IST |
Penyebaran
Islam di nusantara tidak lepas dari peran dayah. Dayah itu sendiri berasal dari
kata “zawiyah” yang bermakna sudut atau pojok mesjid. Kata zawiyah itu pada
mulanya dikenal di di Afrika utara pada awal perkembangan Islam. Zawiyah
dimaksdukan kala itu adalah pojok mesjid yang menjadi halaqah para sufi, mereka
biasanya berkumpul dan bertukar pikiran dan pengaalaman, berzikir dan
berdiskusi.
Di
Aceh dalam khazanah pendidikannya, istilah zawiyah itu berubah menjadi dayah,
ini sama seperti kata “madrasah” berubah menjadi “meunasah” di kalangan
masyarakat Aceh. (Sejarah Dayah, Kemenag Aceh, 2015). Dayah menjadi benteng
terakhir untuk memfilter generasi dari berbagai pengaruh luar dan sejak awal
mulanya menjadi tempat menerpa generasi penerus dalam membekali para santrinya
dengan berbagai macam disilpin ilmu agama, mendidik akhlak dan budi pekerti.
Dayah dewasa ini lahir dengan inovasi baru dizaman semakin canggih informasi
dan teknologinya,
diharapkan mampu untuk menjawab tantangan.
Di
tengah era globalisasi kehidupan para generasi sekarang saat ini banyak dihantui
oleh berbagai pengaruh dan budaya dari luar, salah satunya kecanduaan narkoba.
Tidak sedikit generasi Aceh yang telah diracuninya bahkan kini Aceh termasuk
dalam darurat narkoba.
Ini bukan hanya isapan jempol, Aceh kini berada dalam rangking delapan di
tingkat nasional dalam “Klasemen Liga
Narkoba” Indonesia dan juga Kajati Aceh Tarmizi, SH, MH dalam seminar dengan
tema “Tingkatkan Sinergisitas Antar Lembaga dalam upaya penanggulan
Penyalahgunaan Narkoba di Aceh”, Agustus lalu, beliau mengilustrasikan kondisi
negeri “Serambi Mekkah” ini tergolong sangat kritis dan darurat dalam
penyalahgunaan narkoba pada komponen masyarakat.(Kajati Aceh, Agustus 2015).
Genderang
darurat narkoba diperkuat lagi dengan jumlah penggunaan yang mencapai 7000 orang.
Para pecandu ini berasal dari berbagai elemen dan kalangan, mulai dari siswa
sekolah, ibu rumah tangga, pejabat, oknum TNI/Polisi, PNS dan kalangan swasta.
Mereka sebagai pengguna aktif sabu-sabu dan jumlah ini akan mengalami
peningkatan. Tragis dan menyanyat hati kita, mayoritas pengguna itu di kalangan
generasi penerus bangsa baik kalangan anak-anak maupun remaja dan pemuda.
Penjelasan ini hasil pertemuan antara
kalangan Komisi VI DPRA Aceh dengan Badan
Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) Aceh awal Maret 2015. (Serambi Indonesia,
2015).
Pemerintah
dalam halini juga tidak tinggal diam
dibawah payung BNNP Aceh telah
merilis dan menunjukkan tempat rehabilitasi sebanyak 19 rumah sakit dan
Puskesmas di provinsi Aceh sebagai IPWL (Instilasi Penerima Wajib Lapor) untuk
rehabilitasi penyalahgunaan narkotika. Diantara rumah sakit tersebut adalah RSU
Zainal Abidin, RSU Langsa dan Puskesmas Kota Sigli. Pemerintah juga menunjuk
sejumlah Lapas di Aceh sebagai tempat rehabilitasinya. Disamping itu ada juga
pusat rehabilitasi narkoba non pemerintah
yang dikelola oleh
beberapa yayasan. Di Banda Aceh umpamanya ada YayasanTabina Aceh dan beberapa
pusat rehabilitasi lainya. Bahkan diantara bukti serius pemerintah, melalui
dinas sosial, pada bulan Agustus kemarin telahmerencanakan untuk membangun
panti rehab korban narkoba di Takengon dengan anggaran dana diusulkan mencapai
Rp. 67 milliar. Sebuah angka yang sangat
fantastis.
Diantara
program tersebut, penulis melihat pemerintah belum melakukan penanganan berbentuk kearifan lokal
dengan basis negeri syariat untuk mengelola sebuah lembaga rehab yang berbasis
relegius. Terlebih dengan jumlah lembaga pendidikan Islam berbasis dayah
yang telah mengakar dalam masyrakat untuk membentuk sebuah tempat
rehabilitas dengan nama “Dayah Narkoba” disingkat dengan nama
Darba. Metode
yang akan diterapkan menggunakan pendekatan agamis yakni dengan menyalurkan
prosesi kejiwaan dengan pembinaan agama. Teori dan konsep yang
dirancang difokuskan kepada pengenalan diri dengan konsep ARRAB dengan
kepanjangannya “Arafa Nafsah Arafa Rabbah” (pengenalan diri untuk mengenal Allah).
Kata
Ar-rabatau rabbitu sendiri merupakan bermakna ketuhanan, para santri ini
dituntu untuk menemukan jati dirinyayang telah hilang ekses narkoba dengan
penekanan kepada mencari esensi diri untuk menemukan nilai rabb (ketuhanan). Para penderita narkoba
tersebut dibawah bimbingan guru rohani diajak untuk bertafakkur, menyesali diri
apa yang telah dilakukan selama ini, dalam bahasan tasawufnya dikenal dengan
“tawajuh”, mereka diajak meretas memori diri mereka hanyut dalam alam penyesalan, merasa bersalah, menyesali
dosa yang telah diperbuat selama ini, sehingga menangisi diri dengan air mata
taubat dan penyesalan untuk terus mengenal diri sendiri. Sang guru spiritual
ini mengajari mereka dengan berbagai
zikir dan doa.
Zikir
itu dengan gerakan seperti shalat dan zikir rutin sesuai dengan arahan guru
rohani. Efektifitas pada tahapan ini,
penderita diajak shalat dan berzikir. Sehingga, aspek fikiran (kognitif),
perasaan (afektif), kemauan berbuat (konatif) serta aspek gerakan-gerakan tubuh
(psikomotorik)korban narkoba itu dipadukan dalam satu arah, yakni nurani. cara
ini, merupakan upaya untuk mengintegrasikan semua fungsi psikis manusia, dalam
mencapai kepribadian yang sempurna.
Di
dunia tasawuf sendiri ekses dari zikir itu sangat mempengaruhi seseorang,
terlebih mereka yang berjiwa labil dan adanya
gangguan jiwa. Pengaruh dari zikir yang akan dirasakan oleh penderita
sebuah kepuasaan rohani yang luar biasa yang tidak pernah dirasakan pada masa
yang telah lalu. Dulu ada ketika korban narkoba merasakan kesenangan sering
disebut dengan “fly”, namun kenikmatan yang kini dirasakan jarang sekali dan
melebihi kesenagan dengan obat terlarang yang pernah meraka gunakan. Zikir itu
dapat menghapus dan menghiangkan gelisah, rasa resah, khawatir juga mampu
mengokohkan jiwa terhadap segala hambatan dan rintangan yangmenerpa dalam
kehidupan ini.Allah telah menjanjikan ketenangan jiwa dengan berzikir,
disebutkan dalam al-Quran berbunyi:“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah
hati menjadi tentram”. (QS. Ar-Ra’du[13]:29).
Para
santri dayah narkoba diwajibkan untuk mandi dan mengekal diri dengan berwudhu. Lemahnya kesadaran korban
narkoba hal ini diakibatkan oleh mabuk,
diantara yang dapat dipulihkan yakni dengan mandi dan wudlu. Dalam ilmu
kedokteran efek dari mandi atau wudhu
itu, dimana pembuluh darah di permukaan tubuh menciut, sehingga darah pergi ke
otak, dan tubuh bagian terdalam menjadi hidroterapi yang sangat efektif,
menyegarkan jiwa dan raga yang pernah tersiksa.
Para
santri ini, diusahakan waktunya disibukkan dengan berbagai kegiatan religius. Umpamanya waktu malam diisi
dengan berbagi kegiatan ibadah dengan menghidupkan malam, berzikir, shalat lail
baik tasbih, taubat, tahajud, witir dan lainnya. Kegiatan mereka diisikan sampai selesai dhuha. Tetapi hal demikian tidak
perlu dipaksakan, namun perlahan dan sistematis. Kita menginginkan isinya yang
bisa mengembalikan korban untuk bisa disembuhkan. Pendekatan psikologis dan
olahraga serta pengobatanbaik dengan kedokteran maupun herbal juga perlu
dikombinasikan. Rehabilitasi santri dayah narkoba ini merupakan perpaduan
berbagai konsep dengan penekanan nilai religiusnya.
Metode
dan konsep itu terserah bagaimana disusun, setidaknya diantara metode tersebut
dapat dirangkumkan dalam beberapa poin yaitu: pertama, bimbingan
spiritual. Disini diperlukan seorang murabbi (guru spiritual) dalam dunia tarekat dikenal dengan sebutan mursyid untuk membangkitkan dan
membimbing mental spiritual para santri dengan mengajarkan pendidikan wirid
atau dzikir dan ibadah yang benar agar para santri dapat mengerti dalam proses
mengenal Tuhannya. Pengenalan ini tidak terlepas dari kewajiban syar’i berupa
tatacarashalat dan hal lain yang merupakanfardhu ain setiap muslim, disamping
zikir dan doa serta wirid yang sudah warid lainnya dari rujukan yang muktabar. Kedua, pengobatan tradisional dan
modern, untuk pengobatan para santri korban narkoba dan kelainan perilaku,
hendaknya juga digunakan cara tradisional dan dikombinasikan dengan pengobatan
modern (kedokteran).
Disini
peran pemerintah dan lembaga-lembaga
yang ahli turut disertakan
dan dilakukan kerja sama yang baik. Racun dalam korban narkoba itu
harusdikeluarkan dan memperbaiki fungsi syaraf dan organ tubuh. Tentu saja para
ahli dan spesialis yang lebih tahu dalam hal ini diturut sertakan dan
berpartipasi. Ketiga olah raga. Selain
meningkatkan mental dan spiritual para santri, juga dijalankan program olah
raga yang dilakukan setiap hari guna memulihkan dan mengembalikan kesehatan
serta stamina para santri dengan bermain sepak bola, bulu tangkis, pencak silat
dan lainnya.
Keempat, kesenian dan kerajinan.
Dalam mengimbangi kegiatan para santri di dayah narkoba juga diadakan kesenian
dan berbagai kerajinan tangan untuk memulihkan kepercayaan diri mereka. Kelima, pengajian, pengajian ini
rutin dilakukan untu memberikan pengetahuan agama sehingga implementasi ibadah
sesuai dengan syariat. Metode dan konsep tentu saja disesuaikan dengan keadaan
dan kondisi mereka sehingga tidak membosankan dan diciptakan mereka lebih
mencintai dan mengangap penting dengan ilmu agama itu sendiri.
Penulis
berharap dengan adanya Darba yang secara etimologinya
penulis maksudkan berasal dari bahasa arab dengan makna “memukul”. Dengan “darba”(pukulan)ini
akan melahirkan dan membentuk generasi muda yang berkepribadian baik dan mulia
serta membentuk cara dan pola berpikir santri sebagai penghuni dayah tersebut,
Darba akan melahirkan santri yang konstruktif dan produktif dalam berbuat baik
semaksimal mungkin dan selalu bermental positif dan optimis dalam menanggapi
seluruh kenyataan hidup.
Kita
harapkan juga mereka walaupun sempat menjadi insan yang pernah mengalami
pengalaman yang buruk juga harus selalu siap mengambil inisiatif dan penuh
perhatian dalam memikirkan kepentingan diri dan orang lain serta terbiasa dalam
memikul tanggung jawab. Kita didik mereka menjadi menjadi manusia seutuhnya
sebagai khalifatul arddhi (pemimpin
dimuka bumi) yang mengembangkan amanah layaknya manusia normal lainnya. Semua
itu bukan hanya tugas dan kewajiban pemerintah, keluarga sang korban narkoba
dan dayah sebagai tempat mendidik mereka, tetapi tugas kita semua.
Kita
tidak boleh egoisme, surga itu kita raih sendiri dengan mengabaikan dan tidak
peduli nasib orang lain, kita juga tidak boleh egoisme hanya mecegah diri kita
sendiri dari cakaran api neraka dan melupakan saudara lain yang juga “ahli” (saudara). Jangan lupa
perintah Allah SWT dalam Al-Quran yang berbunyi:”Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimudan
keluargamu dari api neraka..”.(QS. At-Tahri[66]:6). Rasulullah juga telah
memperingatkan kita dalam beramar makruf nahi mungkar dengan bunyinya: “Barangsiapa
diantara kamu melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya
(kekuasaaannya), jika dia tidak sanggup, maka dengan lisannya, dan jika dia
tidak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju)
dan demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49).
Mengomentari
hadist ini Syekh Amin Kurdimengatakan mencegah kemungkaran itu dikelompokkan
kepada tiga golongan, mencegah dengan tangan dibebabkan kepada pemerintah
dengan kekuasaannya, kemudian ulama berperan mencegahnyadengan menyampaikan
secara lisan, sedangkan masyarakat biasa pada posisi ketiga dengan membenci dan
tidak senang dengan kemungkaran.
Narkoba
merupakan salah satu bentuk maksiat dan musuh besar bangsa bahkan dunia
sekalipun, tanpa kepedulian semua eleman masyarakat baik keluarga, masyarakat
dan pemerintah niscaya musuh besar itu akan terus merajalela dan memangsa anak
dan saudara kita dibumi Iskandar Muda ini khususnya dan negara kita ini pada umumnya. Hari ini
korbannya tetangga dan saudara kita, siapa tahu dan siapa yang menjamin besok
atau lusa, monster yang bernama narkoba itu tidak akan “menerkam” anak dan
keluarga bahkan diri kita sendiri? Namun dengan sokongan dan kerjasama yang
baik dari semua lapisan dan elemen tersebut, Insya Allah narkoba sebagai musuh
itu akan dapat kita jinak danmusnahkan di negeri tercinta ini.
Peranan
Darba (Dayah Narkoba) disamping sebagai bentuk pencegahan rehabilitasi, kuratif
(pengobatan) juga dapat difungsikan
sebagai pencegahan preventif (pencegahan pra terlibat narkoba). Usaha preventif
hendaknya komposisi dan penjabarannya lebih menyentuh dengan kearifan lokalnya,
disini peranan dayah juga dipandang sangat strategis, namun tanpa dukungan
semua pihak juga tidak berhasil walaupun saat ini secara tidak langsung dayah
telah melakukannya semenjak dari dulu secara mandiri dan fungsinya sebagai obor
dan lampu umat. Bentuk partipasinya pemerintah bukan hanya “simbolis” dan
“kunker”.
Tetapi
harus lebih dari itu dalam memberantas narkoba sebagai musuh terbesar bangsa
(the nation's biggest enemy).
Namun tiga pencegahan (preventif, kuratif dan rehabilitasi) tersebut, tidak sempurna tanpa
adanya usaha represif yakni menindak dan
memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh
para penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Usaha
refresif ini harus serius memberi jera para pelaku, terlebih Aceh saat ini
sudah dideklarsikan syariat Islam semenjak tahun 2001 sudah selayaknya tindakan
refrensif dalam bingkai syariat diaplikasikan. Hendaknya penegakan syariat Islam itu bukan hanya dijadikan
sebagai bentuk“syari-ap” (syari-baca “cari”, ap-konsumsi-penulis) baik dalam
segi politis atau lainnya, tetapi implementasi syariat yang akan menahkodakan
negeri Iskandar Muda ini sebagai negeri
impian bermahkotakan “baldatun tayyibatun warabbul ghafur”. Semoga..!!!
Penulis
: Helmi Abu Bakar El-Langkawi (Staf Pengajar Dayah Mudi
Mesjid Raya Samalanga dan Jamaah Tariqat Naqsyabandiah Aceh)