ACEH TAMIANG - Memilukan! Tugu tanda sejarah pertempuran antara
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Jepang, pada 25 Desember 1945
lalu, di Simpang Tiga Upah (dibaca Upak_red), Kecamatan Bendahara, Aceh
Tamiang, saat ini terkesan telah dilupakan keberadaannya.
Bahkan
diyakini bahwa sebagian masyarakat dan pejabat di Kabupaten Aceh Tamiang tidak
mengetahui sama sekali tentang sejarah atas keberadan tugu yang selama ini
jelas-jelas diterlantarkan serta tidak dihiraukan sama sekali.
Buktinya,
selama dibangun semenjak berpuluh-puluh tahun yang lalu, tugu tersebut tidak
pernah dilestarikan sekalipun. Malah, lokasi tugu terlihat sangat sembrawut dan
diduga kuat bahwa lokasi tempat bersejarah itu telah banyak diserobot oleh
oknum warga yang tidak bertanggungjawab.
Anehnya
lagi, pihak pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang tidak
pernah peduli terhadap kondisi tugu Upah
yang seharusnya terus dilestarikan sepanjang masa.
Demikian
ungkap seorang mahasiswi yang berasal dari Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang,
Yuni Hajiani, kepada LintasAtjeh.com, Kamis (19/5/2016).
Menurut
Yuni, apapun alasannya, tugu tanda sejarah pertempuran antara Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) dengan tentara Jepang, pada 25 Desember 1945 lalu, di Simpang Tiga
Upah tidak boleh terlantar dan sembrawut seperti terlihat sekarang ini.
Yuni
berharap agar pihak Pemerintah Kabubaten Aceh Tamiang bersedia turunkan Satpol
PP untuk menertibkan kesembrawutan lokasi tugu dan mendesak Kepala Dinas
Disbudparpora untuk mengajukan anggaran pelestarian Tugu Simpah Upah yang
merupakan salah satu tanda sejarah di Bumi Muda Sedia.
Yuni
mengingatkan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.
Bangsa yang lupa pada sejarah masa lalunya maka tidak akan bisa merancang masa
depannya bahkan bangsa tersebut tidak akan mampu berjalan dengan normal.
Tambahnya,
sang ploklamator Indonesia, Ir. Sukarno, dalam pidatonya yang terakhir pada HUT
RI tanggal 17 Agustus 1966, telah mengingatkan kepada segenap tumpah darah
Indonesia agar jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (JAS MERAH).
"Dan
yang harus kita ingat secara bersama bahwa apabila kita mau menghayati arti
sejarah bangsa kita maka kita dapat menciptakan semangat kebersamaan yang kuat,
yang dapat membabat habis benih-benih perpecahan di antara kita," tutup
Yuni Hajiani. [zf]