LHOKSUKON - Sengketa lahan sungai mati seluas 3 hektare area (Ha)
milik negara yang berada di perbatasan antara Desa Blang dengan Desa Beringin
Lhoksukon masih terus berlanjut.
Sengketa
tersebut merupakan sengketa antara masyarakat setempat dan H. Ibrahim Tiba,
salah satu pengusaha ternama di Lhoksukon. Bahkan sebelumnya dua warga telah
ditetapkan sebagai tersangka setelah dilaporkan merusak tanaman sawit yang
diklaim milik pengusaha tersebut.
Beberapa
pekan lalu, pejabat pemerintahan Aceh Utara bersama pihak Badan Pertanahan
Nasional (BPN) sudah meninjau lokasi. Dan pihaknya berjanji akan segera
menyelesaikan persoalan tersebut.
Senada
dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRK) Aceh Utara, Ismail A. Jalil alias
Ayah Wa, Selasa sore (24/5) juga telah mendatangi lokasi. Di hadapan masyarakat
Desa Blang, ia meminta warga untuk bersabar sampai dilakukan pengukuran oleh
BPN.
Sementara
itu, Sulaiman ketua Asosiasi Geuchik Aceh Utara (Asgara) Kecamatan Lhoksukon
meminta kepada asisten 1 selaku pihak yang ditunjuk oleh Bupati Aceh Utara
sebagai mediator untuk penyelesaian sengketa tersebut agar benar-benar serius
menyelesaikan sengketa ini untuk tidak mengulur-ngulurkan waktu agar segera
menurunkan tim pengukur lahan yang menjadi objek sengketa, karena dirasa hal
tersebut sangatlah penting untuk segera diselesaikan.
Sebab,
lanjut Nyak Man--sapaan akrabnya--apabila ini terus berlarut-larut akan
berpengaruh terhadap proses hukum bagi dua warga yang hari ini telah ditetapkan
sebagai tersangka oleh pihak kepolisian dan "Kita takutkan masyarakat akan
bertindak brutal".
Sulaiman
menambahkan, pihak kepolisian dalam menangani kasus ini agar tidak tergesa-gesa
dalam nenetapkan delik hukum.
Dalam
kasus ini menurutnya terasa aneh terhadap pihak kepolisian karena bagaimana
bisa mereka menetapkan tersangka kepada dua warga, sedangkan hari ini status
tanah yang berisi tanaman sawit yang dirusak warga tersebut masih dalam
sengketa, dan hasil pengukuran oleh muspika Lhoksukon tanah tersebut merupakan
tanah negara bukanlah tanah milik si pengusaha tersebut.
"Seandainya
pun tanaman yang dirusak warga adalah tanaman milik H. Ibrahim Tiba, akan
tetapi letaknya di atas tanah negara dan merupakan tanah aset desa dan
pengusaha tersebut tidak pernah meminta izin ke pihak pemerintah desa Blang. Berarti
tenaman tersebut tidak bisa diklaim sebagai tanaman milik si pengusaha,"
ujarnya.
Jadi,
pihaknya sangat mengharapkan kepada kepolisian dari Polres Aceh Utara dalam
menyelesaikan kasus ini benar-benar kooperatif serta menjunjung tinggi rasa
keadilan dan kepastian hukum bagi dua warga tersebut "Hukum untuk
melindungi setiap warga negara bukan untuk menindas rakyat kecil".
Nyak
Man juga meminta kepada ketua DPRK Aceh Utara yang hari ini telah turun ke lokasi
untuk meninjau objek sengketa agar segera merekomendasikan kepada Pemkab Aceh
Utara untuk lebih serius menyelesaikan permasalahan tersebut dan jangan karena
mengulur-ngulur waktu pengukuran akan timbul masalah lain yang lebih serius
dalam masyarakat.
Dan
Nyak Man juga meminta agar DPRK Aceh Utara selaku wakil rakyat agar selalu
mengikuti dan mengawasi proses pengukuran dan proses hukum yang menjerat dua
warga desa Blang Lhoksukon.
"Jangan
masyarakat dikorbankan gara-gara membela aset negara yang telah diserobot oleh
sipengusaha tersebut," tutupnya. [Dayat]