IST |
JAKARTA
-
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Tatang Sulaiman, mengatakan
Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, memberikan tanggapan soal cara TNI
menangani pelaku terorisme.
Rekaman video tanggapan
Gatot itu pun menyebar melalui akun Youtube puspen TNI. “Panglima ingin
meluruskan bahwa TNI paham benar tentang hak asasi manusia,” kata dia lewat
pesan singkat pada Tempo, Sabtu, 23 Juli 2016.
Tatang tidak membenarkan
atau membantah saat ditanya apakah pernyataan Gatot ini merupakan tanggapan
langsung terhadap pernyataan Kepala Polri, Jenderal Tito Karnavian, sehari
sebelumnya. “Kutipan (Panglima TNI) tersebut kan ada saat door stop (dicegat
wartawan), coba diputar di video Youtube itu,” kata dia.
Seperti diberitakan pada
Jumat, 22 Juli 2016, Tito mengatakan prosedur standar TNI dan Polri dalam
menindak pelaku terorisme berbeda. Dia menilai usulan untuk memberikan
kewenangan untuk TNI sulit dimasukkan dalam Revisi Undang Undang Terorisme,
yang hangat dibicarakan kembali pasca ledakan bom bunuh diri di kantor polisi
di Solo beberapa waktu lalu.
Tito mengatakan TNI masih
harus membangun kemampuan identifikasi forensik dan memperkuat fungsi
penyidikan atas kasus terorisme, sebelum bisa ikut menindak. Saat ini, fungsi
ini hanya ada di institusi Polri sebagai lembaga penegakan hukum. TNI, kata
Tito, cenderung memegang prinsip ‘kill or to be killed’, yang minim peringatan.
Tito juga mengatakan upaya
penegakan hukum terhadap teroris tetap harus mengedepankan hak asasi manusia.
Tindakan keras seperti menembak mati hanya bisa dilakukan dalam keadaan
terpaksa, misalnya pelaku melakukan perlawanan yang membahayakan.
Dalam video berdurasi 3
menit 7 detik yang diunggah akun Puspen TNI pada 23 Juli 2016, Gatot mengatakan
personel TNI tidak akan menembak orang yang tak bersenjata. TNI, menurutnya
sangat menjunjung tinggi HAM.
“Saya sangat HAM,
sejarahnya, sejak peristiwa 1998 dan lainnya. Standar prosedur operasi TNI
adalah pasti ada lembaran hukumnya, ada yang harus dipatuhi, termasuk HAM,”
kata dia.
Gatot memberi contoh saat
pihaknya menindak petinggi kelompok teroris Poso, yaitu Santoso alias Abu
Wardah beberapa waktu lalu. Tim Alfa dari Batalyon 515 Raider Komando Cadangan
Strategis Angkatan Darat bergerak menyergap kelompok Santoso.
“Saat disergap, (Santoso)
didampingi istrinya. Ada 2 wanita dan tidak bersenjata, karena tidak
bersenjata, tidak ditembak,” kata dia.
Contoh lain yang disebut
Gatot adalah saat pembebasan sandera di Woyla, Thailand pada 1981. Dalam
operasi yang saat itu dipimpin Letnan Kolonel Infanteri Sintong Pandjaitan,
tutur Gatot, tidak ada satupun sandera menjadi korban. Itu karena para anggota
Komando Pasukan Khusus menjunjung tinggi HAM, dan tidak sembarangan bertindak.
“Jadi salah kalau orang
mengatakan kalau TNI tidak tahu HAM,” ujar Gatot tegas.[Tempo]