-->

Tender Tak Sesuai Prosedur, Jaksa Panggil Kontraktor

04 Juni, 2016, 01.22 WIB Last Updated 2016-06-05T16:16:49Z

IST
BIREUEN – Bireuen memang beda, itulah kata slogan yang tepat. Bagaimana tidak, baru-baru ini seorang kontraktor yang telah nekat menanamkan modal membangun jalan hotmix Blang Bladeh–Blang Seupeung Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen tahun 2015 lalu dengan nilai pagu Rp 2 milyar tanpa melalui mekanisme proses petenderan berinisial M, Direktur PT. Takabeya Perkasa Group Bireuen bakal berhadapan dengan aparat penegak hukum.

Beragam Informasi yang berhasil dihimpun pasca pemanggilan oleh Kejari Bireuen terhadap rekanan yang bertanggungjawab atas pembangunan jalan hotmix sejarak 860 meter dan disinyalir menuai masalah serta kental “kong kali kong” antara pihak-pihak berkuasa dijajaran Pemkab Bireuen dengan rekanan bersangkutan Dinas BMCK.

Sementara menyangkut jalan Blang Seupeung dan Blang Bladeh perusahan yang dipinjam pakai Muklish bernama CV Bayu Perkasa, dengan direktrisnya bernama Samhati Ali.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun, pihak Pemkab melalui BMCK dalam APBK 2016 telah menganggarkan dana Rp 2 Milyar untuk pembangunan jalan Blang Seupeueng-Blang Bladeh. Malahan tahapan perencanaannya juga masuk dalam tahun anggaran yang sama yakni tahun 2016.

Proyek pengaspalan itu sudah selesai dilakukan pelelangan dengan system LPSE dengan nama perusahaan pemenang CV Bayu Perkasa beralamat dikawasan jalan Medan Banda Aceh Desa Meunasah Blang, Kota Juang Bireuen, yang kemudian ketika ditelusuri alamat tersebut merupakan alamatnya PT. Takabeya Perkasa Group milik Haji Mukhlish.

Perjanjian melekat meskipun berlangsung secara lisan antara pihak-pihak yang terkait, pembayaran hasil kerja tahun 2015 itu akan dilunasi dengan anggaran ditahun 2016. Jadi dengan anggaran yang sudah diflot dengan peruntukan pembangunan jalan lokasi yang sama rencananya akan diproses pencairan uang tanpa harus dikerjakan lagi.

Adapun proses pelelangan yang dibuka secara resmi lewat online LPSE seperti biasanya, disinyalir hanya sebagai jurus propaganda alias pura-pura jujur dan islami yang diyakini bakal mujarab untuk tujuan “sabotase” permainan licik yang sudah di tata bersama sebelumnya, tahapan yang diberlakukan itu tentu supaya terbungkus rapi demi mengelak temuan aksi korup dan “konspirasi”, kalau-kalau tercium penegak hukum nantinya.

Kepala Kejari Bireuen M. Thohir, SH melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Robi Shaputra, SH yang dihubungi media terkait pemanggilan kontraktor besar di Bireuen Mukhlis menjelaskan, tujuan awal pihak Kejari memanggil rekanan bersangkutan untuk mendalami kebenaran tentang informasi miring yang merebak dalam kalangan publik yang semakin heboh setelah tersiar lewat sejumlah media.

Intinya ada proyek pembangunan jalan hotmix yang sudah tuntas dikerjakan pada tahun 2015 dengan nilai milyaran rupiah itu disebut-sebut berselemak masalah, terutama cara rekanan memperoleh dan menangani proyek tersebut diduga diluar prosedur yang ditetapkan. Yang paling mencolok dan terkesan nekat adalah pihak rekanan tanpa khawatir melaksanakan pekerjaan tanpa didasari Surat Perintah Kerja (SPK) dari Dinas Teknis BMCK.

Menurut Robi, pengakuan yang diperoleh dari Bos PT. Takabeya perkasa Group menyatakan pihaknya berani menindak lanjuti dan mengerjakan pembangunan jalan desa pedalaman Kecamatan Jeumpa Bireuen tersebut setelah adanya perjanjian dua pihak secara lisan antara pihak Kontraktor dengan Ketua DPRK Bireuen Ridwan Muhammad.

Memang benar, lokasi jalan yang telah dibangun itu terbentang di seputaran kampung asal ataupun merupakan bagian Dapil Pak Ridwan Muhammad. Pantas jika Ridwan Muhammad sampai menggunakan langkah picik untuk membelai kawasan simpatisan partainya dalam menggarap suara sewaktu beliau mencalonkan diri sebagai seorang DPRK Bireuen.

Sebaliknya pengakuan Ketua DPRK Bireuen, bersikukuh menjawab kepada wartawan kalau dirinya tidak ada sangkut paut dengan proyek yang sudah dikerjakan 2015 itu. “Mengeluarkan SPK proyek bukanlah ranah lembaga legislatif. Kami hanya sebatas menyampaikan aspirasi dari rakyat,” begitu urai Ridwan, sebagaimana sering kita baca pada bagian tulisan fungsi-fungsi dasar lembaga legislatif sebuah daerah.

Sedangkan pihak lembaga penegak hukum penegak Kejari Bireuen melalui Kasi Pidana Khususnya kepada media mengutarakan tekad dan janjinya akan fokus mendalami kasus proyek jalan 2 milyar tanpa tender, yang sudah memancing tanda tanya besar bagi masyarakat menyangkut keseriusan pemerintah dalam proses pelaksanaan system penentuan kontraktor pemenang dalam satu proyek.

Dihari yang sama, sekembalinya Bos Takabeya dari kantor Kejari Bireuen ke kantornya kawasan Meusah Blang, sekira pukul 16.00 WIB sore, wartawan media ini bersama rekan wartawan salah satu tabloid di Aceh merapat menemui Mukhlish di tempatnya untuk mendapatkan keterangan lanjutan dan terperinci darinya menyangkut oknum yang memberi perintah atau oknum “janji bayar” sehingga pihak rekanan tanpa khawatir “menghampar” modal milyaran rupiah diatas jalan Blang Bladeh-Blang Seupeueng.

Dengan mimik wajah terkesan sedikit panik dan tegang, Mukhlish menuding pemberitaan media merupakan dalang utama yang membuatnya kearah kerugian sebesar 2 milyar. Alasannya karena sesungguhnya anggarannya sudah dipersiapkan untuk pembayaran tahun 2016 dalam bentuk proyek yang sudah duluan dikerjakan itu, yang tentunya pasti akan sepenuhnya berlaku diluar jalur. Namun kini apa yang akan dilakukan itu sudah muncul dan tekuak kepermukaan, malah menjadi catatan mengarah menjadi sebuah kasus di pihak penegak hukum.

Mukhlish juga nyaris “naik spaning” ketika melihat wartawan media ini memasuki ruangannya untuk mendapatkan informasi lanjutan kisah proyek tanpa tender yang ditangani perusahaan group Takabeya.

Dengan tensi sedikit terkesan “emosian” Mukhlish berujar,“Liat apa yang telah engkau perbuat terhadap saya, padahal aku kan belum berbuat sesuatu sampai merugikan Negara? Malah sekarang kalaupun uang modal pribadi saya senilai 2 milyar itu kalaupun tidak ada sumber untuk dilunasi berarti harus saya anggap sebagai sedekah kepada masyarakat di kawasan tersebut. Apakah yang telah diambil sikap ini tidak bermakna bagi masyarakat yang saban hari lalu-lalang melintasi jalan yang saya bangun tersebut?”.

Menanggapi perkembangan ini diakui dari segi financial pihak yang mengerjakan proyek jalan tersebut memang belum melakukan sesuatu hal yang mengarah pidana terhadap kerugian negara. Akan tetapi menyangkut konspirasi yang sengaja dibangun demi mendapatkan pekerjaan dengan mengabaikan proses sebagaimanan aturan yang berlaku juga termasuk bagian pelanggaran hukum pidana yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya.

Menyusul pengakuan langsung dan apa adanya dari sang kontraktor kepada pihak Jaksa Pidsus Kejari Bireuen, media ini juga mencoba mendapatkan klarifikasi detail dari Ridwan Muhammad yang ngotot dengan pengakuan kalau dirinya tidak terlibat, malah akan mempertanyakan persoalan pembangunan jalan didaerahnya itu kepada pihak dinas terkait.

Akan tetapi apalah daya, Ketua DPRK dari PA Bireuen tersebut mulai tidak jelas keberadaannya, begitupun dengan sejumlah nomor Handphone yang pernah dipasang satupun tidak dapat tersambung.

Mungkin kenyataan yang demikian terkesan sesuatu yang pantas disebut kebiasaan ironis yang dipamerkan seorang pejabat publik, namun maaf label demikian tidak berlaku untuk pejabat Pemkab Bireuen. Pasalnya, bagi sebagian besar pejabat penting di Bireuen (Legislatif dan Eksekutif) sikap merahasiakan nomor kontak pribadi kepada publik merupakan trend tersendiri, dan dianggap sesuatu kebiasaan yang memang patut alias masuk akal.

Tak heran jika seorang pejabat pemerintahan eselon II itu gonta-ganti nomor hp hingga 4–5 nomor. Jikapun seseorang menyenangi untuk men”save” kesemua nomor mereka, itupun belum tentu ada yang aktif atau beruntung ketika dihubungi untuk keperluan sesuatu meskipun sesuatu yang mustahak sekalipun.

Sikap yang diambil oleh Ketua DPRK Bireuen dalam minggu ini juga tidak kalah “mode”. Upaya wartawan media ini untuk menemui atau tersambung via selular sejak Senin,28 Mei 2016 tetap nihil. Nomor kontak pribadi yang diperoleh dari rekan-rekan anggota DPRK malah diantaranya sefraksi dengannya seperti A Gani Isa (Toke Medan), Dahlan ZA (Abu Dahlan) dan Fadhli antara lain :082122705561, 082160878090, 082122222924, 082217535662 semuanya diluar jangkauan.

Selain dari jajaran anggota dewan, media ini juga pernah memohon waktu untuk menjumpai langsung melalui Ajudan Ketua DPRK Bireuen termasuk untuk tersambung via seluler dengan orang yang dikawal jika beliau tidak bersedia ditemui. Namun hasilnya tetap tidak kesampaian malah tanpa jawaban apapun dari sang ajudan dari unsur oknum kepolisian tersebut.

“Jangankan kalian, kami saja yang anggota DPR sama dengannya tidak tahu keberadaan atau nomor Hp Ketua aktif dan bisa dihubungi,” tegas seorang anggota dewan dari Partai Golkar yang sungguh akan terdengar “miris” bagi masyarakat ketika membutuhkan kepedulian atau sesuatu kepentingan yang berkaitan dengan ketua dewan diluar sana mungkin masih dibangga-banggakan para simpatisannya.

Inisiatif media ini untuk mendapat penjelasan sang politisi PA yang sudah dua periode menduduki Ketua DPRK Bireuen kemudian mengarah kepada Sekwan DPRK Bireuen Drs Husaini, Kamis 2 Juni 2016. Namun “Saya sedang diluar daerah, besok sepulang saya ke Bireuen akan saya upayakan menjumpai anda dengan beliau,” demikian terdengar jawaban dari ponsel pak sekwan.

Sikap loyalitasnya yang dipupuk oleh Ridwan Muhammad terhadap masyarakat sepertinya sangat jauh melenceng dari aturan keharusan lembaga wakil rakyat, bahkan barangkali kalimat apa yang pernah dikoarkan sewaktu kampanye tahapan meraih suara.

Tindakan “melenyapkan” diri dari pandangan mata manusia atau kemana harus dihubungi merupakan sikap “Egoisme” yang dikhawatirkan akan tertular bagi 39 anggota DPRK Bireuen lainnya.

Walaupun demikian, terkait dengan pengakuan Mukhlis Takabeya kalau Ridwan Muhammad lah yang meminta dirinya membuat Jalan Blang Bladeh dan Blang Seupeung tanpa SPK dari dinas terkait pada tahun 2015 lalu, perlu diuraikan kepada publik menyangkut keabsahannya serta proses yang telah ditempuh untuk benar-benar diterima akal sehat.

Karena betapapun melencengnya tindakan yang sudah diambil alih, merupakan bibit yang mulai tersemai yang akan tumbuh berkembang menjadi pemikiran yang mengarah kepada misi tak percaya terhadap kemurnian kinerja pemerintahan melalui tahap petenderan system elektronik (LPSE).

Apalagi setelah cara petenderan system manual kita tinggalkan, system yang kemudian dibanga-banggakan pihak pelaksana tender sebagai sesuatu yang berjalan apa adanya yang semuanya dikerjakan secara elektronik ala LPSE, system ini digadang-gadang berlangsung sangat “fair” tanpa ada celah untuk dinodai permainan apapun, apalagi dituduh kalau panitia pelaksanannya menganut prinsip KKN.[Tim]
Komentar

Tampilkan

Terkini