-->

Tuntut Keadilan Anak, Ayah Indra Jalan Kaki Keliling Indonesia

10 Mei, 2016, 00.15 WIB Last Updated 2016-05-09T17:32:22Z
IST
JAKARTA - Indra Azwan, lelaki yang berjalan kaki ke seluruh provinsi di Indonesia menuntut keadilan bagi anaknya yang menjadi korban tabrak lari, kini mampir di Bandung, Jawa Barat.

Bandung menjadi ibu kota provinsi ke-13 disinggahi lelaki berusia 57 tahun itu. Pada 9 Februari lalu, Indra memulai aksi jalan kakinya dari Banda Aceh. Perjalanan berlanjut ke Jambi, Padang, Palembang, Lampung.

Indra lalu melanjutkan perjalanan ke Provinsi Banten. Hampir tiga bulan dia berjalan kaki, sebelum akhirnya tiba di Jakarta pada 22 April lalu. Dua pekan kemudian, Indra tiba di Bandung.

Rencananya, Indra akan menemui Gubernur Jawa Barat atau yang mewakili buat meminta tanda tangan bahwa dirinya sudah menginjakkan kakinya di Provinsi Jabar. Setiap kali mampir ke ibu kota provinsi, Indra selalu meminta tanda tangan dari perwakilan provinsi.

Tanda tangan itu dikumpulkan di lembaran mirip absensi selalu dibawanya. Di catatan itu tertera tanda tangan para kepala daerah, antara lain Gubernur Banten Rano Karno, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau kerap disapa Ahok.

"Saya tidak minta apa-apa, hanya tanda tangan. Yang tanda tangan tidak harus gubernur, kadang ada juga biro umum. Tapi rata-rata Gubernur atau Wakil Gubernur mau menerima saya," kata Indra saat ditemui wartawan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Senin (9/5).

Ayah empat anak itu tiba di Bandung pada Minggu (8/5). Dia kemudian ditampung di Kantor LBH Bandung. Menurut dia, agenda utamanya ke Jakarta sangat serius, yakni melaporkan Presiden ke enam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelaporan dilakukan terkait aksi jalan kaki Malang-Jakarta pada 2010. Sebelumnya dia telah berkali-kali melakukan aksi mogok makan di depan kediaman SBY, kompleks Puri Cikeas, Bogor. Lalu pada 10 Agustus 2010, SBY baru menemuinya dan berjanji akan membantu menyelesaikan penuntasan kasus tabrak lari anaknya.

Dia kemudian diberi uang Rp 25 juta. Lantas Indra diminta meneken tanda terima.

"Entah uang apa itu. Yang jelas itu uang rakyat yang dihamburkan. Saya sudah kembalikan uang itu," kata Indra, seraya menunjukkan fotokopi kuitansi dengan cap rumah tangga istana.

Kuitansi itulah yang kemudian menjadi bahan laporan Indra ke KPK. dia merasa pemberian uang Rp 25 juta itu sebagai upaya penyuapan presiden terhadap rakyatnya.

Agenda Indra lainnya adalah melaporkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti ke Presiden Joko Widodo. Sebelum menjadi Kapolri, Badrodin pernah menjabat Kapolda Jawa Timur. Badrodin menurut dia telah melakukan sejumlah kebohongan terkait kasus kematian anaknya.

Selama perjalanan, Indra memakai ransel warna hijau yang bagian punggungnya bertuliskan, 'Terima kasih Mahkamah Agung yang menambah penderitaan saya 23 tahun mencari keadilan.' Dia juga menggantungkan poster bertuliskan, 'Kutagih Janjimu Presiden. Aksi Jalan Kaki Keliling Indonesia.'

Tulisan-tulisan itu sebagai sindiran terhadap MA menolak upaya Peninjauan Kembali (PK). Lambannya kerja MA menunjukkan lemahnya administrasi peradilan Indonesia.

Indra berupaya mengajukan PK sejak 2013. Namun, MA baru bereaksi setelah aksi jalan kaki Indra April lalu. Isi putusan MA tersebut adalah menolak PK.

Aksi jalan kaki Indra dipicu kematian anak sulung Indra, Rifki Andika, pada 8 Februari 1993. Saat itu, Rifki yang duduk di bangku kelas enam SD, baru pulang kerja kelompok. Dia hendak menyeberangi Jalan Letjen S Parman, menuju rumahnya di Genu Watu Barat, Gang II Nomor 95, Kota Malang.

Saat menyeberang jalan itulah, meluncur mobil dengan kecepatan tinggi dan menyambar tubuh Rifki. Kejadian ini membuat Rifki meninggal di tempat. Pelaku yang sempat kabur diketahui bernama Joko Sumantri, perwira menengah polisi.

Upaya hukum berlarut-larut dan penuh permainan sudah dilakukan. Joko Sumantri kemudian divonis bebas baik di pengadilan pertama maupun banding. Hingga terakhir upaya PK Indra menemui jalan buntu karena perkara tersebut dianggap kedaluwarsa.[Merdeka]
Komentar

Tampilkan

Terkini