IST |
JAKARTA -
Pemerintah menilai kelompok bersenjata Din Minimi atau Nurdin bin Ismail Amat
layak mendapatkan amnesti dan abolisi. Hal itu sebagai bentuk janji pemerintah
setelah Din menyerahkan diri kepada pemerintah.
"Amnesti sudah saya
konsultasikan dengan Menkumham, Komnas HAM dan ketua komisi III. Kalau amnesti
ini tidak diberikan itu sangat parah terhadap kepercayaan (Din) kepada kita
(Negara)," kata Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso dalam rapat kerja
bersama Komisi III, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Sutiyoso mengatakan, sudah
saatnya negara melakukan pendekatan lunak kepada kelompok separatis dan
kelompok bersenjata lainnya. Pendekatan keras atau operasi militer hanya akan
menelan banyak kerugian.
"Bukan hanya materi,
tapi korban jiwa yang akan terus bertambah. Dari TNI, Polri, pemberontak warga
biasa akibat peluru nyasar," kata Sutiyoso.
Berbeda halnya jika
kelompok bersenjata itu tidak pernah mau diajak duduk bersama. Maka operasi
militer harus dilakukan. Dia mengaku, dirinya nekat bertemu Din di tengah hutan
di Aceh meski tak mendapat rekomendasi dari Menkopolhukam Luhut Binsar
Pandjaitan.
Berangkat dari situ,
Sutiyoso nekat ingin mengubah paradigma dan pendekatan yang harus dilakukan
ketika berhadapan dengan kekuatan kelompok bersenjata. Usaha ini pun berbuah
manis, yaitu penyerahan diri Din dan seluruh kekuatannya.
"Pertimbangan lain,
kelompok Din masih muda-muda anak buahnya. Din sendiri usianya 37 tahun. Anak
buahnya umumnya di bawah 20 tahun. Satu anak saja yang 23 tahun," kata
Sutiyoso.
Pertimbangan terakhir
adalah BIN ingin menghapus tudingan pelanggaran HAM yang kerap dilakukan
pemerintah Indonesia di tempat-tempat konflik oleh dunia internasional.
Sutiyoso berpandangan tudingan itu lambat laun mulai sirna dan bergeser.
"Menyerahnya Din
Minimi, dari pemberitaan di TV luar negeri yang saya ikuti, sangat baik. Bahwa
Indonesia mampu menyelesaikan konflik bersenjata dengan damai," ucap dia.
Sutiyoso tak memungkiri
ada untung-rugi menyelesaikan konflik bersenjata dengan iming-iming pemberian
amnesti dan abolisi. Namun dirasa Sutiyoso, keuntungannya lebih banyak tanpa
harus melulu memerangi dan berujung menghukum.
"Untung-rugi selalu
ada. Ini berhasil membawa dampak positif ke luar negeri. Soft power itu tidak
menutup kemungkinan hard power seperti (kasus) Santoso ini," ucap dia.
Sutiyoso menambahkan dari
percobaan pertamanya dengan mendekati Din Minimi, terdapat efek domino yang
positif. Yaitu, sekitar beberapa bulan setelah itu, kelompok bersenjata dari
OPM pimpinan Goliath Tabuni yang berjumlah sepuluh orang menyerahkan diri ke
pemerintah.
Reaksi
Komisi III
Sejumlah anggota Komisi
III meminta pemerintah tidak sembarangan memberikan amnesti dan abolisi. Komisi
hukum ini meminta kepastian data dan status hukum dari masing-masing orang yang
akan diberikan amnesti atau abolisi.
"Selanjutnya setelah
pertemuan ini kami akan melakukan rapat internal untuk memutuskan menyetujui
atau menolak pertimbangan Presiden. Tapi, saya yakin kalau dari benang merah
yang tadi saya katakan, ini tidak ada masalah," kata Ketua Komisi III
Bambang Soesatyo.[Metro News]