-->

Ini Tuntutan "MAY DAY' Untuk Pemprov Sumatera Utara

01 Mei, 2016, 17.33 WIB Last Updated 2016-05-01T10:46:09Z
MEDAN – Ratusan massa Buruh Sumatera Utara yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Federation Of Indonesia Metal Worker’s Union (FIMWU) menggelar aksi damai buruh atau yang dikenal dengan sebutan “MAY DAY”, berpusat di Tugu Sinar Indonesia Baru (SIB) Kota Medan, Minggu (1/5/2016).

Dalam aksinya, massa membawa berbagai atribut dan bendera serikat buruh termasuk spanduk dan poster-poster tuntutan buruh kepada pemerintah. Massa juga menyampaikan berbagai orasi yang disampaikan oleh para aktivis buruh serta meneriakkan yel-yel perjuangan kaum buruh yang selama ini merasa tertindas oleh berbagai aturan dan kebijakan dari pemerintah.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Sumatera Utara, Willy Agus Utomo mengatakan Hari Buruh sedunia atau populer dengan sebutan “MAY DAY” adalah hari raya bagi kaum Buruh se-dunia. May Day adalah hari sejarah kemenangan perjuangan kaum buruh atas pengurangan jam kerja dari 12 jam bahkan 16 jam kerja setiap hari, dengan pameo “bekerja keras mulai dari matahari terbit sampai dengan matahari tenggelam” menjadi slogan “8 jam kerja 8 jam rekreasi 8 jam istirahat”. Perjuangan jam kerja ini dilakukan dengan melancarkan pemogokan-pemogokan umum dengan melibatkan puluhan ribu buruh puncaknya terjadi pada tahun 1886 di Chicago Amerika Serikat. Gerakan kaum buruh untuk menuntut pengurangan jam kerja ini meluas dimanapun buruh menderita eksploitasi dari sistem kapitalisme khususnya di negara-negara industri yang ada di belahan dunia.

Saat ini negeri kita Indonesia yang kaya, masih mengalami eksploitasi yang massif dari sistem kapitalisme tersebut. Tidak hanya mengeksploitasi kekayaan bumi Indonesia, tetapi juga mengeksploitasi manusia Indonesia khususnya kaum buruh. Kini di negeri Indonesia, kita hidup pada zaman “Yang kaya disantuni, yang miskin dipinggirkan. Yang kuat diampuni, yang lemah dipukuli”. Ini tidak berlebihan, karena belakangan ini Pemerintah seakan mengabaikan tanggung jawabnya terhadap rakyatnya, khususnya kepada kaum buruh. Konstitusi negara UUD 1945 jelas mengamanatkan, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya Pemerintah menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak sekaligus dengan penghasilan yang layak bagi kaum buruh sebagai rakyat pekerja yang bekerja membangun dan merubah negeri ini menjadi semakin maju.

Namun, alih-alih menjamin pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kaum buruh, Presiden Jokowi justru menjual dengan murah kaum buruh kepada investor asing. Yang terbaru, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah No.78/Tahun 2015 dengan dalih kepastian dan kestabilan upah buruh, dalam hal ini sangat diuntungkan adalah pengusaha dan investor. Sedangkan bagi kaum buruh, PP. No.78 adalah “Pemiskinan kepada kaum buruh yang sudah lama miskin”.

Selain berlakunya kebijakan upah murah melalui PP 78/Tahun2015, terdapat kepiluan nasib kaum buruh ditengah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pemerintah seakan tidak berdaya menghadapi serbuan tenaga kerja asing. Seakan tidak kehabisan jurus untuk menyengsarakan kaum buruh dan rakyat, Pemerintah saat ini berencana memberikan Tax Amnesty kepada pengusaha/konglomerat “Pengemplang pajak”. Tax Amnesty sangat menciderai kaum buruh, karena ketika kaum buruh dikendalikan upahnya menjadi murah melalui PP 78/2015, orang tidak bayar pajak justru diampuni.

“MAY DAY 2016 ini, adalah yang tepat bagi FSPMI-KSPI bersama Gerakan Buruh Indonesia GBI) yang terdiri dari beberapa Konfederasi dan Federasi Besar Serikat Buruh/Pekerja di Indonesia untuk mendeklarasikan lahirnya Partai Politik bagi kaum buruh, guru, mahasiswa, kaum muda, kaum perempuan, dan rakyat kecil Indonesia lainnya. Deklarasi akan dilakukan dalam bentuk organisasi massa yang diberi nama Ormas “Rumah Rakyat Indonesia” (RRI). Ormas RRI akan menjadi blok politik bagi kaum buruh dan kaum tertindas lainnya sebagai saluran perjuangan politik bagi kaum buruh dan kaum-kaum tertindas lainnya yang selanjutnya akan berubah menjadi Partai Politik,” sebut salah satu orator.

Deklarator Ormas Rumah Rakyat Indonesia akan dilakukan secara serentak di 32 Provinsi dan ratusan kabupaten/kota se-Indonesia yang dipusatkan di stadion Gelora Bung Karno,Jakarta dan dihadiri ratusan ribu buruh, guru, mahasiswa, kaum muda, kaum perempuan dan rakyat kecil lainnya.

Dalam aksinya DPW-FSPMI Provinsi Sumatera Utara menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah untuk :

1. Cabut PP 78/Tahun 2015, tingkatkan daya beli buruh dengan menaikkan
2. UMP 2017 minimal Rp. 650 ribu serta stop PHK;
3. Stop kriminalisasi dan bebaskan 26 aktivis buruh dan aktivis sosial;
4. Deklarasi Ormas ; Buruh, guru dan rakyat tertindas;
5. Stop tenaga kerja asing dan ttolak UU Tax Amnesty;
6. Hapus Outsourcing dan angkat sebagai pekerja tetap serta revisi total UU PPHI;
7. Muliakan, sejahterakan guru dan tenaga kerja honor melalui pengangkatan menjadi PNS;
8. Segera memberlakukan UU Tabungan Perumahan Rakyat dengan
peningkatan kontribusi iuran dari Pemerintah dan Pengusaha;
9.Tolak reklamasi serta penggusuran dan kembalikan tanah petani dan rakyat miskin yang dirampas oleh pengusaha, turunkan harga dan tingkatkan subsidi BBM, TDl dan pupuk;
10. Copot Disosnaker Kota Medan dengan bertindak diskriminatif dan lemah menegakkan UU Perburuhan di Kota Medan;
11. Bubarkan BKSPPS dan tetapkan Upah Sektor Buruh Perkebunan;
12. Tetapkan Upah Sektor Buruh Jurnalis/Wartawan di tingkat Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara;
13. Meminta KPK agar mengusut tuntas kasus korupsi di Provinsi Sumatera Utara yang melibatkan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang membuat miskin rakyat di Provinsi Sumatera Utara.[Ar]
Komentar

Tampilkan

Terkini