MEUREUDUE – Pasca UU Desa
diberlakukan, desa-desa di seluruh Indonesia banjir anggaran, sebelumnya hanya
puluhan juta sekarang membengkak hingga ratusan juta bahkan mendekati angka
miliaran. Tak terkecuali di Gampong (Desa) Sawang, Kecamatan Bandar Baru, Lueng
Putu, Pidie Jaya, Aceh.
Salah seorang warga Desa Sawang
membeberkan, desa tempat tinggalnya pada Tahun Anggaran 2016 mendapat alokasi
dana desa sebesar Rp. 761.645.061 dan dari rancangan anggaran digunakan untuk
bebepa item kegiatan, salah satunya pembangunan sejumlah infrastruktur desa
seperi pembangunan jalan, perkantoran desa hingga perbaikan saluran.
“Tahun ini di desa kami dana desa
digunakan untuk Pembangunan Jalan Rabat Beton Rp. 155.000.000,- Pembangunan
Penimbunan Perkarangan Kantor Keuchik Rp. 127.885.08,- dan pembangunan Saluran
Got Pembuang Rp. 88.000.00,-” rinci
warga itu kepada LintasAtjeh.com, Rabu 28 September 2016, sambil meminta jangan
sebut namanya dalam pemberitaan ini.
Namun dari ke 3 proyek yang tergolong
besar itu, dalam rapat pertanggungjawaban yang berlangsung di Meunasah Gampong
Sawang beberapa minggu lalu, diperoleh informasi anggaran tersisa Rp.
119.000.000 dari 3 proyek itu.
“Padahal sebelumnya dalam laporan
pertanggungjawaban seluruh anggaran telah habis digunakan,” ujar warga itu
mengutip hasil rapat di meunasah (surau kampung).
Bukan pada item proyek fisik saja
ditemukan kejanggalan pelaporan, sebut warga itu, dari laporan
pertanggungjawaban pihak TPK, juga terdapat kejanggalan pada catatan pelaporan.
“Sebelumnya ada anggaran ATK
Rp.12 Juta yang diperuntukan untuk Fotocopy dan materai, padahal anggaran
tersebut ada pos tersendiri,” beber peserta rapat.
Selain proyek fisik dan ATK,
anggaran dana desa untuk pemandi mayat diduga ikut di’mainkan’. Dalam RAB
disebutkan, anggaran biaya untuk jerih payah pemandi mayat (Pengtahjiz Mayit
Perempuan) juga ikut disunat.
“Anggaran untuk 2 pemandi mayat
dalam RAB ditulis Rp. 1.000,000, tapi yang dibayarkan cuma Rp.50 ribu
perorang,” ungkap sumber, yang banyak mengetahui seluk beluk anggaran desa di
Gampong tersebut.
Akibat dari kondisi tidak
transparan pengelolaan dana desa itu, Rabu, 28 September 2016, Pukul 16.00 WIB
di Meunasah Gampong Sawang Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya digelar
rapat pertanggungjawaban APBDes tahap pertama dan turut dihadiri oleh unsur
Muspicam anatara lain, Camat Bandar
Baru, Nasri, SE, Danramil, anggota Polsek Bandar Baru, Kechik, Perangkat
Gampong serta masyarakat Gampong Sawang dengan jumlah yang hadir lebih kurang
40 orang.
Agenda rapat tersebut membahas
tentang pertanggung jawaban APBDes tahap pertama oleh bendahara yang selama ini
setiap ada musyawarah di meunasah tidak pernah hadir.
Dalam acara rapat, Masyarakat
Gampaong Sawang menuntut pergantian seluruh perangkat Gampong mulai dari
Sekdes, bendahara, tuha peut dan tuha lapan karna dianggap oleh masyarakat tidak
transparan dalam pengelolaan APBDes.
“Seluruh perangkat desa dipilih
oleh Keuchik tanpa meupakat atau musyawarah, asal tunjuk saja," ujar warga
lainnya tanpa mau ditulis nama dalam pemberitaan.
Lanjut sumber itu, perangkat desa
yang dipilih oleh Kechik merupakan dari kalangan keluarganya sendiri, seperti
Bendahara Desa, Wardiah, merupakan anak dari M. Gading Sufi yang tak lain Ketua
Tuha peut serta Ramzani anggota TPK menantu M. Gading sufi merupakan suami dari
Bendahara sendiri dan juga salah satu dari anggota tuha peut adalah adik
kandung dari M. Gading Sufi.
Selain itu, Badrita Ahmad (TPK)
juga merupakan anggota tuha peut yaitu adek kandung keuchik, Abd Taleb
merangkap sebagai tuha lapan juga abang ipar dari kechik.
“Secara logika kita pikirkan
bagaimana mau menciptakan keterbukaan dalam mengolola APBDes secara terbuka
bahkan saat ini di gampong tersebut selama dipimpin oleh keuchik Syuib Ahmad
ditengah-tengah masyarakat sudah terciptakan kelompok-kelompok,” ungkap warga.
Di luar dana desa, sebut warga,
pengelolaan zakat dari Pompes Modern Jeumala
Amal Lueng Putu dan kupon yang diperuntukan untuk warga kurang mampu juga tidak
diberikan kepada fakir miskin melainkan diberikan kepada kelompok yang pro
keusyik.
“Dijok keu ureung-ureung yang kreuh-kreuh teuleung
manteng (diberikan kepada orang-orang hebat saja),” beber warga lagi. “Pernah
seorang warga miskin meminta kupon daging kurban kepada keuchik kemudian
keuchik menjawab “tidak ada kupon untuk kamu dari saya, kamu minta kepada
sudirman calon keuchik yang kamu dukung”, sangat menyedihkan,” cerita warga itu
mengingat kejadian memilukan itu.
Kejadian seperti itu sudah sering
terjadi di gampong tersebut, namun warga itu mengakui kebingungan persoalan
tersebut hendak di lapor kemana.
“Kamoe mumang dana desa di
peuabeh, lam gampong meu geng geng, ho ta lapor,” curhat warga itu seperti
kebingungan.
Terkait ungkapan warga, hingga
berita ini dilansir, LintasAtjeh.com belum berhasil menghubungi pihak kepala
desa, tuha peut hingga lapan yang disebut-sebut dalam pemberitaan ini. [Tim]