JAKARTA –
Modus penipuan melalui penggandaan uang “dana barokah” yang dilakukan seorang
berjuluk Kanjeng Dimas telah meresahkan masyarakat. Kanjeng Penipu yang
melancarkan aksinya melalui akun facebook ini berdomisili di Probolinggo, Jawa
Timur, diduga telah melakukan penipuan ke banyak orang.
Bahkan Sang Kanjeng yang
berperilaku santun kepada calon korbannya ini telah berhasil menipu salah satu
anggota PPWI atas nama Sumardi, asal Langsa, Provinsi Aceh, yang dirugikan Rp.
600 ribu melalui transfer bank. Bukan hanya itu saja, Sang Kanjeng Penipu
bahkan berani mengancam korban ketika diminta mengembalikan uang yang sudah
ditransver.
Menanggapi maraknya berita
di publik tentang sekelompok orang yang mengaku Raja maupun Sultan Nusantara
tapi tidak terdaftar pada Dewan Adat Nasional sehingga banyak masyarakat dan
Pemerintah Daerah yang korban harta maupun aset amanah, Lembaga Negara Perintis
Kemerdekaan Republik Indonesia mengirimkan Surat Edaran Nomor
:02/PKRI/NKRI/V/2016 yang ditujukan kepada Kabag Intel Mabes Polri dan Kapolda
Metro Jaya serta seluruh Jajaran Polda dan Polres di Seluruh Indonesia.
Dalam Surat Edaran
tersebut, Ketua Lembaga Negara Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia, Prof.
DR. E. Irwannur Latubual, MM, MH, Ph. D menjelaskan bahwa pertama tanggal 18
Oktober Tahun 2015 Presiden kepada
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dilakukan rapat koordinasi dengan
kami dan aliansi masyarakat Adat Nasional. Rapat di lantai V Gedung Kementrian Lingkungan Hidup tersebut melahirkan satu
kesepakatan yaitu ; tidak ada Raja Hukum Adat yang dibentuk oleh Pemerintah
Penjajah Belanda maupun Pemerintah Pusat dan daerah, tetapi Raja Hukum Adat
lahir secara de facto turun temurun sesuai trah kepemimpinannya dalam silsilah
keturunan.
Kedua,
Dewan Adat Nasional dideklarasikan tanggal 12 Juli 1912 di Keraton Demak untuk
menyatukan Kerajaan Keraton Kesultanan Nusantara menjadi Bangsa Indonesia. Agar
penyatuan itu terlaksana, lahirlah Lembaga Negara Perintis Kemerdekaan Republik
Indonesia untuk mewadahi Dewan Adat Nasional, sebagaimana tertulis dalam buku
kuning. Sumpah dan janji para Yang Mulia Raja Sultan Nusantara saat itu yang
disebut Tri Sandi Gadjah Kencana.
Selanjutnya ketiga,
tanggal 16 Juli Tahun 1945, Dewan Adat Nasional menggelar sidang terbuka di
Aula Bangsa Gedung PKRI yang diberi nama Sidang Istimewa MPRS dan mengesahkan
misi Lembaga Negara PKRI yaitu Amanat Penderitaan Rakyat Semesta (37 Filsafat
Pancasila Itu) menjadi dasar negara dan mendirikan Negara Republik Indonesia
beserta kekuasaannya, sebagai bangsa dan NKRI yang berdaulat, adil dan makmur,
berdasarkan Pancasila dalam UUD 1945.
Keempat,
berdasarkan butir 1- 3 diatas, kami minta Polri dan Jajarannya di seluruh
Indonesia, untuk bekerjasama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan NKRI.
Mencegah dan memproses oknum-oknum seperti Kanjeng Dimas yang mengaku Raja tapi
tidak terdaftar pada Dewan Adat Nasional karena telah merugikan rakyat dan
pemerintah.
Kemudian yang kelima,
mencegah dan memproses Raja Samu-Samu serta kawan-kawannya yang tidak
terdaftar di Dewan Adat Nasional, tapi
mengaku Raja maupun Sultan yang merugikan Pemerintah Pusat dan daerah,
sebagaimana hasil kesepakatan Rapat Dewan Adat Nasional dengan Kementrian
Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Kabadiklat
Kementrian Pertahanan serta Kepala Istana Presiden bulan April 2016.
Surat Edaran tersebut juga
ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Menko PMK Republik Indonesia,
Menhan Republik Indonesia, Kapolri, Gubernur dan Bupati/Walikota se Indonesia.
Informasi yang dihimpun
LintasAtjeh.com, Minggu (15/5/2016), Kanjeng Dimas juga dinobatkan sebagai Raja Anom Probolinggo dengan
gelar Sri Raja Prabu Rajasa Nagara. Prosesi jumenengan dilakukan oleh Raja
Lombok Sri Lalu Gede Patma, juga dihadiri 24 Raja dan Sultan se Indonesia
bahkan dari Malaysia dan Thailand.
Kanjeng Dimas juga sangat
populer di media youtube dengan sering pamer uang dalam jumlah fantastis dari
hasil penggandaan uang. Namun popularitas Kanjeng Dimas tercoreng dengan aksi
tipu-tipu dan suka mengancam korbannya.
Ternyata Kanjeng Dimas yang
mengaku Raja tapi tidak terdaftar pada Dewan Adat Nasional, untuk itu Lembaga
Negara Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia meminta Polri dan Jajarannya di
seluruh Indonesia, untuk mencegah dan memproses oknum-oknum seperti Kanjeng
Dimas.[Ar]