JAKARTA - Mantan Menteri Lingkungan Hidup Prof. Emil Salim
menegaskan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) harus masuk dalam qanun atau
peraturan daerah rencana tata ruang wilayah (RTRW) Aceh.
"KEL ini merupakan kawasan strategis nasional. KEL
diatur dalam aturan perundang-undangan. Karena itu, KEL harus dimasukkan dalam
Qanun RTRW Aceh," ungkap Emil Salim di persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Selasa (6/9).
Emil Salim hadir di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat terkait gugatan terhadap Menteri Dalam Negeri, Gubernur Aceh, dan Ketua
DPR Aceh karena tidak masuknya nomenklatur KEL dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun
2013 tentang RTRW Aceh.
Gugatan tersebut dilayangkan sejumlah warga Aceh yang
tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM). Gugatan tersebut
didaftarkan di Pengadilan Jakarta Pusat.
Guru besar Universitas Indonesia, Jakarta, tersebut hadir ke
persidangan sebagai saksi ahli. Selain Prof Emil Salim, kuasa hukum penggugat
juga menghadirkan Dr. Syahrul, dosen Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh.
Prof. Emil Salim dalam keterangannya sebagai saksi ahli
menyebutkan bahwa pembentukan Kawasan Ekosistem Leuser atau KEL sudah sejak
lama diperjuangkan. Perjuangan pembentukan KEL dilakukan mulai tahun 1920.
Saat itu, para pemimpin lokal menentang invasi kolonial yang
ingin mengkonversi hutan dan membuka pertambangan dan perkebunan. Namun, para
pemimpin lokal menolaknya karena didasarkan pada keunikan KEL dari segi
keanekaragaman hayati, kata Prof. Emil Salim.
Selain sudah diperjuangkan sejak lama, Prof. Emil Salim
menjelaskan bahwa KEL merupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN). Kawasan itu
dibentuk untuk kepentingan nasional, meliputi pertahanan dan keamanan negara
serta ekonomi, sosial dan geopolitik.
"Jadi, penghapusan KEL tidak bisa serta merta
dilakukan. Termasuk menghapusnya dari RTRW Aceh. KEL merupakan satu sari 25
kawasan ekosistem dunia yang penting dan unik," kata dia.
Senada juga diungkapkan Dr. Syahrul, dosen Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala. Ia mengatakan, KEL merupakan kawasan
terpenting yang harus diproteksi.
"KEL memang tidak identik dengan kawasan lindung,
kawasan suaka alam, suaka margasatwa, dan lainnya. Namun, semua kawasan itu
menjadi wilayah KEL karena keunikannya," ungkap dia.
Menurut Dr. Syahrul, KEL meliputi Taman Nasional Gunung
Leuser dan ratusan ribu hektare kawasan lindung, suaka margasatwa yang ada di
Aceh dan sebagian di Sumatera Utara.
KEL yang terhubung dalam satu kesatuan memiliki keragaman
hayati, sosial, suku, dan ekonomi serta menjadi tempat cadangan air, ungkap
dosen Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, tersebut
"Di KEL, ada ratusan aliran sungai yang saling
terhubung dan berasal dari sumber utama yang satu. Jika satu terganggu, maka
memberi dampak pada sungai-sungai lainnya. Karena itu, KEL harus
diproteksi," kata dia.
Sebelumnya, Nurul Ikhsan, koordinator tim kuasa hukum GeRAM,
mengatakan, kliennya menggugat Mendagri karena dianggap lalai mengawasi
Pemerintah Aceh yang menetapkan Qanun RTRW tanpa mengakomodir kawasan strategis
nasional di Aceh.
Sedangkan Gubernur Aceh dan Ketua DPR Aceh digugat karena
mengesahkan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh tidak memasukan
beberapa substansi penting yang diamanahkan dalam RTRW Nasional.
"Seperti Kawasan Ekosistem Leuser, tidak dimasukkan dalam
RTRW Aceh. Padahal, Kawasan Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan
juga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh,"
kata dia.
Menurut Nurul Ikhsan mengabaikan amanat undang-undang
merupakan perbuatan melawan hukum. Karena itu, penggugat sebagai warga negara
mengajukan gugatan untuk mendapatkan keadilan.
"Tuntutan dalam gugatan klien kami bukanlah materi.
Tapi, tuntutan dalam gugatan penggugat agar tergugat mengakomodir kawasan
strategis seperti Kawasan Ekosistem Leuser dalam RTRW Aceh," pungkas Nurul
Ikhsan.[Rls]