IST |
SELINTAS
kedengarannya hampir sama antara politik dua kaki dan politik berkaki dua. Tapi
kalau dipelototi secara semantik, kedua frasa itu beda. Politik dua kaki adalah
kiasan, sindiran, frasa itu konotatif. Sedangkan frasa politik berkaki dua,
lebih bersifat denotatif, apa adanya sesuai makna.
Secara denotatif, politik
memang bisa berkaki dua, berkaki empat, berkaki enam atau bahkan berkaki
seribu. Politik berkaki dua adalah politik yang dimainkan oleh manusia, politik
berkaki empat politik yang dimainkan oleh binatang berkaki empat, politik
berkaki enam politik serangga, sedangkan politik berkaki seribu adalah politik
hewan berkaki seribu.
Politik dua kaki beda.
Politik dua kaki adalah kiasan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi dalam
problematika kehidupan politik masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan pragmatisme sempit politik kekuasaan. Koalisi yang
merupakan cerminan kepentingan bersama partai politik, dalam politik dua kaki
terbangun sangat rapuh dan longgar. Koalisi yang terbentuk tidak akan pernah
bersifat permanen. Dalam kondisi koalisi yang demikian, dukungan anggota
koalisi setiap saat bisa terbelah tanpa membubarkan ikatan koalisi
Mau politik dua kaki, empat kaki, seribu kaki, silahkan. Gitu aja koq repot
Beberapa catatan dalam
lembar sejarah kontemporer bangsa kita, dapat kita lihat, demi kepentingan
tertentu, sebuah partai politik akan menerapkan strategi khusus dengan
memberikan dukungan kepada dua calon presiden, kendati tidak secara terbuka
tapi mudah terbaca.
Lalu bagaimana dengan politik
dua kaki di Aceh, akan kah diterapkan oleh partai-partai pengusung kandidat
dalam Pilkada Aceh 2017. Sepertinya jelas terlihat, beberapa partai sedang
memerankan skenario ini, dimana secara partai mendukung salah satu kandidat tapi
beberapa kader dan pengurus ada yang secara tegas berlawanan mendukung kandidat
lain dan ada juga kader yang secara diam-diam dan senyap menjadi pendukung
setia kandidat yang berbeda dengan yang didukung partainya.
Ini menjadi menarik, sebut
saja Muntasir Hamid salah satu tokoh Partai Golkar Aceh secara tegas bersikukuh
dan siap dipecat demi komitmennya mendukung Mualem (Muzakir Manaf). Kemudian
ada juga Ketua DPW PKB Aceh yang secara terbuka ‘tanda kutip’ menentang
keputusan DPP PKB Muhaimin Iskandar, juga untuk mendukung Muzakir Manaf. Padahal
Sekjen DPW PKB Aceh hadir pada konferensi pers dan deklarasi Pasangan Irwandi
Yusuf-Nova Iriansyah. Demikian juga petinggi DPP PKB Lukman Edy hadir untuk
memberikan orasi politik pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh
Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah di Gedung Tertutup Taman Budaya di Banda Aceh,
Kamis (25/8/2016) kemarin.
Namun perlu diingat,
keputusan partai adalah final apabila kandidat yang bersangkutan mendapat dukungan
resmi dengan secarik kertas ber’kop’ partai serta tanda tangan ketua umum dan
sekjend distempel sesuai ketentuan partai. Tergantung kepintaran “Sang Kancil
Politik” untuk mendapatkan dukungan partai secara otentik.
Jadi, sepertinya politik
dua kaki adalah bagian dari strategi, tak ada yang aneh. Yang harus menjadi
fokus perhatian adalah sejauh mana hak-hak politik rakyat terakomodasi secara
adil. Sebab sesungguhnya politik haruslah bermuara pada terlaksananya dengan
baik tata kelola pemerintahan. Tata kelola pemerintahan yang baik yang dilandasi dengan kejujuran akan menjamin
kebutuhan dasar rakyat tepenuhi secara adil dan bijaksana. Mau politik dua kaki,
empat kaki, seribu kaki, silahkan. Gitu aja koq repot.[Red/Riaupos]