-->

Tugu Simpang Upah, Tanda Sejarah yang Dilupakan

19 Mei, 2016, 13.42 WIB Last Updated 2016-05-19T06:42:55Z
ACEH TAMIANG - Memilukan! Tugu tanda sejarah pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Jepang, pada 25 Desember 1945 lalu, di Simpang Tiga Upah (dibaca Upak_red), Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang, saat ini terkesan telah dilupakan keberadaannya.

Bahkan diyakini bahwa sebagian masyarakat dan pejabat di Kabupaten Aceh Tamiang tidak mengetahui sama sekali tentang sejarah atas keberadan tugu yang selama ini jelas-jelas diterlantarkan serta tidak dihiraukan sama sekali.

Buktinya, selama dibangun semenjak berpuluh-puluh tahun yang lalu, tugu tersebut tidak pernah dilestarikan sekalipun. Malah, lokasi tugu terlihat sangat sembrawut dan diduga kuat bahwa lokasi tempat bersejarah itu telah banyak diserobot oleh oknum warga yang tidak bertanggungjawab.

Anehnya lagi, pihak pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang tidak pernah peduli terhadap kondisi tugu Upah  yang seharusnya terus dilestarikan sepanjang masa.

Demikian ungkap seorang mahasiswi yang berasal dari Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang, Yuni Hajiani, kepada LintasAtjeh.com, Kamis (19/5/2016).

Menurut Yuni, apapun alasannya, tugu tanda sejarah pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Jepang, pada 25 Desember 1945 lalu, di Simpang Tiga Upah tidak boleh terlantar dan sembrawut seperti terlihat sekarang ini.

Yuni berharap agar pihak Pemerintah Kabubaten Aceh Tamiang bersedia turunkan Satpol PP untuk menertibkan kesembrawutan lokasi tugu dan mendesak Kepala Dinas Disbudparpora untuk mengajukan anggaran pelestarian Tugu Simpah Upah yang merupakan salah satu tanda sejarah di Bumi Muda Sedia.

Yuni mengingatkan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Bangsa yang lupa pada sejarah masa lalunya maka tidak akan bisa merancang masa depannya bahkan bangsa tersebut tidak akan mampu berjalan dengan normal.

Tambahnya, sang ploklamator Indonesia, Ir. Sukarno, dalam pidatonya yang terakhir pada HUT RI tanggal 17 Agustus 1966, telah mengingatkan kepada segenap tumpah darah Indonesia agar jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (JAS MERAH).

"Dan yang harus kita ingat secara bersama bahwa apabila kita mau menghayati arti sejarah bangsa kita maka kita dapat menciptakan semangat kebersamaan yang kuat, yang dapat membabat habis benih-benih perpecahan di antara kita," tutup Yuni Hajiani. [zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini