
solusi terhadap warga gusuran.
Kalaulah kita melihat
kesebelah lahan tersebut, terlihat begitu anggunnya shelter yang ditempati oleh
para imigran Rohingya yang shelternya tertata seapik mungkin dengan fasilitas
yang memadai.
Rumah selter pengungsi Rohingya |
Adakah terpikir oleh kita,
ketika para imigran gelap ini terdampar dari negerinya. Semua pihak serta
lembaga dunia bahkan Pemko Langsa sibuk untuk memberikan bantuan dari mulai
pangan dan sandangnya harus terpenuhi.
Sementara itu imigran
lokal (warga Langsa-red) yang notabenenya suku, agama dan ras asli pribumi
mendapat perlakuan dari Pemko Langsa yang tak selayaknya diperlakukan seperti
ini. Ini potret suram Pemko Langsa yang harus dipikirkan secara bersama-sama.
Mereka menjadi orang asing di negerinya sendiri karena sikap arogansi
pemerintah daerah setempat.
Sebelumnya diberitakan
bahwa sekitar 270 KK warga Gampong Blang Senibong, Jawa, Paya Bujok Seulemak,
Blang Pase dan Birem Puntong yang menempati lahan PJKA direlokasi oleh Pemko
Langsa ke Gampong Timbang Langsa, dengan alasan klise relokasi untuk membuat
pelebaran jalan. Namun ternyata relokasi yang sudah dilakukan oleh Pemko Langsa
ternyata hanya menambah duka baru buat warganya sendiri.[Sm]