ACEH
TIMUR - Puluhan personil polisi yang terdiri dari para Kanit Reskrim dan Kanit
Binmas seluruh Polsek yang berada di wilayah hukum Polres Aceh Timur mengikuti Sosialisasi
'Pencegahan dan Penegakan Hukum Kejahatan Satwa yang Dilindungi' di Aula Serba
Guna Mapolres Aceh Timur, Selasa (17/5/2016) pagi.
Sosialisasi
tersebut menghadirkan para pemateri diantaranya dari Penyidik PNS Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Herwin Hermawan, Kamarujaman
dan Suryono, Subdit IV/Tipidter Dit Reskrimsus Polda Aceh, Brigadir Wahyudi,
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Aceh, Hadi Sofyan, serta dari Divisi
Kejahatan Satwa WWF, Novi Ardianto.
Dalam
penyampaiannya, pemateri dari Penyidik PNS Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Wilayah Sumatera, Herwin Hermawan mengatakan, untuk penanganan kasus
kejahatan satwa yang dilindungi, Aceh Timur mendapat perhatian khusus, karena
di sini (Aceh Timur) masih banyak satwa-satwa liar yang harus kita lindungi.
"Kegiatan
ini merupakan tindak lanjut dari adanya kesepahaman antara WWF Indonesia
bersama Polda Aceh, terkait penegakan hukum terhadap satwa yang
dilindungi," ujar Herwin Hermawan.
Sementara
itu, pemateri dari Divisi Kejahatan Satwa WWF, Novi Ardianto mengatakan,
perdagangan satwa liar memiliki potensi resiko yang rendah akan tetapi
memperoleh keuntungan yang sangat besar, sehingga hingga saat ini masih dilirik
oleh para pelaku.
Hal
ini terjadi karena penegakan hukum belum optimal ditambah hukuman yang
diberikan kepada para pelaku yang dijadikan tersangka sangat rendah. Hal
tersebut sebagai pemicu utama masih menjamurnya pelaku kejahatan perdagangan
satwa yang dilindungi, ungkapnya.
Subdit
IV/Tipidter Dit Reskrimsus Polda Aceh, Brigadir Wahyudi dalam paparannya
mengatakan, upaya kepolisian dalam penanggulangan pencegahan perdagangan satwa
liar diantaranya dengan langkah Prefentif dan Represif (Penindakkan hukum).
Untuk
upaya prefentif yaitu tindakan kepolisian yang bersifat pencegahan langsung
(fungsi Binmas). Binmas merupakan lining sektor yang bisa bersentuhan langsung
dengan lapisan masyarakat paling bawah diharapkan bisa memberikan sosialisasi
terhadap perburuan hewan liar.
Brigadir
Wahyudi menambahkan, latar belakang yang meanrik para pelaku perdagangan satwa
yang dilindungi diantaranya, adanya permintaan pasar dan nilai ekonomisnya
yang sangat tinggi.
"Sedangkan
hambatan polisi dalam melakukan penegakan hukum salahsatu diantaranya kurangnya
kesadaran masyarakat, konsep pengembangan wilayah yang belum berwawasan
lingkungan (konflik kepentingan) dan lemahnya koordinasi," terangnya.
Pemateri
dari Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Aceh, Hadi Sofyan mengatakan,
larangan perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi diatur dalam pasal 40
ayat 2 berkaitan dengan pasal 21 ayat 2 pada UU 5/ 1990, mengenai Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya namun dalam pelaksanaannya kita masih
mengalami kendala dalam mengungkap kasus perdagangan satwa liar ini disebabkan
lemahnya inteljen dan kurangnya dukungan masyarakat.
Kapolres
Aceh Timur AKBP Hendri Budiman, SH, SIK MH, melalui Kasat Reskrim Polres Aceh
Timur AKP Budi Nasuha Waruwu mengatakan, dengan adanya kerjasama berbagai pihak
seperti Polda Aceh, BKSDA Aceh, WWF serta beberapa stake holder lainnya,
maka upaya penegakan hukum terhadap
perlindungan satwa yang dilindungi, bisa lebih efektif dilaksanakan.
"Kami
sangat berharap dengan adanya sosialisasi ini dapat meningkatkan pengawasan
sekaligus mencegah aksi perburuan liar, khususnya di wilayah hukum Aceh
Timur," ungkap AKP Budi Nasuha Waruwu. [zf]