ACEH
TAMIANG - Perjuangan para masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang
yang selama ini berusaha menuntut ganti rugi atas lahan seluas 144 hektar
kepada perusahaan perkebunan PT. Raya Padang Langkat (Rapala) terkesan menemui
jalan buntu. Malah! sebanyak 12 (dua belas) orang dari mereka terpaksa harus meringkuk
dalam hotel prodeo karena dijerat pasal perbuatan tidak menyenangkan.
Saat ini, 12 (dua belas)
'pejuang hak tanah' tersebut telah berstatus sebagai warga binaan. 10 (sepuluh)
orang dibina di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kuala Simpang,
Kabupaten Aceh Tamiang dan 2 (dua) lainnya di Lapas Kelas II B Kota Langsa.
Koordinator Lapangan Pusat
Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat Aceh (PAKAR) Kabupaten Aceh Tamiang, Bambang
Herman, kepada LintasAtjeh.com, Sabtu (6/8/2016), menyampaikan sikap
keprihatinannya terhadap nasib 12 (dua belas) 'pejuang hak tanah' yang sudah
lebih dari satu tahun merasakan 'kegetiran' hidup dalam penjara.
Herman sangat mengharapkan
kepada anggota DPD RI asal Aceh, Fachrul Razi agar dapat melakukan upaya
mediasi di tingkat Nasional sehingga ada jalan untuk pembelaan nasib kepada 12
(dua belas) warga Aceh Tamiang yang terpaksa mendekam dalam penjara demi
mempertahankan hak atas lahan mereka.
Herman menjelaskan,
perseteruan panjang antara masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang dengan pihak
perkebunan PT. Rapala yang mulai memanas semenjak tahun 2014 lalu, belum
terlihat tanda-tanda penyelesaian secara adil dan beradab, justru saat ini
pihak masyarakat kecil yang telah menjadi korban dan harus mendekam dalam
penjara.
"Diduga kuat bahwa
perseteruan panjang tersebut akan menjadi bom waktu yang akan bisa meledak
kapan saja dan akan menimbulkan konflik sosial di Kabupaten Aceh Tamiang,"
tutup Bambang Herman.[zf]