BIREUEN – Bireuen memang
beda, itulah kata slogan yang tepat. Bagaimana tidak, baru-baru ini seorang
kontraktor yang telah nekat menanamkan modal membangun jalan hotmix Blang
Bladeh–Blang Seupeung Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen tahun 2015 lalu dengan
nilai pagu Rp 2 milyar tanpa melalui mekanisme proses petenderan berinisial M,
Direktur PT. Takabeya Perkasa Group Bireuen bakal berhadapan dengan aparat
penegak hukum.
Beragam Informasi yang
berhasil dihimpun pasca pemanggilan oleh Kejari Bireuen terhadap rekanan yang
bertanggungjawab atas pembangunan jalan hotmix sejarak 860 meter dan disinyalir
menuai masalah serta kental “kong kali kong” antara pihak-pihak berkuasa
dijajaran Pemkab Bireuen dengan rekanan bersangkutan Dinas BMCK.
Sementara menyangkut jalan
Blang Seupeung dan Blang Bladeh perusahan yang dipinjam pakai Muklish bernama
CV Bayu Perkasa, dengan direktrisnya bernama Samhati Ali.
Menurut informasi yang
berhasil dihimpun, pihak Pemkab melalui BMCK dalam APBK 2016 telah
menganggarkan dana Rp 2 Milyar untuk pembangunan jalan Blang Seupeueng-Blang
Bladeh. Malahan tahapan perencanaannya juga masuk dalam tahun anggaran yang
sama yakni tahun 2016.
Proyek pengaspalan itu
sudah selesai dilakukan pelelangan dengan system LPSE dengan nama perusahaan
pemenang CV Bayu Perkasa beralamat dikawasan jalan Medan Banda Aceh Desa
Meunasah Blang, Kota Juang Bireuen, yang kemudian ketika ditelusuri alamat
tersebut merupakan alamatnya PT. Takabeya Perkasa Group milik Haji Mukhlish.
Perjanjian melekat
meskipun berlangsung secara lisan antara pihak-pihak yang terkait, pembayaran
hasil kerja tahun 2015 itu akan dilunasi dengan anggaran ditahun 2016. Jadi dengan
anggaran yang sudah diflot dengan peruntukan pembangunan jalan lokasi yang sama
rencananya akan diproses pencairan uang tanpa harus dikerjakan lagi.
Adapun proses pelelangan
yang dibuka secara resmi lewat online LPSE seperti biasanya, disinyalir hanya
sebagai jurus propaganda alias pura-pura jujur dan islami yang diyakini bakal
mujarab untuk tujuan “sabotase” permainan licik yang sudah di tata bersama
sebelumnya, tahapan yang diberlakukan itu tentu supaya terbungkus rapi demi
mengelak temuan aksi korup dan “konspirasi”, kalau-kalau tercium penegak hukum
nantinya.
Kepala Kejari Bireuen M.
Thohir, SH melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Robi Shaputra, SH yang dihubungi
media terkait pemanggilan kontraktor besar di Bireuen Mukhlis menjelaskan,
tujuan awal pihak Kejari memanggil rekanan bersangkutan untuk mendalami
kebenaran tentang informasi miring yang merebak dalam kalangan publik yang
semakin heboh setelah tersiar lewat sejumlah media.
Intinya ada proyek pembangunan
jalan hotmix yang sudah tuntas dikerjakan pada tahun 2015 dengan nilai milyaran
rupiah itu disebut-sebut berselemak masalah, terutama cara rekanan memperoleh
dan menangani proyek tersebut diduga diluar prosedur yang ditetapkan. Yang
paling mencolok dan terkesan nekat adalah pihak rekanan tanpa khawatir
melaksanakan pekerjaan tanpa didasari Surat Perintah Kerja (SPK) dari Dinas Teknis
BMCK.
Menurut Robi, pengakuan
yang diperoleh dari Bos PT. Takabeya perkasa Group menyatakan pihaknya berani
menindak lanjuti dan mengerjakan pembangunan jalan desa pedalaman Kecamatan
Jeumpa Bireuen tersebut setelah adanya perjanjian dua pihak secara lisan antara
pihak Kontraktor dengan Ketua DPRK Bireuen Ridwan Muhammad.
Memang benar, lokasi jalan
yang telah dibangun itu terbentang di seputaran kampung asal ataupun merupakan
bagian Dapil Pak Ridwan Muhammad. Pantas jika Ridwan Muhammad sampai
menggunakan langkah picik untuk membelai kawasan simpatisan partainya dalam
menggarap suara sewaktu beliau mencalonkan diri sebagai seorang DPRK Bireuen.
Sebaliknya pengakuan Ketua
DPRK Bireuen, bersikukuh menjawab kepada wartawan kalau dirinya tidak ada
sangkut paut dengan proyek yang sudah dikerjakan 2015 itu. “Mengeluarkan SPK
proyek bukanlah ranah lembaga legislatif. Kami hanya sebatas menyampaikan
aspirasi dari rakyat,” begitu urai Ridwan, sebagaimana sering kita baca pada
bagian tulisan fungsi-fungsi dasar lembaga legislatif sebuah daerah.
Sedangkan pihak lembaga
penegak hukum penegak Kejari Bireuen melalui Kasi Pidana Khususnya kepada media
mengutarakan tekad dan janjinya akan fokus mendalami kasus proyek jalan 2
milyar tanpa tender, yang sudah memancing tanda tanya besar bagi masyarakat
menyangkut keseriusan pemerintah dalam proses pelaksanaan system penentuan
kontraktor pemenang dalam satu proyek.
Dihari yang sama,
sekembalinya Bos Takabeya dari kantor Kejari Bireuen ke kantornya kawasan Meusah
Blang, sekira pukul 16.00 WIB sore, wartawan media ini bersama rekan wartawan
salah satu tabloid di Aceh merapat menemui Mukhlish di tempatnya untuk
mendapatkan keterangan lanjutan dan terperinci darinya menyangkut oknum yang
memberi perintah atau oknum “janji bayar” sehingga pihak rekanan tanpa khawatir
“menghampar” modal milyaran rupiah diatas jalan Blang Bladeh-Blang Seupeueng.
Dengan mimik wajah
terkesan sedikit panik dan tegang, Mukhlish menuding pemberitaan media
merupakan dalang utama yang membuatnya kearah kerugian sebesar 2 milyar. Alasannya
karena sesungguhnya anggarannya sudah dipersiapkan untuk pembayaran tahun 2016
dalam bentuk proyek yang sudah duluan dikerjakan itu, yang tentunya pasti akan sepenuhnya
berlaku diluar jalur. Namun kini apa yang akan dilakukan itu sudah muncul dan
tekuak kepermukaan, malah menjadi catatan mengarah menjadi sebuah kasus di pihak
penegak hukum.
Mukhlish juga nyaris “naik
spaning” ketika melihat wartawan media ini memasuki ruangannya untuk
mendapatkan informasi lanjutan kisah proyek tanpa tender yang ditangani
perusahaan group Takabeya.
Dengan tensi sedikit
terkesan “emosian” Mukhlish berujar,“Liat apa yang telah engkau perbuat
terhadap saya, padahal aku kan belum berbuat sesuatu sampai merugikan Negara? Malah
sekarang kalaupun uang modal pribadi saya senilai 2 milyar itu kalaupun tidak
ada sumber untuk dilunasi berarti harus saya anggap sebagai sedekah kepada
masyarakat di kawasan tersebut. Apakah yang telah diambil sikap ini tidak
bermakna bagi masyarakat yang saban hari lalu-lalang melintasi jalan yang saya
bangun tersebut?”.
Menanggapi perkembangan
ini diakui dari segi financial pihak yang mengerjakan proyek jalan tersebut
memang belum melakukan sesuatu hal yang mengarah pidana terhadap kerugian negara.
Akan tetapi menyangkut konspirasi yang sengaja dibangun demi mendapatkan
pekerjaan dengan mengabaikan proses sebagaimanan aturan yang berlaku juga
termasuk bagian pelanggaran hukum pidana yang tidak bisa dipungkiri
keberadaannya.
Menyusul pengakuan
langsung dan apa adanya dari sang kontraktor kepada pihak Jaksa Pidsus Kejari
Bireuen, media ini juga mencoba mendapatkan klarifikasi detail dari Ridwan
Muhammad yang ngotot dengan pengakuan kalau dirinya tidak terlibat, malah akan
mempertanyakan persoalan pembangunan jalan didaerahnya itu kepada pihak dinas
terkait.
Akan tetapi apalah daya,
Ketua DPRK dari PA Bireuen tersebut mulai tidak jelas keberadaannya, begitupun
dengan sejumlah nomor Handphone yang pernah dipasang satupun tidak dapat
tersambung.
Mungkin kenyataan yang
demikian terkesan sesuatu yang pantas disebut kebiasaan ironis yang dipamerkan
seorang pejabat publik, namun maaf label demikian tidak berlaku untuk pejabat
Pemkab Bireuen. Pasalnya, bagi sebagian besar pejabat penting di Bireuen
(Legislatif dan Eksekutif) sikap merahasiakan nomor kontak pribadi kepada
publik merupakan trend tersendiri, dan dianggap sesuatu kebiasaan yang memang
patut alias masuk akal.
Tak heran jika seorang
pejabat pemerintahan eselon II itu gonta-ganti nomor hp hingga 4–5 nomor. Jikapun
seseorang menyenangi untuk men”save” kesemua nomor mereka, itupun belum tentu
ada yang aktif atau beruntung ketika dihubungi untuk keperluan sesuatu meskipun
sesuatu yang mustahak sekalipun.
Sikap yang diambil oleh
Ketua DPRK Bireuen dalam minggu ini juga tidak kalah “mode”. Upaya wartawan
media ini untuk menemui atau tersambung via selular sejak Senin,28 Mei 2016
tetap nihil. Nomor kontak pribadi yang diperoleh dari rekan-rekan anggota DPRK
malah diantaranya sefraksi dengannya seperti A Gani Isa (Toke Medan), Dahlan ZA
(Abu Dahlan) dan Fadhli antara lain :082122705561, 082160878090, 082122222924,
082217535662 semuanya diluar jangkauan.
Selain dari jajaran
anggota dewan, media ini juga pernah memohon waktu untuk menjumpai langsung
melalui Ajudan Ketua DPRK Bireuen termasuk untuk tersambung via seluler dengan
orang yang dikawal jika beliau tidak bersedia ditemui. Namun hasilnya tetap
tidak kesampaian malah tanpa jawaban apapun dari sang ajudan dari unsur oknum
kepolisian tersebut.
“Jangankan kalian, kami saja
yang anggota DPR sama dengannya tidak tahu keberadaan atau nomor Hp Ketua aktif
dan bisa dihubungi,” tegas seorang anggota dewan dari Partai Golkar yang
sungguh akan terdengar “miris” bagi masyarakat ketika membutuhkan kepedulian
atau sesuatu kepentingan yang berkaitan dengan ketua dewan diluar sana mungkin
masih dibangga-banggakan para simpatisannya.
Inisiatif media ini untuk
mendapat penjelasan sang politisi PA yang sudah dua periode menduduki Ketua
DPRK Bireuen kemudian mengarah kepada Sekwan DPRK Bireuen Drs Husaini, Kamis 2
Juni 2016. Namun “Saya sedang diluar daerah, besok sepulang saya ke Bireuen
akan saya upayakan menjumpai anda dengan beliau,” demikian terdengar jawaban
dari ponsel pak sekwan.
Sikap loyalitasnya yang
dipupuk oleh Ridwan Muhammad terhadap masyarakat sepertinya sangat jauh
melenceng dari aturan keharusan lembaga wakil rakyat, bahkan barangkali kalimat
apa yang pernah dikoarkan sewaktu kampanye tahapan meraih suara.
Tindakan “melenyapkan”
diri dari pandangan mata manusia atau kemana harus dihubungi merupakan sikap
“Egoisme” yang dikhawatirkan akan tertular bagi 39 anggota DPRK Bireuen
lainnya.
Walaupun demikian, terkait
dengan pengakuan Mukhlis Takabeya kalau Ridwan Muhammad lah yang meminta
dirinya membuat Jalan Blang Bladeh dan Blang Seupeung tanpa SPK dari dinas
terkait pada tahun 2015 lalu, perlu diuraikan kepada publik menyangkut
keabsahannya serta proses yang telah ditempuh untuk benar-benar diterima akal
sehat.
Karena betapapun
melencengnya tindakan yang sudah diambil alih, merupakan bibit yang mulai
tersemai yang akan tumbuh berkembang menjadi pemikiran yang mengarah kepada
misi tak percaya terhadap kemurnian kinerja pemerintahan melalui tahap
petenderan system elektronik (LPSE).
Apalagi setelah cara
petenderan system manual kita tinggalkan, system yang kemudian
dibanga-banggakan pihak pelaksana tender sebagai sesuatu yang berjalan apa
adanya yang semuanya dikerjakan secara elektronik ala LPSE, system ini digadang-gadang
berlangsung sangat “fair” tanpa ada celah untuk dinodai permainan apapun,
apalagi dituduh kalau panitia pelaksanannya menganut prinsip KKN.[Tim]