IST |
JAKARTA –
Meskipun ISIS kian terdesak di negara-negara asalnya, yaitu Suriah dan Irak,
namun organisasi radikal ini masih jauh dari kata ‘kalah’. Pasalnya, organisasi
yang kerap disebut Daesh ini ternyata masih memiliki cengkeraman yang kuat di
wilayah-wilayah lain, khususnya di area Asia Tenggara.
Hal ini bisa dilihat dari
beragam insiden teror yang terjadi baru-baru ini. Pada hari Sabtu (3/9) silam,
sebuah penjara diserang oleh Grup Maute yang berafiliasi dengan ISIS dan
berujung pada kaburnya puluhan narapidana. Insiden tersebut disusul oleh
serangan bom yang terjadi di Davao City, Jumat (2/9), yang dilakukan oleh Abu
Sayyaf, organisasi yang terhubung dengan ISIS.
Sepekan sebelumnya,
tepatnya pada Minggu (28/8), Indonesia juga diserang oleh sebuah aksi teror
peledakkan bom di Gereja Katolik St. Yosep, Medan. Serangan tersebut memang
gagal, namun pelaku yang diduga bersimpati pada ISIS, berhasil melukai seorang
pastor yang tengah memimpin ibadah.
“ISIS tengah berusaha
untuk menyebarkan khalifah di seluruh negara-negara dengan penduduk mayoritas
Muslim. ISIS juga tengah berlomba dengan Al-Qaeda untuk menguasai gerakan
Salafi, demi mengendalikan kelompok-kelompok militan di seluruh dunia,” ujar
Melissa Pavlik dari Lembaga Studi untuk Perang, seperti dikutip dari Daily
Caller, Minggu (4/9/2016).
Kawasan Asia Tenggara
sendiri memang telah menjadi sasaran utama dari para teroris sejak kejadian
9/11. Insiden serangan bom Bali pada tahun 2002, bom di Kedutaan Besar
Australia pada 2004, lalu bom Bali pada 2005, adalah bukti bahwa para teroris
telah menancapkan kuku mereka di negara-negara Asia Tenggara.
Keberadaan Abu Sayyaf yang
berpusat di bagian selatan negara Filipina, juga bisa disebut sebagai salah
satu fakta yang mengatakan bahwa terorisme yang dibawa oleh ISIS telah berakar
kuat. Oleh karena itu, kemenangan-kemenangan yang diraih tentara sekutu di
Suriah dan Irak bukanlah ‘kemenangan’ yang sesungghunya.[Kriminalitas]