IST |
JAKARTA - Pengamat kepolisian, Hermawan Sulistyo mengungkapkan, pencalonan Wakapolri
Komjen Budi Gunawan (BG) yang pernah gagal menjadi kapolri karena tersandung
kasus 'rekening gendut' di KPK, berpotensi menimbulkan pertentangan dan
kegaduhan di Istana Negara dan DPR.
Informasi yang
diperolehnya, lima orang pembantu atau Ring 1 Presiden akan mengundurkan diri
jika Jokowi memaksakan mengajukan BG sebagai kapolri.
"BG memenuhi syarat
normatif karena sudah lulus fit and proper test di DPR. Hanya saja potensi ini
gaduh lagi nggak? Lalu, apakah lima pembantu presiden ini mau bekerja sama? Apa
mereka tidak akan mundur? Saya kok pesimis," kata Hermawan dalam diskusi
bertajuk "Mencari Sosok Kapolri: Senayan Versus Istana", di Jakarta,
Jumat (10/6/2016).
"Karena saya
teman-teman orang ini. Kalau presiden ngotot BG, mereka mundur. Jika mereka
mundur, maka akan krisis politik. Power mereka lebih dari menteri,"
sambungnya.
Hermawan menolak siapa
saja lima orang Ring 1 Presiden Jokowi yang akan mundur tersebut. Namun,
sebelumnya dalam wawancara kepada Tribun, Hermawan menyebut sejumlah pegiat
antikorupsi, seperti mantan pimpinan KPK Johan Budi SP dan Teten Masduki,
menjadi beberapa orang pemberi masukan ke presiden.
Menurut Hermawan, Presiden
Jokowi bakal diuji dalam pergantian Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang
pensiun 24 Juli 2016 atau genap 58 tahun. Pergantian kapolri kali ini tidak
sebatas pemenuhan kriteria si calon, melainkan faktor akseptibilitas calon di
lingkaran Istana Negara dan DPR.
Nama Wakapolri Komjen Budi
Gunawan menjadi Kapolri terus didengungkan dari para anggota DPR dari PDI
Perjuangan, dengan alasan kapabilitas dan telah lulus fit and proper test pada
pencalonan di Senayan sebelumnya.
"Kalau (di Istana
Negara) nggak gaduh dan BG diangkat, maka yang senang kan PDIP," ujarnya.
"Kalau Jokowi tidak
pilih BG, apa nggak makin PDIP ngambek," sambungnya.
Menurut Hermawan, Presiden
Jokowi selaku pemegang hak prerogatif penentu kapolri bisa saja mengesampingkan
'intervensi' elit partai pengusungnya, PDI Perjuangan, dan menentukan pilihan
sendiri. Hal itu bisa terjadi. Apalagi, saat ini Partai Golkar pimpinan Setya
Novanto terang-terangan memberikan dukungan untuk Jokowi sebagai capres pada
Pilpres 2019 mendatang.
Meski demikian, lanjut
Hermawan, pergantian kapolri kali ini 'Hanya Jokowi dan Tuhan yang tahu'.
"Kalau mau putus (dengan PDIP), putus aja sekalian. Tapi, saya sulit nebak
gaya Jawa Jokowi," akunya.[tribun]