BANDA ACEH
- Tim Pansus I DPR Aceh mengungkap adanya keanehan dalam pelaksanaan
pembangunan jalan Balohan-Keuneukai Sabang yang merupakan proyek Bina Marga
bersumber dana Otsus Aceh. Namun pengerjaan ruas jalan tersebut saat ini sudah
selesai dan finishing.
"Ada hal yang unik,
dalam pembangunan pengerjaan, jalan tersebut ada tumbuhan batang
kuda-kuda," kata Wakil Ketua Pansus I, Musanif, saat membacakan laporan
Pansus I dalam Paripurna II masa persidangan III di Gedung DPR Aceh, Selasa
(23/8/2016).
Berdasarkan keterangan di
lapangan, diketahui batang kuda-kuda tersebut tidak ditebang karena dilarang
oleh pemilik tanah. Pasalnya batang kuda-kuda ini menjadi penanda batas tanah.
"Padahal tanah yang
terpakai tidak lebih 15 cm dengan sepanjang kurang lebih 5 meter. Ironisnya
pemilik tanah tersebut adalah seorang pejabat berpengaruh di Pemerintah Kota
Sabang. Pansus I merasa prihatin dan miris dengan kondisi tersebut," kata
Musanif.
Selain peninjauan jalan
Balohan-Keuneukai Sabang, Pansus I juga meninjau pembangunan jalan Jantho
berbatas Aceh Jaya yang berada di Desa Cucum, Kecamatan Jantho, Aceh Besar.
Pembangunan jalan ini menggunakan anggaran bersumber Otsus dengan kontrak
senilai Rp13.648.000.000,-
Menurut tinjauan Pansus I
diketahui proyek jalan sepanjang 3.750 meter x 6 meter ini telah selesai dan
berfungsi dengan baik, serta sudah dimanfaatkan oleh warga sekitar. Namun
pihaknya berharap adanya pemeliharaan jalan, yang secara prosedur sangat
diperlukan. Hal ini mengingat lokasi jalan yang jauh dari pemukiman warga.
Di sisi lain, Pansus I
berharap pembangunan jalan ini dapat memberikan manfaat besar dari segala sisi.
"Tim Pansus berharap
pada Dinas Bina Marga agar pada jalan tersebut dapat mengusulkan anggaran pada
2017 untuk ditingkatkan dengan pengaspalan Hotmix, agar dapat berfungsi dan
tidak ditumbuhi semak belukar," ujarnya.
Selanjutnya, Tim Pansus I
juga meninjau kondisi pemeliharaan jalan Meurue-Indrapuri menuju Makam Teungku
Chik Di Tiro. Anggaran pemeliharaan jalan ini disebutkan mencapai Rp
9.692.000.000 dengan aspal Hotmix ACDC sepanjang 2.759,5 meter dan lebar
bervariasi.
Musanif mengatakan,
berdasarkan tinjauan ke lapangan diketahui jalan tersebut dalam kondisi bagus
dan berfungsi dengan baik. "Namun di sisi timur terdapat laporan
masyarakat adanya 500 meter yang belum diselesaikan dan akan dilaksanakan
pembangunannya pada 2016," ujarnya.
Tinjauan
pansus di Aceh Besar
Menurut hasil tinjauan
Pansus I diketahui kondisi ini disebabkan sengketa pembebasan lahan, sehingga
menyebabkan kendala dalam pembangunannya.
"Tim Pansus
menyarankan kepada Pemerintah Aceh supaya menempuh jalur hukum sehingga kelanjutan
pembangunan jalan yang dimaksud dapat terlaksana," katanya.
Musanif dan kawan-kawan di
Pansus I juga meninjau progress pembangunan jembatan Lamnyong yang anggarannya
mencapai Rp20 miliar. Pembangunan jembatan ini dilaksanakan PT Waskita Karya
cabang Aceh dan hingga kini sedang dalam tahapan pengerjaan.
"Tim Pansus
menyarankan agar pembangunan jembatan ini dapat dipicu pengerjaannya, mengingat
awal Oktober biasanya kondisi curah hujan tinggi, sehingga (dikhawatirkan) air
dapat menggenangi bantaran sungai dan menyebabkan pengerjaan pembangunan terkendala,"
katanya.
Dalam kunjungan kerja
Pansus I di Dapil I, Musanif mengatakan terdapat banyak temuan-temuan di
lapangan yang diantaranya juga diduga tidak tepat sasaran. "Ada beberapa
program yang dilaksanakan tidak mengacu kepada perencanaan yang telah ditetapkan,"
ujarnya lagi.
Di sisi lain, Pansus I
juga menemukan adanya kegiatan yang dilaksanakan tidak tepat sasaran dan bukan
kebutuhan masyarakat yang mendesak. "Akan tetapi hanya keinginan
segelintir orang untuk menciptakan proyek," ungkapnya.
Pansus I juga menemukan
banyak kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan tetapi tidak difungsikan
dan terbengkalai. Mengenai hal tersebut, Musanif kemudian merujuk pada rapat
Badan Anggaran saat menyikapi temuan LHP BPK RI beberapa waktu lalu.
"Kami tidak mengerti
lagi siapa yang merencanakan (proyek yang terbengkalai), karena kalau kita
konfirmasi kepada Gubernur Aceh, Gubernur juga tidak tahu. Kita tanya sama
Wakil Gubernur juga sama karena sedikit sekali terlibat dalam pembahasan
anggaran. Di komisi-komisi kami cek apa ada dibahas atau tidak? Juga tidak ada
hasil, tetapi ada proyek-proyek yang bernilai miliaran rupiah, yang gak tahu
siapa yang merencanakan. Mungkin inilah pesanan segelintir orang," tandas
Musanif.
Dia kemudian mencontohkan
temuan jembatan di Leupung yang dibangun dengan anggaran mencapai Rp7 miliar.
Namun sayangnya jembatan tersebut tidak berguna untuk masyarakat, kecuali hanya
untuk tiga kepala keluarga yang memiliki perkebunan durian di kawasan tersebut.
"Dimana monyet bisa lewat jembatan itu, delapan miliar atau
tujuh miliar. Di Gampong Teungku Akhyar, tiga
jembatan yang hampir hancur tidak ada yang bangun jembatan
tersebut," tegas Musannif.[Dw]