BANDA
ACEH
- Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah
Universitas Serambi Mekkah (USM), mengadakan Workshop Kurikulum di Aula Kampus
Universitas Serambi Mekkah Bathoh Banda Aceh, Sabtu (25/6/2016). Workshop
diikuti oleh civitas akademika Fakultas Dakwah dan Prodi KPI Universitas
Serambi Mekkah.
Adapun pemateri Workshop
Kurikulum tersebut antara lain menghadirkan Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fisip
Universitas Malikussaleh dan Ketua ASPIKOM Aceh Kamaruddin Hasan, S.Sos, M.Si
didampingi Awaluddin Arifin, S.Sos, M.Kom.I. Juga menghadirkan Ketua Prodi KPI
STAIN Gajah Putih Fachrur Rizha, S.Sos.I, SP, M.I.Kom, bersama Dekan Fakultas
Dakwah Universitas Serambi Mekkah Dr. Andri Nirwana, MA, Ketua Prodi KPI
Universitas Serambi Mekkah Ainal Fitri serta dimoderatori oleh Fuadi.
Kamaruddin Hasan dalam
pemaparannya tentang kurikulum dan peluang dan tantangan mahasiswa dan lulusan
KPI, menyebutkan bahwa masyarakat global sebagai komunitas planet bumi
menyadari bahwa ragam budaya, ras, aliran dan agama atau berbagai bentuk dan
sistem keyakinan tertentu tidak dapat lagi dijadikan sebagai sekat yang
membelenggu kreativitas dan inovasi interaksi antar sesama, isolasi sosial
dengan berbagai latar belakang, sudah mengalami “pembongkaran”, termasuk dalam
dunia dakwah dan atau penyiaran Islam.
“Penyiaran Islam yang
bersendikan amar ma’ruf nahi munkar secara fungsional memainkan peranan yang
sangat penting dalam mengontrol perilaku kehidupan umat Islam dan manusia
secara keseluruhan khususnya di Aceh termasuk dalam literacy media bagi
generasi muda,” terangnya.
Perputaran roda
kapitalisme global, lanjut dia, dengan “libido/syahwat” pasar bebasnya yang
teramat kencang, mulai membuat benteng pertahanan ruhiyah dan spirit
dakwah/penyiaran Islam yang teramat luhur tersebut. Mulai pudar perlahan karena
mentalitas dan pondasi kepribadian pelakunya tak sekuat penyiaran Islam itu
sendiri.
Untuk itu, tambah Kamaruddin,
dalam me-review kurikulum komunikasi dan penyiaran Islam perlu dipahami dengan
benar tentang filsafat ilmu, antologi, epistimologi keilmuan termasuk studi aksiologi.
“Selain itu, dosen,
mahasiswa dan civitas akademika mesti menguasai teknologi komunikasi dan
informasi. Bagaimana mengintegrasikan antara Ilmu dan Islam. Misalnya secara
epistimologi kajian komunikasi adalah broadcasting, jurnalistik, managemen
media dan lain-lain, maka Penyiaran Islam mesti menjadi core values dengan
perspektif Islam,” tegasnya lagi.
Lanjutnya, termasuk
didalamnya mensinergikan pendekatan teologis-normatif dan histories-empiris dengan memadukan paradigma
Sains dan Islam, sehingga tidak ada dikotom
diantara keilmuan dan keislaman, dilakukan dengan melalui interaksi dialog
yang kreatif diantara komponen-komponen
dengan acuan dasar filsafat Ilmu.
Paradigma dalam menyusun
kurikulum komunikasi dan penyiaran Islam (KPI), jelas mesti didasari kepada Al-Quran
dan Sunnah sebagai sumber epistemologi
sebagai cara memperoleh ilmu pengetahuan melalui proses (persepsi indrawi,
kalbu/akal, wahyu/ilham). Sehingga akan tampak dalam kurikulum adanya
penggabungan antara studi Tekstual dan
kontekstual.
Pemahaman domain
komunikasi, masih kata dia, sub domain penyiaran/media dan Islam sebagai warna
nilai yang menjiwai dan memandunya. Dalam mata kuliah teori-teori komunikasi
misalnya, jika bidang komunikasi umum berbicara dari sudut tingkatan dan
level-levelnya, maka dalam KPI perlu ada tambahan kontemplasi nilai-nilai
keislaman pada teori-teori tersebut.
Berkaitan dengan kurikulum
berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Kamaruddin Hasan,
menyebutkan bahwa jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran KKNI
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja Indonesia
yang menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan
sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan
kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan.
“Merupakan kualifikasi
perwujudan mutu dan jati diri bangsa terkait dengan sistem pendidikan, sistem
pelatihan kerja serta sistem penilaian kesetaraan capaian pembelajaran
(learning outcomes), yang dimiliki untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang
bermutu dan produktif. Merupakan sistem
yang berdiri sendiri dan merupakan jembatan antara sektor pendidikan dan
pelatihan untuk membentuk Sumber Daya Manusia berkualitas dan bersertifikat
melalui skema pendidikan formal, non formal, in formal, pelatihan kerja atau
pengalaman kerja. Yang disepakati bersama, disusun berdasarkan ukuran hasil
pendidikan dan/atau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal,
nonformal, informal, atau pengalaman kerja,” tandasnya.
Apalagi, tambahnya,
Pendidikan Tinggi merupakan salah satu unsur yang berperan penting dan
bertanggung jawab atas upaya pemberdayaan Sumber Daya Manusia yang kreatif,
inovatif dan produktif. Sehingga mampu mandiri dan bersaing dalam menghadapi
peluang dan tantangan di era globalisas termasuk MEA.
“Bisa kita bayangkan,
bagaimana data dari ASEAN Competitive Inbox, bahwa tingkat pendidikan kita
Indonesia berada di peringkat kelima. Masih kalah jauh dari negara tetangga,
seperti Malaysia dan Singapura. Tingginya biaya pendidikan kita membuat tak
banyak masyarakat yang mampu mengenyam pendidikan. Meskipun, sudah menjadi
rahasia umum bahwa setidaknya harus menjadi lulusan sarjana untuk mendapat
pekerjaan yang layak,” kata dia.
Pada sesi terakhir
pemateri sepakat bahwa mesti ada sinergisitas antara kurikulum ilmu komunikasi
umum dengan komunikasi dan penyiaran islam (KPI), juga diharapkan semua
penyelenggaran jurusan Ilmu Komunikasi, termasuk komunikasi dan penyiaran yang
ada di Aceh untuk segera melakukan review kurikulum.[Rls]