IST |
BENGKULU - Selama empat bulan pertama dari Januari –
April 2016, Cahaya Perempuan WCC mengamati dan mencatat telah terjadi 15 kasus
kekerasan seksual (perkosaan) terhadap perempuan, 9 kasus diantaranya terjadi
di Kabupaten Rejang Lebong.
Kemudian
pada tanggal 4 April 2016, dikejutkan kembali dan menerbitkan kemarahan setelah
mendengar kabar perkosaan dan pembunuhan terhadap seorang pelajar SMP (Yuyun,
usia 14 tahun) yang dilakukan oleh 14 orang pelaku (remaja laki-laki) di Desa
Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong –
Bengkulu.
Kasus
perkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun, merupakan kasus kejahatan dan
pelanggaran paling serius terhadap hak perempuan. Mulai dari pelanggaran terhadap
12 Jenis Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi terkhusus hak untuk : (1) Hak
Untuk Hidup, (2) Hak atas kemerdekaan dan keamanan, (3) Hak untuk bebas dari
penganiayaan dan perlakuan buruk.
Kekerasan
terhadap Yuyun adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana yang
telah ditentukan dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tahun 1948, UU RI No. 7
tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan. Pemerintah Indonesia mengutuk diskriminasi terhadap perempuan
dalam segala bentuk termasuk kekerasan terhadap perempuan, dan bersepakat untuk
menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda. Berusaha
untuk menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan atas dasar yang
sama dengan kaum laki-laki dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang
kompeten dan badan-badan pemerintah lainnya, perlindungan kaum perempuan yang
efektif terhadap tindakan diskriminasi apa pun.
Deklarasi
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang mengutuk kekerasan terhadap
perempuan yang menyatakan bahwa Negara harus mengupayakan cara-cara yang sesuai
dan tidak menunda-nunda kebijakan untuk menghapuskan kekerasan terhadap
perempuan khusus kekerasan seksual. Dipertegas pula pada point (d) yang
menyatakan: Untuk menghukum dan menindak berbagai ketidakadilan yang dialami
perempuan sebagai akibat dari kekerasan terhadapnya; sebagaimana diatur oleh
perundang-undangan nasional, ganti rugi yang efektif dan adil atas kerugian
yang mereka derita.
Penyelesaian
hukum tidak menyelesaikan perkosaan dan kekerasan seksual. Hukuman-hukuman
untuk pelaku kejahatan seksual (perkosaan) kerapkali tidak memenuhi rasa
keadilan perempuan. Setiapkali perkosaan terjadi, perempuan selalu
dipersalahkan atas cara berpakaiannya, bukan menghujat tindakan kekerasan yang
dilakukan pelaku perkosaan. Perempuan punya hak atas tubuhnya untuk terhindar
dari berbagai bentuk kekerasan seksual. Publik tidak boleh diam, anak kita
harus aman berada di luar rumah untuk menuntut ilmu, berkreasi dan anak
laki-laki kita harus didik menjadi laki-laki sejati yang hormat pada perempuan.
Pemimpin harus diajari menjadi orang tua tauladan.
Hingga
27 April 2016 persidangan pertama, keluarga Yuyun tanpa pendampingan dan
perlindungan oleh negara melainkan didampingi oleh Organisasi Masyarakat
Sipil/LSM Perempuan. Orang tua Korban (ibu Yuyun) menyatakan; “Tidak
akan saya tinggalkan kuburan Yuyun di Desa Kasie Kasubun ini sedetik pun. Yuyun
dikuburkan di sini “.
Atas
dasar itu, kami yang tergabung dalam Aksi Solidaritas Untuk Perempuan Korban
Kekerasan Seksual; SAVE OUR SISTERS–NYALAKAN CAHAYA UNTUK
YUYUN menyampaikan Tuntutan Kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Bengkulu sbb :
Pemerintah
harus segera membentuk Tim Penanganan khusus untuk pemulihan psikis dan sosial
dan dampingan hukum untuk keluarga korban yang melibatkan para pihak.
Pemerintah
Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi di Bengkulu harus menjamin keamanan
dan perlindungan bagi keluarga, teman korban, saksi dan pendamping.
Pemerintah
Kabupaten/Kota/Provinsi di Bengkulu, harus segera merancang dan menjalankan
program pendidikan dan penyadaran tentang Hak Kesehatan Seksual &
Reproduksi (HKSR) bagi perempuan, perempuan muda/remaja, laki-laki muda/remaja,
suami/ayah sebagai program prioritas Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota di
Bengkulu.
Harus
ada aksi bersama untuk membangun kekuatan solidaritas anti kekerasan seksual
dimanapun dan pada siapapun yang melibatkan para pihak antara lain; Aparat
Penegak Hukum, Lembaga Agama (MUI), Adat (BMA), Ormas/LSM dan media di Provinsi
Bengkulu.
Hukum
para pelaku kejahatan perkosaan dengan memenuhi rasa keadilan bagi perempuan
korban kekerasan seksual.
Adapun
lembaga pendukung yaitu: Konsorsium PERMAMPU, Flower Aceh, PESADA, PPSW, LP2M,
APM, Cahaya Perempuan WCC, WCC Palembang, Damar, Yayasan PUPA, Sekolah Gender, LK3
Sehati, Pigura, Bengkulu Muda Kreatif, COSMIP, PMKRI Cabang Bengkulu, KPI
Wilayah Bengkulu, FKPAR Aceh, FKPAR SUMUT, FKPAR Riau, FKPAR SUMBAR, FKPAR, FKPAR
Bengkulu, FKPAR SUMSEL, FKPAR, Forum Perempuan Muda Rejang Lebong, Forum
Perempuan Muda Kota Bengkulu, Lentera Muda Desa Sumber Urip, PKBI Bengkulu, PKBI
Jambi, CCRR Bengkulu, LBH Respublika Bengkulu, Ikatan Konselor Indonesia Cabang
Bengkulu. [rls/pin]