JAKARTA -
Sebagaimana telah dilansir media beberapa waktu lalu tentang dugaan penyelewengan
dana APBN untuk pos perpanjangan sewa kantor LPSK tahun 2015, saat ini santer
tersiar khabar bahwa pihak Sekretariat Negara terkesan menghindar terlibat
dalam persoalan itu. Bukti kongkrit perilaku "cuci tangan" dari
raibnya dana sewa kantor LPSK sebesar 2,7 miliar itu adalah dari keengganan
pihak Setneg menerima penyerahan kunci ruangan-ruangan di Gedung PKRI yang
digunakan secara gratis oleh LPSK selama ini. "Kami dibuat pusing, Setneg
menolak menerima kunci ruangan-ruangan PKRI yang selama ini kami pegang. Kami
sudah mau serahkan kunci sebagai penyelesaian tanggung jawab LPSK atas
ruangan-ruangan yang kami pakai selama ini di sini, tapi Setneg tidak mau
menerima," ungkap petugas sekuriti LPSK yang minta namanya tidak
dicantumkan kepada media, Jumat, 29 Juli 2016.
Seperti diberitakan
sebelumnya, Lembaga Parlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dibentuk sejak
lebih 5 tahun lalu, selama ini menempati Gedung PKRI di Jl. Pegangsaan Timur
No. 56 Menteng, Jakarta Pusat. Selama bertahun-tahun menempati ruangan-ruangan
di lantai 1 dan 4 gedung tersebut, LPSK rutin menganggarkan penggunaan dana
APBN. Namun, faktanya pihak pengelola Gedung PKRI, dalam hal ini Ketua LN PKRI,
ataupun pihak lainnya tidak pernah menerima dana sewa kantor. "Kami tidak
pernah menerima setoran dana sewa kantor dari LPSK, Gedung PKRI ini bukan untuk
disewakan," tegas Prof. Irwannur Latubual, Ketua Lembaga Negara Perintis
Kemerdekaan Republik Indonesia yang bertanggung jawab atas Gedung PKRI itu
sejak Juni 2013 lalu.
Pertanyaannya kemudian
adalah siapa yang menerima dana sewa kantor dari LPSK itu setiap tahun?
Pertanyaan itu mengemuka ketika Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke beraudiensi
kepada pimpinan PKRI beberapa waktu lalu. Mendapatkan informasi adanya dana
siluman seperti itu, Wilson langsung menyatakan sikap minta agar aparat terkait
mengaudit LPSK.
Mengetahui bahwa publik
telah mulai mencium aroma korupsi dana APBN untuk sewa kantor LPSK, Sekretariat
Negara Republik Indonesia yang berkantor di jantung pemerintah negara itu mulai
ketar-ketir, kuatir terkena masalah atas kasus tersebut. Salah satu indikasinya
adalah penolakan para oknum pejabat maupun staf Setneg menerima penyerahan
kunci ruangan-ruangan dari pihak LPSK.
"Kami sudah beberapa
kali ke sana menyerahkan kunci agar selelailah tugas kami di sini," imbuh
narasumber yang hingga kini masih rutin bertugas menjaga di depan ruang utama
LPSK, yang notabene sudah kosong ditinggal pindah ke Gedung LPSK yang baru di
seputaran Cijantung, Jakarta Timur.
Pada akhirnya, lanjut sang
sekuriti, mereka meminta bantuan oknum kopassus untuk menekan pihak Setneg agar
menerima kunci-kunci ruangan. "Alhamdulillah, setelah minta bantuan
Kopassus, kita tekan orang-orang Setneg agar mau menandatangani surat
penyerahan kunci ruangan-ruangan LPSK itu, tukas narasumber itu lega.
Menanggapi hal tersebut,
Ketum PPWI Wilson Lalengke mengatakan wajar Setneg berhati-hati. "Jika
informasi itu benar, maka dapat diduga bahwa pihak Setneg tidak ingin terlibat
dalam pertanggungjawaban atas penggunaan Gedung PKRI selama ini. Yaa, takutlah
jika nanti aparat menelusuri penyalahgunaan Gedung PKRI oleh LPSK dan pihak
lain di gedung itu, terutama terkait dana sewa kantor LPSK yang diambil dari
APBN," ujar Wilson yang merupakan lulusan PPRA-48 tahun 2012 itu.
Adakah keengganan Setneg
menerima penyerahan kunci ruangan-ruangan Gedung PKRI dari LPSK itu terkait
dugaan korupsi APBN untuk pos sewa kantor LPSK sebesar Rp. 2.730.000.000 tahun
2015 lalu? Menjadi tugas dan tanggung jawab kepolisian, kejaksaan dan KPK
menelusurinya.[Rls]