IST |
JAKARTA –
Badan Keamanan Laut (Bakamla) merupakan institusi terhormat di negeri ini
karena mengemban tugas yang amat mulia, yakni menjaga wilayah laut Indonesia
dari berbagai gangguan, terutama pencurian dan penguasaan wilayah laut
Indonesia dari bangsa lain. Namun demikian, sangat disayangkan badan itu tidak
menjaga nama baik dan kehormatan lembaganya dengan selayaknya.
Pasalnya, dalam kasus
penyerobotan Gedung Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (Gedung PKRI) serta
perusakkan fasilitas di dalam gedung tersebut, oknum Bakamla semakin
membabi-buta dan menggunakan pasal atau aturan hukum secara serampangan alias
semau-gue.
Hal itu dikatakan oleh
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, kepada Redaksi menanggapi peristiwa
penyerobotan Gedung PKRI untuk ketiga kalinya oleh oknum Bakamla minggu lalu,
tepatnya pada hari Rabu, 27 Juli 2016. Menurutnya, setidaknya ada 3 hal yang
patut dikategorikan sebagai perilaku membabi-buta dan menggunakan hukum
semau-gue.
“Dari peristiwa
penyerobotan Gedung PKRI yang ketiga kalinya minggu lalu itu, Bakamla terkesan
membabi-buta dan telah menggunakan aturan hukum semau-gue,” kata Wilson
Lalengke yang merupakan lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.
Ada tiga hal, lanjut
Wilson, yang dapat dikategorikan sebagai perilaku membabi-buta dan menggunakan
hukum secara seenak-nya sendiri, yakni:
Pertama,
penyerobotan dilakukan dengan membawa pasukan berpakaian seragam lengkap dengan
persenjataan yang lengkap juga. Pasukan itu dibawa dari kantor Bakamla dan
ditambah dari satuan polisi dari Kepolisian Sektor Menteng. Aparat kepolisian
dipimpin langsung oleh oknum Wakapolsek Menteng. “Cara ini jelas menunjukkan
sebuah arogansi yang membabi-buta, seakan-akan mereka berhadapan dengan musuh
yang harus dihancurkan dengan persenjataan milik negara yang dibeli dari uang
rakyat. Pola ini juga menunjukkan bahwa Bakamla menggunakan aparat hukum seenak
perutnya sendiri, seakan-akan hanya Bakamla yang harus dilindungi dan dibantu
mem-back-up kegiatannya oleh aparat kepolisian,” ujar Wilson.
Kedua,
penyerobotan dipimpin langsung oleh oknum pejabat Bakamla dari unsur Polri
berpangkat Brigadir Jenderal Polisi berinisial Fr. Apakah tidak memalukan sang
jenderal datang ke lokasi hanya untuk berhadapan dengan petugas pengamanan
gedung yang hanya kalangan sipil tidak terlatih kemiliteran sedikitpun?
Perilaku itulah yang menurut lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari
Universitas Birmingham, Inggris itu, merupakan sifat kesombongan oknum pejabat
Bakamla sehingga membabi-buta saja dalam melakukan usaha mendapatkan Gedung
PKRI.
“Itu juga berarti,
seenak-perutnya oknum jenderal polisi itu menggunakan pangkat jenderalnya
dengan maksud mengintimidasi warga sipil yang tidak bersenjata,” imbuh Wilson.
Bahkan, sesuai laporan,
oknum tersebut juga mengancam menembak para petugas gedung yang berani
menghalangi mereka membuka paksa dan merusak kunci semua ruangan di lantai 1,
2, dan 4 Gedung PKRI. “Si jenderal itu mengancam akan menembak anggota saya
yang coba-coba menghalangi tukang kunci yang datang untuk membuka paksa
pintu-pintu dan mengganti kuncinya. Juga, dia bilang akan mendatangkan 5 truk
pasukannya,” aku Acok, komandan Satuan Pengamanan Khusus PKRI.
Ketiga,
Bakamla menempelkan pesan di setiap pintu ruangan yang tujuan utamanya adalah
sebagai intimidasi kepada pihak lain, dalam hal ini karyawan dan pimpinan PKRI
agar tidak macam-macam. Pesan itu mengutip Pasal 406 ayat 1 KUHP, yang berbunyi
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak (seharusnya melawan hukum –
red) membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau
menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang
lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-”
Perlu dipertanyakan apakah
para oknum Bakamla itu dalam kondisi kejiwaan yang baik saat menggunakan pasal
406 ayat 1 KUHP itu? Bukankah seharusnya mereka yang terancam oleh pasal tersebut
karena melakukan pelanggaran atas ketentuan hukum yang termaktub dalam pasal
406 itu? Para oknum Bakamla yang dipimpin sang jenderal polisi datang
menyerobot dan “membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai
lagi” kunci pintu-pintu ruangan Gedung PKRI yang adalah milik pihak lain?
“Itulah yang disebut
ibarat orang kehilangan akal, akhirnya bertindak membabi-buta saja, main pakai
aturan hukum sesuai keinginan sendiri alias semau-gue saja. Apakah hukum hanya
akan membela Bakamla, dan tidak membela PKRI?” tanya Wilson Lalengke yang juga
merupakan sahabat karib dari Laksamana Pertama TNI-AL Ir. Suroyo, salah satu
pejabat teras di Bakamla itu.[KOPI]