BANTEN – Banten merupakan
satu dari lima daerah di Indonesia yang dijadikan sorotan utama Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tingkat KORUPSI yang tinggi. Banten memiliki
histori yang buruk terkait kepala daerahnya yang diberhentikan dari jabatannya
karena kasus KORUPSI. Mulai dari gubernur pertama Banten Djoko Munandar yang
diberhentikan karena dugaan korupsi dana perumahan DPRD hingga Ratu Atut
Chosiyah yang akhirnya juga diberhentikan dari jabatannya karena kasus suap
pilkada dan alat kesehatan di dinas kesehatan Provinsi Banten.
Dalam periode Ratu Atut
Choisiyah berkuasa (2005-2013), Provinsi Banten dikelola secara ‘kekeluargaan’.
Anggota keluarganya banyak menempati posisi penting seperti anggota DPRD dan
organisasi-organisasi semi-pemerintah. Begitu pula dengan proyek-proyek yang
dikelola pemerintah daerah, banyak dimonopoli anggota keluarga.
Hal tersebut terkonfirmasi
ketika KPK berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang berujung pada
penangkapan Gubernur Banten saat itu Ratu Atut Chosiah dan adiknya TB Chaery
Wardhana alias Wawan. Hubungan adik dan kakak kandung antara Ratu Atut dan Wawan
seolah menunjukan bahwasanya konsep KORUPSI yang dilakukan di Banten
dilaksanakan bersama Atut dan keluarganya.
Mengingat dampak buruk
korupsi yang dilakukan Ratu Atut dan keluarga, seperti hancurnya infrastruktur,
pelayanan publik, dan rusaknya birokrasi, harus ada upaya serius untuk
membangun Banten tanpa korupsi. Salah satu caranya dengan memberi sanksi sosial
bagi pemimpin korup pada momentum Pilkada 2017 dengan cara antara lain
mendorong partai politik dan masyarakat tidak mengusung dan memilih calon
gubernur atau wakil gubernur yang berasal dari keluarga dinasti.
Ini merupakan salah satu
upaya untuk memberi efek jera bagi siapapun yang akan memimpin Banten untuk
tidak menyelewengkan kekuasaan.
Oleh karenanya kami elemen
masyarakat Banten yang tergabung dalam Forum Banten Bersih menghimbau dan
mengajak:
1. Partai politik tidak
mengusung bakal calon gubernur dan wakil gubernur dari keluarga dinasti dan
memilih kandidat yang memiliki rekam jejak yang
bersih.
2. Masyarakat untuk tidak
memilih kandidat gubernur/wakil gubernur yang memiliki rekam jejak yang buruk
dan tidak berintegritas.
3. Masyarakat menghukum
partai politik yang mengusung bakal calon yang tidak memiliki rekam jejak yang
bersih dengan cara tidak memilih partai politik di pemilu selanjutnya.[Rls]