-->

Jika Jokowi Pilih BG Naik Tahta Kapolri, 5 Orang 'Ring 1' Ancam Mundur

11 Juni, 2016, 14.05 WIB Last Updated 2016-06-11T07:06:49Z
IST

JAKARTA - Pengamat kepolisian, Hermawan Sulistyo mengungkapkan, pencalonan Wakapolri Komjen Budi Gunawan (BG) yang pernah gagal menjadi kapolri karena tersandung kasus 'rekening gendut' di KPK, berpotensi menimbulkan pertentangan dan kegaduhan di Istana Negara dan DPR.

Informasi yang diperolehnya, lima orang pembantu atau Ring 1 Presiden akan mengundurkan diri jika Jokowi memaksakan mengajukan BG sebagai kapolri.

"BG memenuhi syarat normatif karena sudah lulus fit and proper test di DPR. Hanya saja potensi ini gaduh lagi nggak? Lalu, apakah lima pembantu presiden ini mau bekerja sama? Apa mereka tidak akan mundur? Saya kok pesimis," kata Hermawan dalam diskusi bertajuk "Mencari Sosok Kapolri: Senayan Versus Istana", di Jakarta, Jumat (10/6/2016).

"Karena saya teman-teman orang ini. Kalau presiden ngotot BG, mereka mundur. Jika mereka mundur, maka akan krisis politik. Power mereka lebih dari menteri," sambungnya.

Hermawan menolak siapa saja lima orang Ring 1 Presiden Jokowi yang akan mundur tersebut. Namun, sebelumnya dalam wawancara kepada Tribun, Hermawan menyebut sejumlah pegiat antikorupsi, seperti mantan pimpinan KPK Johan Budi SP dan Teten Masduki, menjadi beberapa orang pemberi masukan ke presiden.

Menurut Hermawan, Presiden Jokowi bakal diuji dalam pergantian Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang pensiun 24 Juli 2016 atau genap 58 tahun. Pergantian kapolri kali ini tidak sebatas pemenuhan kriteria si calon, melainkan faktor akseptibilitas calon di lingkaran Istana Negara dan DPR.


Nama Wakapolri Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri terus didengungkan dari para anggota DPR dari PDI Perjuangan, dengan alasan kapabilitas dan telah lulus fit and proper test pada pencalonan di Senayan sebelumnya.

"Kalau (di Istana Negara) nggak gaduh dan BG diangkat, maka yang senang kan PDIP," ujarnya.
"Kalau Jokowi tidak pilih BG, apa nggak makin PDIP ngambek," sambungnya.

Menurut Hermawan, Presiden Jokowi selaku pemegang hak prerogatif penentu kapolri bisa saja mengesampingkan 'intervensi' elit partai pengusungnya, PDI Perjuangan, dan menentukan pilihan sendiri. Hal itu bisa terjadi. Apalagi, saat ini Partai Golkar pimpinan Setya Novanto terang-terangan memberikan dukungan untuk Jokowi sebagai capres pada Pilpres 2019 mendatang.

Meski demikian, lanjut Hermawan, pergantian kapolri kali ini 'Hanya Jokowi dan Tuhan yang tahu'. "Kalau mau putus (dengan PDIP), putus aja sekalian. Tapi, saya sulit nebak gaya Jawa Jokowi," akunya.[tribun]
Komentar

Tampilkan

Terkini