LHOKSUKON - Wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas
Malikussaleh (Unimal), Zahri Abdullah, angkat bicara terkait persoalan
keberangkatan petinggi Mahasiswa dengan PT. PLN Aceh pada 27 April 2016 dengan tujuan meninjau langsung PLTU Pangkalan
Susu, Sumatera Utara.
Sebagaimana
diketahui, kunjungan 14 BEM bersama PLN tersebut mendapat sorotan miring dari
publik bahwa Aceh sedang krisis listrik malahan mahasiswa dan PLN
bersenang-senang di Medan.
"Keberangkatan
kami sebelumnya diundang oleh PT. PLN Aceh jauh-jauh hari sebelum aksi demo
yang dilakukan kawan-kawan Unsyiah pada tanggal 27 April 2016 dengan tujuan
peninjauan langsung PLTU Pangkalan Susu Sumatera Utara yang selama ini mengirim
arus listrik ke Aceh dan Unit Pengatur
Beban (UPB) PLN wilayah Sumbagut yang mengatur arus listrik Sumatera Utara dan Aceh,
di akhir kegiatan tersebut kami singgah di Berastagi sebentar sesuai dengan
scedul acara yang ditentukan PLN," ujarnya, kepada LintasAtjeh.com, Selasa
(10/5).
Namun
pihaknya sangat menyangkan apabila ada informasi sebelah pihak dan menyudutkan
kawan-kawan mahasiswa yang ikut serta, juga melemahkan pergerakan mahasiswa.
Meskipun
terjadi pro dan kontra, katanya, karena momentum yang tidak tepat. Namun pihaknya harus mengambil resiko guna
mengetahui langsung sistem kelistrikan yang ada Indonesia khususnya kinerja PLN
di wilayah Sumbagut, tanpa itu semua mahasiswa tidak mengetahui duduk
persoalannnya seperti apa tentang listrik Aceh, dimana yang harus diobati dan
perbaiki.
Pihaknya
pun menampik tudingan publik 14 BEM yang ikut serta pada acara tersebut mau menggadaikan
idealismenya demi sesuap nasi. "Kita adalah mahasiswa yang tidak mudah dibelokkan
haluannya karena tipu daya dan nafsu kebendaan."
Menurutnya,
10 tahun sudah perdamaian Aceh namun persoalan listrik di Aceh memang sangat
memprihatinkan, seharusnya Aceh sudah mandiri. Persoalan listrik hanya PLTU Nagan
Raya yang baru menyumbangkan energi listriknya untuk Aceh. Dan Aceh masih
sangat ketergantungan dengan pembangkit listrik yang ada di Sumut, belum lagi
dengan kualitas mesin PLTU Nagan Raya yang masih sering bermasalah.
Jika
PLTU Nagan Raya bermasalah, untuk listrik area Banda Aceh, Aceh Barat dan
sekitarnya pun terganggu. Aceh masih
ketergantungan arus listrik 90-120 MW yang ditransfer dari Sumut. Sedangkan PLTMG
ARUN baru bisa menyuplai arusnya bulan Agustus
2016.
"Meski
kami ikut serta pada acara kunjungan itu, namun tidak menghilangkan sikap
kritis kami," tegasnya.
Negara
(PT. PLN) harus menjamin kebutuhan listrik di seluruh wilayah Aceh, itu sudah
dijamin oleh konstitusi, pemerintah Aceh harus mengawal dan mendorong PLN dan
pemerintah pusat untuk serius dalam membangun pembangkit listrik dengan
kualitas mesin yang bagus di Aceh, bukan seperti PLTU Nagan Raya yang sering
bermasalah.
Untuk
solusi jangka pendek PLN Wilayah Aceh harus mengoptimalkan pembangkit listrik
tenaga diesel sebagai cadangan listrik di Aceh.
Perusahaan
milik negara itu juga diminta jujur dan akuntable dalam menyampaikan informasi
mengenai kondisi kelistrikan di Aceh. Dan membenahi jaringan listrik dari
gangguan-gangguan yang ada. PLN juga diminta meningkatkan kualitas
pelayanannya.
Pemerintah
Aceh juga diminta turut andil dalam menyelesaikan kontrak antara Pertamina Arun
Gas (PAG) dengan PT. PLN sehingga penambahan daya di PLTMG Arun bisa
terealisasi secepatnya. Pemerintah Aceh juga diminta serius membantu
pembangunan pembangkit listrik PLTA Peusangan di Aceh Tengah.
Masyarakat
harus bekerjasama dalam membangun dan membenahi pembangunan pembangkit listrik
di Aceh. Pemerintah Aceh harus menjamin keamanan dan kenyamanan serta
meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya di Aceh, khususnya di bidang
kelistrikan. Misalnya dengan tidak mempersulit izin masuk untuk keuntungan
pribadi, menjaga kestabilan di pemerintahan.
Pemerintah
juga diminta lebih giat lagi dalam menjemput investor untuk masuk ke Aceh.
Terutama di bidang kelistrikan yang dibarengi dengan upaya-upaya ekonomi
lainnya. “Karena jika listrik cukup atau melebihi tetapi tidak
ada industri yang besar juga tidak mungkin, karena tidak ada yang menyerap daya
listrik yang besar tersebut dan ujung-ujungnya diserahkan ke Medan lagi.”
Sedangkan
untuk solusi jangka panjang, pemerintah diminta segera membangun pembangkit SUTET di wilayah barat selatan dan tengah
tenggara Aceh. Sehingga jaringannya tidak lagi sistem topologi radial.
Usulan
lainnya berupa pengadaan pembangkit listrik dengan memanfaatkan sumber daya
alam terbarukan di Aceh. Mencetak SDM
lokal yang andal di berbagai bidang khususnya kelistrikan, seperti menyediakan
beasiswa dan fasilitas pendidikan lainnya di bidang terkait.
Pemerintah
harus mewujudkan PLN Aceh yang mandiri, tidak bergantung lagi pada Sumut, serta
menjamin kualitas pembangkit listrik yang ada di Aceh. Dan harus mendatangkan
investor baru di bidang kelistrikan di Aceh.
"Ayoe
kita bersama-sama bahu membahu dalam menyikapi permasalah listrik di Aceh,"
demikian tutupnya. [Rajali]