IST |
JAKARTA - Indra Azwan,
lelaki yang berjalan kaki ke seluruh provinsi di Indonesia menuntut keadilan
bagi anaknya yang menjadi korban tabrak lari, kini mampir di Bandung, Jawa
Barat.
Bandung menjadi ibu kota
provinsi ke-13 disinggahi lelaki berusia 57 tahun itu. Pada 9 Februari lalu,
Indra memulai aksi jalan kakinya dari Banda Aceh. Perjalanan berlanjut ke
Jambi, Padang, Palembang, Lampung.
Indra lalu melanjutkan
perjalanan ke Provinsi Banten. Hampir tiga bulan dia berjalan kaki, sebelum
akhirnya tiba di Jakarta pada 22 April lalu. Dua pekan kemudian, Indra tiba di
Bandung.
Rencananya, Indra akan
menemui Gubernur Jawa Barat atau yang mewakili buat meminta tanda tangan bahwa
dirinya sudah menginjakkan kakinya di Provinsi Jabar. Setiap kali mampir ke ibu
kota provinsi, Indra selalu meminta tanda tangan dari perwakilan provinsi.
Tanda tangan itu
dikumpulkan di lembaran mirip absensi selalu dibawanya. Di catatan itu tertera
tanda tangan para kepala daerah, antara lain Gubernur Banten Rano Karno, dan
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau kerap disapa Ahok.
"Saya tidak minta
apa-apa, hanya tanda tangan. Yang tanda tangan tidak harus gubernur, kadang ada
juga biro umum. Tapi rata-rata Gubernur atau Wakil Gubernur mau menerima
saya," kata Indra saat ditemui wartawan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Bandung, Senin (9/5).
Ayah empat anak itu tiba
di Bandung pada Minggu (8/5). Dia kemudian ditampung di Kantor LBH Bandung.
Menurut dia, agenda utamanya ke Jakarta sangat serius, yakni melaporkan
Presiden ke enam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelaporan dilakukan
terkait aksi jalan kaki Malang-Jakarta pada 2010. Sebelumnya dia telah
berkali-kali melakukan aksi mogok makan di depan kediaman SBY, kompleks Puri
Cikeas, Bogor. Lalu pada 10 Agustus 2010, SBY baru menemuinya dan berjanji akan
membantu menyelesaikan penuntasan kasus tabrak lari anaknya.
Dia kemudian diberi uang
Rp 25 juta. Lantas Indra diminta meneken tanda terima.
"Entah uang apa itu.
Yang jelas itu uang rakyat yang dihamburkan. Saya sudah kembalikan uang
itu," kata Indra, seraya menunjukkan fotokopi kuitansi dengan cap rumah
tangga istana.
Kuitansi itulah yang
kemudian menjadi bahan laporan Indra ke KPK. dia merasa pemberian uang Rp 25
juta itu sebagai upaya penyuapan presiden terhadap rakyatnya.
Agenda Indra lainnya
adalah melaporkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti ke Presiden Joko Widodo.
Sebelum menjadi Kapolri, Badrodin pernah menjabat Kapolda Jawa Timur. Badrodin
menurut dia telah melakukan sejumlah kebohongan terkait kasus kematian anaknya.
Selama perjalanan, Indra
memakai ransel warna hijau yang bagian punggungnya bertuliskan, 'Terima kasih
Mahkamah Agung yang menambah penderitaan saya 23 tahun mencari keadilan.' Dia
juga menggantungkan poster bertuliskan, 'Kutagih Janjimu Presiden. Aksi Jalan
Kaki Keliling Indonesia.'
Tulisan-tulisan itu
sebagai sindiran terhadap MA menolak upaya Peninjauan Kembali (PK). Lambannya
kerja MA menunjukkan lemahnya administrasi peradilan Indonesia.
Indra berupaya mengajukan
PK sejak 2013. Namun, MA baru bereaksi setelah aksi jalan kaki Indra April
lalu. Isi putusan MA tersebut adalah menolak PK.
Aksi jalan kaki Indra
dipicu kematian anak sulung Indra, Rifki Andika, pada 8 Februari 1993. Saat
itu, Rifki yang duduk di bangku kelas enam SD, baru pulang kerja kelompok. Dia
hendak menyeberangi Jalan Letjen S Parman, menuju rumahnya di Genu Watu Barat,
Gang II Nomor 95, Kota Malang.
Saat menyeberang jalan
itulah, meluncur mobil dengan kecepatan tinggi dan menyambar tubuh Rifki.
Kejadian ini membuat Rifki meninggal di tempat. Pelaku yang sempat kabur
diketahui bernama Joko Sumantri, perwira menengah polisi.
Upaya hukum berlarut-larut
dan penuh permainan sudah dilakukan. Joko Sumantri kemudian divonis bebas baik
di pengadilan pertama maupun banding. Hingga terakhir upaya PK Indra menemui
jalan buntu karena perkara tersebut dianggap kedaluwarsa.[Merdeka]