ACEH
TAMIANG – Muncul pertanyaan, kenapa bisa tugu bersejarah itu
terabaikan? Apalagi sudah ada pemberitaan tentang 'kesemprawutan' dan tidak
adanya kepedulian pihak pemerintah daerah terhadap tugu tanda sejarah
pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan Tentara Jepang, pada 25
Desember 1945 lalu. Miris, hingga saat ini masih saja tidak tersentuh bahkan
tidak ada pejabat yang tergerak hatinya dengan tugu tersebut, yang terletak di
Simpang Tiga Upah (dibaca Upak_red), Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang.
"Apakah pihak
eksekutif dan sebagian besar anggota dewan di Kabupaten Aceh Tamiang adalah
para oknum pejabat yang telah berupaya melupakan sejarah negerinya. Terbukti
bahwa selama ini Tugu Upah tidak pernah dihiraukan sekalipun walau kondisinya
sudah sangat memprihatinkan dan lokasinya terindikasi diserobot oleh oknum
warga yang tidak bertanggungjawab," demikian ungkap Ketua Forum Peduli
Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin, kepada LintasAtjeh.com, Sabtu (6/8/2016).
(Baca: Tugu Simpang Upah,
Tanda Sejarah yang Dilupakan)
Menurut Nasruddin, jika
Tugu Upah masih terus dibiarkan menjadi tanda sejarah yang terlupakan maka
sebaiknya para petinggi serta pejabat di Kabupaten Aceh Tamiang janganlah
terlalu berani 'berkoar' tentang upaya memajukan kabupaten tersebut. Karena
sesungguhnya Tuhan telah memberikan berbagai pembuktian nyata bahwa setiap negeri
yang melupakan sejarahnya maka tidak akan pernah bisa maju, bahkan 'cepat atau lambat' negeri tersebut akan
menuju ke ambang kehancuran.
Selain itu, Nasruddin juga
mempertanyakan kepada salah seorang anggota dewan yang rumahnya tidak jauh dari
lokasi Tugu Upah, H. Saipul Sofyan, dari Partai Demokrat tentang kenapa selama
ini dirinya yang notabene sebagai salah seorang anggota dewan yang memiliki
fungsi controlling/pelaku pengawasan di Kabupaten Aceh Tamiang tidak pernah
sekalipun menyuarakan tentang upaya pelestarian tugu bersejarah tersebut?
"Apakah Pak Saipul
Sofyan ini termasuk salah seorang oknum pejabat Aceh Tamiang yang tidak
menghargai sejarah. Kita bingung ini, kok beliau membiarkan Tugu Upah yang ada
di depan matanya dalam kondisi memprihatinkan? Perlu kita ingat bahwa Sang
Ploklamator Indonesia, Ir. Sukarno, dalam pidatonya yang terakhir pada HUT RI
tanggal 17 Agustus 1966, berpesan kepada segenap tumpah darah Indonesia agar
jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (JASMERAH)," pungkas Ketua FPRM
Aceh, Nasruddin.
Sementara itu, anggota
dewan dari Partai Demokrat Kabupaten Aceh Tamiang, H. Saipul Sofyan, beberapa
waktu yang lalu pernah dimintai keterangan terkait Tugu Upah oleh wartawan
LintasAtjeh.com, namun saat itu dirinya berusaha menolak untuk memberikan
keterangan dengan alasan takut tersinggung pihak-pihak tertentu di sekitaran
Simpang Upah.[zf]