IST |
JAKARTA - Fraksi PKS DPR
mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam membatalkan perda-perda. Ada
perda di Serang yang dipersoalkan karena mengatur buka-tutup warung makan.
Sementara ada juga perda di Papua yang juga mengatur penutupan toko-toko di
hari Ahad, atau penghentian semua aktivitas tanpa kecuali saat Hari Nyepi.
"Pemerintah
harus cermat mengkaji subtasinya dan tepat caranya sehingga tidak menimbulkan
polemik yang tidak pada tempatnya," kata Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini,
dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (15/6/2016).
Sebelumnya,
Presiden Jokowi mengumumkan kepada publik bahwa pemerintah telah membatalkan
3.143 perda yang dianggap bermasalah. Sejumlah media merilis tidak sedikit
perda yang dibatalkan terkait aturan moral dan akhlak di tingkat lokal.
Dikatakan
Jazuli, pemerintah memiliki kewenangan untuk membatalkan perda berdasarkan UU
Pemda. Namun jangan sampai ada kesan mengekang otonomi daerah. Oleh karena itu,
Pemerintah harus kedepankan pendekatan pembinaan daripada pengawasan represif
atas perda-perda yang dinilai bermasalah. Ada kajian dan proses dialogis.
Sehingga tidak asal batalkan.
Terkait
subtansi perda yang dianggap bermasalah, Jazuli mengatakan, pemerintah harus
kemukakan kriteria yang rasional dan objektif berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
"Tunjukkan
dimana letak masalah terkait subtansinya secara objektif dan peraturan
perundang-undangan mana yang dilanggar, sehingga pemda dan publik juga bisa
menilai objektif dan rasional langkah pemerintah pusat ini," papar Jazuli.
Penulis
buku "Otonomi Sepenuh Hati" ini mengatakan bahwa otonomi daerah
memberi ruang bagi setiap daerah untuk menggali potensi, menyelesaikan masalah,
dan menghadirkan perubahan sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah.
Inilah esensi otonomi yang diperjuangkan saat reformasi lalu.
"Jangan
sampai pemerintah pusat karena egonya lalu membatalkan perda, padahal perda
dibuat dalam kerangka kearifan lokal seperti penjagaan akhlak, moralitas, dan
kebaikan generasi muda. Inilah pentingnya kecermatan seperti saya katakan di
awal," ungkap Jazuli.
Jazuli
memberikan contoh perda kota Serang soal penghormatan terhadap bulan Ramadhan
dengan pengaturan jadwal buka-tutup rumah-rumah makan. Perda ini direspon
dengan luar biasa heboh karena insiden penutupan warung seorang ibu oleh Satpol
PP. Di lain pihak ada perda di Papua yang juga mengatur penutupan toko-toko di
hari Minggu. Atau perda di Bali yang mengatur penghentian semua aktivitas tanpa
kecuali untuk menghormati Hari Nyepi.
"Konteks
dan subtansi pengaturannya harus dibaca secara cermat. Sangat mungkin konteks
dan subtansi sangat positif sesuai kearifan lokal masing-masing daerah. Yang
bermasalah bisa jadi adalah pelaksanaannya," kata Jazuli.
Untuk
mengatasi masalah dalam impelementasi perda tersebut, Jazuli memberikan saran
konstruktif kepada pemda-pemda. Pertama, pemda harus aktif mensosialisasikan perda itu sampai ke
masyarakat bawah secara baik sehingga masyarakat paham betul tentang aturan
yang ada di daerahnya. Kedua, pemerintah daerah harus menggunakan pendekatan
persuasif, arif dan bijak. Dalam pelaksanaanya tidak boleh ada arogansi
kekuasaan karena mereka berinteraksi dengan rakyatnya bukan sedang berhadapan
dengan penjajah. Ketiga, penegakan aturan harus diiringi dengan pendekatan
pembinaan, bukan represi. Jangan sampai model-model penggusuran yang represif
seperti selama ini kita sering saksikan.
Sempat
mengemuka bahwa salah satu alasan pembatalan perda adalah karena banyak perda
yang menghambat investasi. Jika karena alasan ini, Jazuli Juwaini berharap
Mendagri cermat agar investasi yang dimaksud tidak mengorbankan kepentingan
penjagaan moral dan akhlak generasi bangsa, seperti dalam kasus perda
pelarangan miras. Masih banyak investasi yang bermartabat bagi bangsa.
"Saya
dengar Mendagri tegas mendukung perda
miras. Dalam konteks ini Fraksi PKS mengapresiasi Mendagri yang punya komitmen
kuat untuk menjaga generasi bangsa dari bahaya miras," tegas Jazuli.
Secara
khusus, Fraksi PKS akan memerintahkan anggotanya
di Komisi II dan Komisi III untuk meminta keterangan soal pembatalan perda ini
kepada Pemerintah dan mengawal sikap Fraksi tentang pentingnya rasionalitas dan
objektivitas atas kebijakan Pemerintah ini.[Rol]