IST |
Fernandes melontarkan
rencana itu di berbagai acara resmi yang digelar sejak Juli dan Agustus 2016.
Untuk mewujudkan rencana ini, Bupati bahkan sampai meminta izin kepada Kapolres
Timor Tengah Utara, AKBP Robby Medianus Samban.
Menurut Fernandes, hukuman
cambuk ini bukan semata sanksi fisik, tapi bentuk penyadaran kepada warga, yang
menolak menjalankan program pemerintah untuk kebaikan dan kepentingan
masyarakat luas. Hukuman cambuk juga bagian dari edukasi masyarakat agar
meninggalkan sifat malas.
Alasan lainnya, Kabupaten
Timor Tengah Utara telah menjalankan program Padat Karya Pangan dalam enam
tahun terakhir, sehingga program itu perlu ditingkatkan lagi.
"Memang program ini
sederhana sekali, hanya membagi beras secara gratis kepada masyarakat selama
lima tahun dan masyarakat wajib mengolah kebunnya seluas 25 are. Tapi nilai
yang terkandung dalam program sederhana ini mengajarkan orang untuk mengerti
hubungan antara luas lahan produksi dan pemenuhan kebutuhan yang tidak bisa
dipisahkan," jelas Fernandes dalam sebuah acara di desa Popnam, Kecamatan
Noemuti, Minggu, 28 Agustus 2016.
Dia merasa dalam lima
tahun masa kepemimpinannya terdahulu, masyarakat berutang padanya. Sehingga,
kini memasuki tahun ke enam, Fernandes mengklaim berhak menagih utang itu.
"Masyarakat saya
berutang kepada saya sudah lima tahun, mereka berutang setiap tahun dengan
terima beras secara gratis. Memasuki tahun keenam ini, saya akan keliling ke
desa-desa tagih utang ke masyarakat saya. Utang dalam hal ini adalah
pemeriksaan kebun olahan mereka," ungkap Fernandes sambil tertawa.
"Saya menemukan
format baru, untuk mengendalikan rakyat memang harus menerapkan teori cambuk
rotan asam. Untuk itu saya minta bantuan para babinsa, kamtibmas, untuk
membantu saya melakukan pemeriksaan lahan warga. Jika tidak sampai 25 are, maka
rotan asam akan diberlakukan," lanjutnya.
Fernandes berharap,
penerapan hukuman cambuk akan membuat masyarakat punya semangat membangun diri,
dan menolak tinggal dalam kemiskinan.
Melalui Padat Karya Pangan
ini, Fernandes akan menggelar rapat koordinasi dengan camat se-kabupaten Timor
Tengah Utara, sehingga September nanti bisa berkeliling bersama mereka
memeriksa kebun warga.
"Silakan bapak mama
boleh melapor ke kapolsek, kapolres, tapi kalau suatu saat bapak mama lapar
atau sakit karena melawan pemerintah, jangan lapor ke bupati. Tapi silakan
mengurus diri sendiri," ujarnya.
Fernandes juga menjelaskan
mekanisme penerapan hukuman cambuk ini pada pemeriksaan kebun nanti. Prioritas
pemeriksaan akan dilakukan pada kepala desa. Jika kebun kepala desa tidak
sampai 25 are, camat akan dicambuk sebanyak 5 kali, kepala desa 7 kali, dan
pemilik lahan 10 kali cambuk di tempat umum.
Pengecekan langsung ini
diperlukan, karena selama lima tahun terakhir dia hanya meminta laporan dari
petugas lapangan. Mereka umumnya memberikan informasi yang bersifat positif,
sehingga dia meragukan kenyataannya.
"Sebagai pemimpin,
saya hanya menerima laporan yang baik saja dari para mantri tani dan petugas
lapangan, sementara bertentangan dengan yang terjadi di lokasi. Ini tak akan
membuat saya tidur dengan tenang. Justru
saya ingin mencari laporan adanya ketidakberesan untuk bersama-sama kita
benahi," tegasnya.
Program Padat Karya Pangan
ini dilakukan pemerintah setempat dengan mengkonversi beras raskin program
pemerintah pusat, sebagai insentif pangan di Timor Tengah Utara. Program
bertujuan untuk memperbaiki produktivitas lahan petani. Hal ini juga sebagai bagian
untuk mengkonsilidasikan petani agar berubah dan memiliki orientasi dalam
memanfaatkan lahan tidur, melalui distribusi beras raskin dengan subsidi dari
pemerintah sebagai satu langkah mengatasi rawan pangan.[Viva]